Menyusuri Jejak Sunan Prapen, Pelantik Raja Islam di Nusantara
A
A
A
GRESIK - Gresik, pernah ada kerajaan besar. Kerajaan itu bernama Giri Kedaton. Lokasinya, saat ini berada di Gunung Giri, Desa Giri, Kecamatan Kebomas, Kabupaten Gresik.
Dari pusat kota, lokasi pusat kerajaan besar itu berjarak sekitar tiga kilometer. Sedangkan dari Makam Sunan Prapen, maupun Makam Sunan Giri, berjarak hanya sekitar 800 meter saja. Lokasinya, masih satu pegunungan, di Gunung Giri.
"Giri Kedaton itu awalnya pesantren. Tapi lama-kelamaan, karena pengasuhnya sering berhubungan dengan kerajaan, akhirnya terbentuk pemerintahan," ujar Hendrik Umardi Luhung, sastrawan asal Gresik.
Memang Giri Kedaton awalnya bukan sebuah kerajaan, tetapi sekolah atau pondok pesantren. Aktif di abad ke-15 hingga ke-17. Dan, didirikan Raden Paku pada 1487 Masehi.
Saat itu, Raden Paku mendapat pesan dari ayahnya Maulana Ishak, yang merupakan ulama besar di Pasai. Pesannya, untuk mendirikan pesantren yang lokasinya di Gunung Giri.
Pondok Pesantren Giri Kedaton, cukup terkenal mencetak para santri yang handal. Tidak hanya pandai ilmu agama Islam. Namun, mereka juga punya semangat untuk melawan imprialisme pada masa penjajahan.
"Dulu santrinya Ponpes Giri Kedaton itu, tidak hanya warga lokal. Tapi para pangeran dan bangsawan," tambah Hendrik.
Nah, ada tujuh pimpinan Giri Kedaton yang paking dikenal. Raden Paku atau Sunan Giri I atau dikenal dengan Prabu Satmata. Memerintah periode tahun 1487-1506.
Kemudian berturut-turut, Sunan Dalem atau Sunan Kedul, yakni Sunan Giri II (1487-1546). Dilanjutkan Sunan Seda ing Margi, atau Sunan Giri III (1546-1548).
Lantas Sunan Prapen, atau Sunan Mas Ratu Pratikal, dikenal juga sebagai Sunan Giri IV (1548-1605). Sunan Kawis Guwa, atau Sunan Giri V yang memerintah pada tahun 1605.
Dari Sunan Giri V, kepemimpinan dilanjutkan kepada Panembahan Ageng Giri, yang berakhir tahun 1680. Terakhir, tampuk kepemimpinan dipegang Panembahan Mas Witana Sideng Rana.
Dari tujuh era pimpinan Giri Kedaton, puncak kejayaan terjadi pada era Sunan Prapen. Giri Kedaton yang semula dikenal sebagai pesantren, pelan dan pasti menancapkan menjadi kekuatan politik.
Pengaruhnya tidak hanya di kerajaan-kerajaan yang ada di Jawa, seperti Kerajaan Majapahit, Mataram, hingga Kerajaan Kasultanan Demak. Namun, sampai Maluku, dan Ternate.
Saking dihormatinya, baik secara keilmuan maupun prilakunya, Sunan Prapen kerap dimintai bantuan untuk menjadi pelantik raja-raja dari kerajaan Islam di Nusantara.
"Diantaranya, Sunan Prapen menjadi pelantik Sultan Adiwijaya, selaku Raja Pajang," kata Hendrik.
Bahkan, masih menurut Hendrik, dikisahkan juga, bila Sunan Perapen merupakan seorang yang pandai dalam lobi. Sampai-sampai Sunan Prapen, diminta menjadi mediator antar raja atau pemimpin kerajaan yang bersitegang.
Salah satunya, menjadi mediator Raja Adiwijaya, dengan para bupati di wilayah Jawa Timur pada Tahun 1568. Berkat usaha Sunan Prapen, akhirnya semua bupati di Jawa Timur, mengakui kedaulatan Pajang, sebagai kelanjutan Kedaulatan Demak.
Selain itu, masih kata Hendrik, Sunan Perapen juga pandai menjadi juru damai. Peperangan antara Penembahan Senopati, Raja Mataram, melawan Jayalengkara selaku Bupati Surabaya, tahun 1588.
Saat ini, makam Sunan Prapen masih ada di komplek Makam Sunan Giri, atau Raden Paku. Hanya saja, peziarah lebih banyak bertabarukan di Makam Sunan Giri.
