Angin Kencang, Halangi Pemadaman Kebakaran di Gunung Arjuno

Selasa, 22 Oktober 2019 - 06:07 WIB
Angin Kencang, Halangi Pemadaman Kebakaran di Gunung Arjuno
Api yang melalap kawasan hutan di lereng Gunung Arjuno. Foto/Dok.SINDOnews/Yuswantoro
A A A
JAKARTA - Upaya pemadaman kebakaran hebat yang melanda hutan di lereng Gunung Arjuno, dan Gunung Welirang, melalui operasi udara, terganggu kondisi cuaca buruk.

Guncangan helikopter karena perubahan kecepatan udara dalam waktu singkat, menjadi hambatan serius dalam operasi pengeboman udara, sepanjang Senin (21/10/2019).

"Helikopter jenis MI-8, akhirnya kembali ke landasan di Lanud TNI AU Abdul Rahman Saleh, Malang, Jawa Timur," ujar Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Bencana, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Agus Wibowo.

Turbulensi disebabkan karena angin di ketinggian cukup kencang, sehingga membahayakan operasi pengeboman di beberapa titik yang telah diidentifikasi. Titik tersebut berada di kawasan Maha Pena, Watu Bagong dan Curah Sriti.

Berdasarkan laporan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jatim, angin bertiup dengan kecepatan 25 knot, dimana normal kecepatan angin untuk penerbangan yang aman berada pada 10 knot.

Hingga siang angin masih cukup kencang sehingga operasi pengemboman dihentikan. BPBD akan melanjutkan operasi pengeboman pada Selasa (22/10/2019), pukul 06.00 WIB.

Angin Kencang, Halangi Pemadaman Kebakaran di Gunung Arjuno


Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di kawasan Gunung Arjuno, dan Gunung Welirang ini diinformasikan pertama kali pada Juli 2019 lalu. Saat itu, lokasi titik api diketahui mendekati puncak di ketinggian sekitar 3.200 m dpl, dengan tutupan lahan yang didominasi savana. Sedangkan medan menuju lokasi sulit dijangkau, tidak terdapat sumber air, dan kondisi angin cukup kencang.

Selain di kawasan ini, BNPB mencatat terjadinya karhutla di kawasan pengunungan di Pulau Jawa. Data BNPB Senin (21/10/2019) pukul 16.00 WIB karhutla teridentifikasi di Gunung Ungaran, Cikuray, adn Ringgit. Sedangkan karhutla yang telah padam yaitu di Gunung Malabar, Merapi, dan Andong.

Sementara itu, 87 titik panas masih terdeteksi di wilayah Jambi, Sumatera Selatan (Sumsel), Kalimantan Barat (Kalbar), Kalimantan Tengah (Kalteng) dan Kalimantan Selatan (Kalsel).

Berdasarkan citra satelit Modis-catalog Lapan dengan tingkat kepercayaan lebih dari 30% pada 24 jam terakhir mencatat jumlah tertinggi di Kalteng dengan 30 titik, Sumsel 29, Kalsel 23, Kalbar 4 dan Jambi 1.

Kategori kualitas udara yang diukur dengan PM 2,5 pada wilayah tersebut antara sedang hingga sangat tidak sehat. Kualitas udara di Jambi pada kategori sangat tidak sehat (182), Sumsel tidak sehat (119), Riau sedang (27), Kalsel sedang (20), Kalteng sedang (15) dan Kalbar sedang (13).

"Data BNPB mencatat 328.722 hektar luas lahan terbakar di seluruh wilayah Indonesia, yang terjadi selama Januari-Agustus 2019," pungkas Agus dalam siaran pers yang diterima SINDOnews.com.
(eyt)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 2.7604 seconds (0.1#10.140)