Petani Sayuran Mulai Rasakan Dampak Kemarau, Hasil Panen Turun
A
A
A
BANDUNG BARAT - Sejumlah petani sayuran di kawasan Lembang dan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat (KBB), Jawa Barat, mulai merasakan dampak negatif dari musim kemarau yang baru sebulan. Berkurangnya pasokan air menyebabkan banyak tanaman yang mengering dan buahnya rusak sehingga tidak bisa dipanen.
"Musim kemarau baru sebulan lebih tapi dampaknya sudah terasa. Daun-daun tanaman mengering, buahnya rusak dan diserang hama, otomatis kami rugi karena banyak tanaman yang dibuang daripada yang dipanen," jelas salah seorang petani tomat di Lembang, Anah (64), Sabtu (6/7/2019).
Dia menyebutkan, dari 3.000 pohon tomat yang ditanam, yang berhasil dipanen hanya sekitar 2,5 kuintal. Padahal jika dalam kondisi cuaca normal, hasil panen tomat dapat mencapai 5 kuintal. Pada kondisi banyak terpapar sinar matahari buah tomat banyak yang rusak, bolong-bolong, dan berwarna hitam. Tidak sedikit yang diserang hama ulat sehingga harus dibuang.
Selain dirinya, banyak juga petani lain di Lembang yang bernasib serupa. Imbas dari musim kemarau dan banyaknya tomat yang gagal panen membuat harga tomat dari sentra produksi jadi lebih mahal. Dari petani ke bandar dijual Rp9.000/kilogram (kg), sementara normalnya hanya sekitar Rp4.000-Rp5.000/kg. Guna menghindari kerugian yang lebih besar, dirinya mengaku akan menunda masa tanam sampai musim hujan.
"Daripada rugi mendingan saya gak nanam dulu. Ya dampaknya karena pasokan berkurang maka harga tomat di masyarakat jadi mahal," kata dia.
Terpisah, petani paprika di Desa Pasirlangu, Kecamatan Cisarua, Eman (42) juga mengeluhkan hal yang sama. Menurutnya, tanaman sayurannya mengalami penurunan produksi dan perlu biaya pemeliharaan yang lebih mahal. Penurunan produksi itu mengakibatkan harga paprika mengalami kenaikan signifikan dari Rp30.000/kg menjadi Rp40.000-Rp45.000/kg.
"Kalau lagi gini (kemarau) hama lebih cepat berkembang biak. Biasa penyemprotan obat hama seminggu sekali, sekarang bisa dua sampai tiga kali. Jadinya biayanya bertambah, sementara hasil panen turun," keluhnya.
"Musim kemarau baru sebulan lebih tapi dampaknya sudah terasa. Daun-daun tanaman mengering, buahnya rusak dan diserang hama, otomatis kami rugi karena banyak tanaman yang dibuang daripada yang dipanen," jelas salah seorang petani tomat di Lembang, Anah (64), Sabtu (6/7/2019).
Dia menyebutkan, dari 3.000 pohon tomat yang ditanam, yang berhasil dipanen hanya sekitar 2,5 kuintal. Padahal jika dalam kondisi cuaca normal, hasil panen tomat dapat mencapai 5 kuintal. Pada kondisi banyak terpapar sinar matahari buah tomat banyak yang rusak, bolong-bolong, dan berwarna hitam. Tidak sedikit yang diserang hama ulat sehingga harus dibuang.
Selain dirinya, banyak juga petani lain di Lembang yang bernasib serupa. Imbas dari musim kemarau dan banyaknya tomat yang gagal panen membuat harga tomat dari sentra produksi jadi lebih mahal. Dari petani ke bandar dijual Rp9.000/kilogram (kg), sementara normalnya hanya sekitar Rp4.000-Rp5.000/kg. Guna menghindari kerugian yang lebih besar, dirinya mengaku akan menunda masa tanam sampai musim hujan.
"Daripada rugi mendingan saya gak nanam dulu. Ya dampaknya karena pasokan berkurang maka harga tomat di masyarakat jadi mahal," kata dia.
Terpisah, petani paprika di Desa Pasirlangu, Kecamatan Cisarua, Eman (42) juga mengeluhkan hal yang sama. Menurutnya, tanaman sayurannya mengalami penurunan produksi dan perlu biaya pemeliharaan yang lebih mahal. Penurunan produksi itu mengakibatkan harga paprika mengalami kenaikan signifikan dari Rp30.000/kg menjadi Rp40.000-Rp45.000/kg.
"Kalau lagi gini (kemarau) hama lebih cepat berkembang biak. Biasa penyemprotan obat hama seminggu sekali, sekarang bisa dua sampai tiga kali. Jadinya biayanya bertambah, sementara hasil panen turun," keluhnya.
(zik)