Lepas dari persoalan itu semua, bahwa Giri Kedaton merupakan cikal bakal Kabupaten Gresik. Raden Pakulah peletak pondasi Islam di Kota Santri ini.
Dari pusat kota, lokasi pusat kerajaan besar itu berjarak sekitar tiga kilometer. Sedangkan dari Makam Sunan Prapen, maupun Makam Sunan Giri, berjarak hanya sekitar 800 meter saja. Lokasinya, masih satu pegunungan, di Gunung Giri.
"Giri Kedaton itu awalnya pesantren. Tapi lama-kelamaan, karena pengasuhnya sering berhubungan dengan kerajaan, akhirnya terbentuk pemerintahan," ujar Hendrik Umardi Luhung, sastrawan asal Gresik.
Memang Giri Kedaton awalnya bukan sebuah kerajaan, tetapi sekolah atau pondok pesantren. Aktif di abad ke-15 hingga ke-17. Dan, didirikan Raden Paku pada 1487 Masehi.
Saat itu, Raden Paku mendapat pesan dari ayahnya Maulana Ishak, yang merupakan ulama besar di Pasai. Pesannya, untuk mendirikan pesantren yang lokasinya di Gunung Giri.
Pondok Pesantren Giri Kedaton, cukup terkenal mencetak para santri yang handal. Tidak hanya pandai ilmu agama Islam. Namun, mereka juga punya semangat untuk melawan imprialisme pada masa penjajahan.
"Dulu santrinya Ponpes Giri Kedaton itu, tidak hanya warga lokal. Tapi para pangeran dan bangsawan," tambah Hendrik.
Nah, ada tujuh pimpinan Giri Kedaton yang paking dikenal. Raden Paku atau Sunan Giri I atau dikenal dengan Prabu Satmata. Memerintah periode tahun 1487-1506.
Kemudian berturut-turut, Sunan Dalem atau Sunan Kedul, yakni Sunan Giri II (1487-1546). Dilanjutkan Sunan Seda ing Margi, atau Sunan Giri III (1546-1548).
Lantas Sunan Prapen, atau Sunan Mas Ratu Pratikal, dikenal juga sebagai Sunan Giri IV (1548-1605). Sunan Kawis Guwa, atau Sunan Giri V yang memerintah pada tahun 1605.
Dari Sunan Giri V, kepemimpinan dilanjutkan kepada Panembahan Ageng Giri, yang berakhir tahun 1680. Terakhir, tampuk kepemimpinan dipegang Panembahan Mas Witana Sideng Rana.
Dari tujuh era pimpinan Giri Kedaton, puncak kejayaan terjadi pada era Sunan Prapen. Giri Kedaton yang semula dikenal sebagai pesantren, pelan dan pasti menancapkan menjadi kekuatan politik.
Pengaruhnya tidak hanya di kerajaan-kerajaan yang ada di Jawa, seperti Kerajaan Majapahit, Mataram, hingga Kerajaan Kasultanan Demak. Namun, sampai Maluku, dan Ternate.
Saking dihormatinya, baik secara keilmuan maupun prilakunya, Sunan Prapen kerap dimintai bantuan untuk menjadi pelantik raja-raja dari kerajaan Islam di Nusantara.
"Diantaranya, Sunan Prapen menjadi pelantik Sultan Adiwijaya, selaku Raja Pajang," kata Hendrik.
Bahkan, masih menurut Hendrik, dikisahkan juga, bila Sunan Perapen merupakan seorang yang pandai dalam lobi. Sampai-sampai Sunan Prapen, diminta menjadi mediator antar raja atau pemimpin kerajaan yang bersitegang.
Salah satunya, menjadi mediator Raja Adiwijaya, dengan para bupati di wilayah Jawa Timur pada Tahun 1568. Berkat usaha Sunan Prapen, akhirnya semua bupati di Jawa Timur, mengakui kedaulatan Pajang, sebagai kelanjutan Kedaulatan Demak.
Selain itu, masih kata Hendrik, Sunan Perapen juga pandai menjadi juru damai. Peperangan antara Penembahan Senopati, Raja Mataram, melawan Jayalengkara selaku Bupati Surabaya, tahun 1588.
Saat ini, makam Sunan Prapen masih ada di komplek Makam Sunan Giri, atau Raden Paku. Hanya saja, peziarah lebih banyak bertabarukan di Makam Sunan Giri.
Lepas dari persoalan itu semua, bahwa Giri Kedaton merupakan cikal bakal Kabupaten Gresik. Raden Pakulah peletak pondasi Islam di Kota Santri ini.
(eyt)