Mahasiswa IBM UK Petra Dampingi Siswa Sekolah Pra Sejahtera di Surabaya

Jum'at, 05 April 2019 - 22:32 WIB
Mahasiswa IBM UK Petra...
Sebanyak 13 anak dari sekolah Pra Sejahtera di Surabaya Public Speaking Festival, di UK Petra Surabaya, Jumat (05/4/2019). Foto/Ist
A A A
SURABAYA - 13 adik asuh mahasiswa Program International Business Management UK Petra yang berasal dari sekolah pra sejahtera di Surabaya, mengikuti Public Speaking Festival di Amphitheatre UK Petra Surabaya

Kegiatan tersebut merupakan proyek kolaborasi antara mata kuliah Speaking dan Skills yang meliputi pembelajaran Service Learning dan membangun solidaritas antar bangsa untuk lebih memaknai Pancasila dan Kebhinnekaannya.

Dosen pengampu MK Business English – Speaking Class IBM, UK Petra Meilinda, mengatakan mahasiswa harus memiliki 21st Century Skills, metode Service Learning memungkinkan mahasiswa berproses untuk mendapatkannya.

"Mereka mengasah hard dan soft skill dalam setiap kegiatannya. Hal ini sangat bermanfaat bagi mahasiswa untuk hadapi revolusi industri", kata Meilinda

Proyek kelas ini bekerjasama dengan tiga yayasan dan satu sekolah dalam menjalankan misinya. Yayasan itu diantaranya Yayasan Indonesia Sejahtera Barokah, Sanggar Merah Merdeka, Yayasan Pondok Hayat dan SDK St. Melania. Secara intensif selama lima minggu (11 pertemuan), para mahasiswa blusukan ke gang-gang sempit di Surabaya.

Secara perlahan para mahasiswa mengajari anak-anak banyak hal mulai dari menyusun pidato dari Bahasa Indonesia ke Bahasa Inggris, melatih berpidato, gerak tubuh hingga percaya diri sampai pada kepekaan terhadap masalah nyata yang dihadapi diri dan lingkungannya dari kaca mata anak- anak. Anak diajak berfikir untuk mencoba menawarkan jalan keluar dari permasalahan yang dihadapi.

Sedangkan 14 sekolah pra- sejahtera di Surabaya itu antara lain SD Darul Falah, SD Pancasila 45, SD Ubaid 3, SD Serba Guna, SD Karunia Hidup, SD Al Mufidah, SD Thohir Bakrie J, Madrasah Ibtidaiyah Adipura, SD Diponegoro, SD Kurnia Indah, Rumah Anak, SDK St. Melania, dan Sanggar Merah Merdeka.

Dengan durasi dua jam sekali pertemuan, menggunakan kedekatan one on one para mahasiswa mengajar empat anak tiap sekolah.

Setelah mendapatkan pelatihan, hanya satu anak yang akan dipilih untuk mewakili sekolahnya dan menceritakan permasalahan serta solusinya di depan umum misalnya seperti banjir, sampah, menyontek, dialeksia dan lain-lain.

Salah satu mahasiswa Thalia mengaku sempat merasa kawatir kalau adik asuhnya tidak menerima kehadirannya karena berbeda ras dan agama. Tapi tak lama, stereotype itu terbantahkan oleh kenyataan.

"Saya menjadi lebih peka terhadap kondisi sosial dan memahami bahwa stereotyping itu tidak benar. Kemampuan komunikasi, kepemimpinan, kolaborasi hingga penguasaan diri saya jadi bertambah," ungkap Thalia

Seperti pepatah dari Mahatma Gandhi, “Kamu mungkin tidak akan pernah tahu apa hasil dari tindakanmu, namun ketika kamu tidak bertindak apapun, maka tidak akan ada hasil yang terjadi".
(vhs)
Copyright © 2025 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 0.0957 seconds (0.1#10.140)