DPRD Gresik Gerah dengan Cara Bupati Alokasikan CSR Jadi Landmark

Jum'at, 14 Februari 2020 - 16:35 WIB
DPRD Gresik Gerah dengan Cara Bupati Alokasikan CSR Jadi Landmark
Sekretaris Komisi III DPRD Gresik Abdullah Hamdi dan Lutfi Dawam meninjau lokasi pembangunan Landmark Gardu Suling. Foto/SINDOnews/ashadi ik
A A A
GRESIK - DPRD Gresik gerah dengan cara Bupati Sambari Halim Radianto mengalokasikan dana CSR (corporate social responsibility). Wakil rakyat ini menilai cara yang dilakukan malah menghamburkan dana dan tidak bermanfaat bagi masyarakat.

"Masih banyak fasilitas umum untuk kepentingan masyarakat yang perlu ditingkatkan," kata Sekretaris Komisi III DPRD Gresik Abdullah Hamdi, Jumat (14/2/2020).

Puluhan miliar dana CSR dialokasikan pembangunan landmark. Misalnya Keris Kanjeng Sepuh di Sentolang CSR dari PT Wilmar Nabati Indonesia (WNI) dan Tugu Lontar di Kebomas dari PT Smelting.

Kemudian gajah kontroversial di perlimaan Sukorame dari CSR PT Petrokimia Gresik. Terbaru, pembangunan landmark Gardu Suling (Garling) di perempatan Gedung Nasional Indonesia (GNI).

Komisi III DPRD Gresik menyempatkam inspeksi mendadak. Abdullah Hamdi menyebut bahwa dana CSR tidak hanya untuk membuat monumen saja. Banyak masyarakat Gresik yang masih belum bisa menikmati fasilitas sepenuhnya. “Seperti saat musim hujan tiba, maka ada saja wilayah Gresik yang terkena banjir,” ujarnya.

Dijelaskan, bila ada daerah langganan banjir yang tak kunjung tuntas. Demikian pula saat musim kemarau, masyarakat kembali terdampak kekeringan.

Aleg yang kerap disapa Kaji Hamdi itu, harusnya pemanfaatan dana CSR ada kaitannya dengan hal itu. Sehingga berdampak langsung kepada masyarakat.

“Pemerintah harusnya memperhatikan sungai yang dangkal di wilayah Gresik. Harus dikeruk menggunakan alat berat. Selanjutnya, ada mobil air untuk petani dan masyarakat yang terdampak kekeringan. Sehingga tidak ada lagi warga yang menunggu bantuan air bersih,” tukasnya.

Hal senada juga disampaikan anggota Komisi III DPRD Gresik Lutfi Dawam menyarakan pemerintah untuk melihat landmark Garling yang asli di simpang tiga Jalan Raden Santri. Kondisinya sangat lusuh, di samping kanan dan kiri digunakan warga berjualan makanan.

"Yang asli tidak diurus malah mau bikin tandingan," kata politisi Gerindra tersebut. Dikatakan, pemerintah tidak belajar dari pembangunan landmark Gajah Mungkur yang menjadi sorotan. Landmark tersebut malah menjadi lelucon di media sosial.

Bahkan, pewaris Gajah Mungkur sendiri malah tidak diajak komunikasi dengan Pemkab dan tidak ada bantuan untuk merawat cagar budaya. "Gresik tidak kekurangan ikon. Yang asli itu banyak berdiri. Harusnya itu yang dirawat dan dipromosikan," imbuhnya.

Terpisah, Asisten Perekonomian dan Pembangunan Ida Lailatus Sa’diyah menjelaskan bahwa pembangunan Garling sudah melalui berbagai kajian. Dengan begitu, pihaknya berharap setelah pembangunan selesai nanti tidak ada polemik lagi soal landmark.

"Garling itu nanti jadi replika asli sesuai fungsinya sebagai penanda waktu sholat. Nanti akan tersambung ke hotel dan masjid Jami'. Jadi pas waktu sholat berbunyi, Ini sebagai simbol Gresik kota santri," ucapnya.

Selain landmark Gardu Suling di wilayah Kecamatan Gresik Kota. Pemkab juga akan membangun landmark di wilayah Kecamatan Duduksampeyan berupa Kapal Nyai Ageng Pinatih
(msd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.6202 seconds (0.1#10.140)