Toko Klontong Surabaya Berbasis Digital, Apa Bedanya?
A
A
A
SURABAYA - Pengembangan toko klontong kini melintas perkembangan zaman. Pelayanan berbasis digital dan Financial Technology (Fintech) kepada masyakat, yakni e-delivery dan e-payment akan diterapkan untuk mempercepat pertumbuhan took kelontong.
Kepastian itu terungkap ketika Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini bertemu Direktur Keuangan Bank Jatim Ferdian Timur Satyagraha dan startup binaan milik Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya dalam pengembangan took kelontong.
Risma menuturkan, pengembangan toko klontong berbasis pelayanan digital ini sudah harus dilakukan. Mengingat toko klontong harus bisa bersaing seiring berkembangnya kemajuan teknologi.
Makanya, wali kota perempuan pertama di Kota Pahlawan ini langsung mempertemukan pihak Bank Jatim dengan start up Koridor Co-working space yang akan merealisasikan konsep tersebut.
"Sebetulnya saya bisa saja menggandeng aplikasi atau bank lain. Tetapi kenapa saya memilih Bank Jatim agar perputaran uang berputar di Surabaya atau Jawa Timur. Jika tidak begitu, maka sekian persen itu akan lari keluar," kata Risma ketika ditemui di rumah dinas, Jalan Sedap Malam, Surabaya, Senin (17/2/2020).
Ia melanjutkan, saat ini perputaran uang yang terjadi di toko klontong berjalan cukup pesat. Menurutnya, jenis usaha kebutuhan dasar semacam ini akan berjalan cepat. Terbukti, wali kota yang menjabat sebagai Presiden UCLG Aspac ini bercerita pernah memberikan modal senilai Rp10 juta dengan uang pribadinya di salah satu pengelola toko klontong di Surabaya.
"Alhasil setelah tiga bulan perputaran uang menjadi Rp90 juta. Sekarang sudah jadi kayak mini market. Kalau ini berhasil maka akan melebihi apapun," jelasnya.
Risma pun optimis bahwa program ini akan menjadi sesuatu yang besar dikemudian hari. Terlebih, jika sudah sampai sentra PKL. Tanpa disadari Bank Jatim sudah punya e-market. "Semua itu jaringannya sudah jelas dengan jumlah yang cukup besar. Tiba-tiba anda punya e-payment, e-delivery. Meskipun awalnya cukup berat karena harus membangun sistemnya. Tapi pasti bisa," ujarnya.
Risma pun meminta pihak bank untuk berkoordinasi langsung dengan startup Koridor Co-working space dan segera melakukan langkah awal untuk membangun sistemnya. "Monggoh (silahkan) nanti langsung komunikasi dengan mereka. Anak-anak ini adalah anak-anak yang sudah berhasil bukan hanya dari dalam negeri saja tapi dari luar negeri juga," ucapnya.
Direktur Keuangan Bank Jatim, Ferdian Timur Satyagraha menyampaikan kesediaannya dalam mendukung program pemerintah kota. Bagi dia, ini adalah gerakan yang bagus dalam mengembangkan start up lokal berbasis Fintech.
"Kami siap mendukung karena kami bagian dari Kota Surabaya. Kita lebih konsen ke payment sistemnya dengan activity dari start up nya itu sendiri," jelasnya.
Kepastian itu terungkap ketika Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini bertemu Direktur Keuangan Bank Jatim Ferdian Timur Satyagraha dan startup binaan milik Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya dalam pengembangan took kelontong.
Risma menuturkan, pengembangan toko klontong berbasis pelayanan digital ini sudah harus dilakukan. Mengingat toko klontong harus bisa bersaing seiring berkembangnya kemajuan teknologi.
Makanya, wali kota perempuan pertama di Kota Pahlawan ini langsung mempertemukan pihak Bank Jatim dengan start up Koridor Co-working space yang akan merealisasikan konsep tersebut.
"Sebetulnya saya bisa saja menggandeng aplikasi atau bank lain. Tetapi kenapa saya memilih Bank Jatim agar perputaran uang berputar di Surabaya atau Jawa Timur. Jika tidak begitu, maka sekian persen itu akan lari keluar," kata Risma ketika ditemui di rumah dinas, Jalan Sedap Malam, Surabaya, Senin (17/2/2020).
Ia melanjutkan, saat ini perputaran uang yang terjadi di toko klontong berjalan cukup pesat. Menurutnya, jenis usaha kebutuhan dasar semacam ini akan berjalan cepat. Terbukti, wali kota yang menjabat sebagai Presiden UCLG Aspac ini bercerita pernah memberikan modal senilai Rp10 juta dengan uang pribadinya di salah satu pengelola toko klontong di Surabaya.
"Alhasil setelah tiga bulan perputaran uang menjadi Rp90 juta. Sekarang sudah jadi kayak mini market. Kalau ini berhasil maka akan melebihi apapun," jelasnya.
Risma pun optimis bahwa program ini akan menjadi sesuatu yang besar dikemudian hari. Terlebih, jika sudah sampai sentra PKL. Tanpa disadari Bank Jatim sudah punya e-market. "Semua itu jaringannya sudah jelas dengan jumlah yang cukup besar. Tiba-tiba anda punya e-payment, e-delivery. Meskipun awalnya cukup berat karena harus membangun sistemnya. Tapi pasti bisa," ujarnya.
Risma pun meminta pihak bank untuk berkoordinasi langsung dengan startup Koridor Co-working space dan segera melakukan langkah awal untuk membangun sistemnya. "Monggoh (silahkan) nanti langsung komunikasi dengan mereka. Anak-anak ini adalah anak-anak yang sudah berhasil bukan hanya dari dalam negeri saja tapi dari luar negeri juga," ucapnya.
Direktur Keuangan Bank Jatim, Ferdian Timur Satyagraha menyampaikan kesediaannya dalam mendukung program pemerintah kota. Bagi dia, ini adalah gerakan yang bagus dalam mengembangkan start up lokal berbasis Fintech.
"Kami siap mendukung karena kami bagian dari Kota Surabaya. Kita lebih konsen ke payment sistemnya dengan activity dari start up nya itu sendiri," jelasnya.
(eyt)