Mengikis Kesan Mistis Ritual Pencucian Pusaka

Selasa, 20 November 2018 - 14:41 WIB
Mengikis Kesan Mistis Ritual Pencucian Pusaka
Ritual mencuci pusaka yang dilakukan Yayasan Al-Awaliyah, Padepokan Nur Sedjati, Desa Sumber Kulon, Kecamatan Jatitujuh, Majalengka, Jawa Barat. Foto/SINDOnews/Inin Nastain
A A A
MAJALENGKA - Sejumlah acara digelar oleh berbagai kalangan pada Hari Libur Nasional Maulid Nabi Muhammad SAW ini. Mencuci pusaka adalah salah satu ritual yang rutin dilakukan oleh sekelompok warga.

Hal itu seperti yang dilakukan oleh Yayasan Al-Awaliyah, Padepokan Nur Sedjati, Desa Sumber Kulon, Kecamatan Jatitujuh, Majalengka, Jawa Barat. Dengan dimpimpin oleh pimpinan yayasan, Suhenda, sejumlah anggota padepokan melakukan ritual mencuci pusaka, Selasa (20/11/2018).

Seperti biasa, ritual mencuci pusaka di padepokan itu pun dilengkapi dengan sejumlah jenis bunga, di antaranya melati, mawar, dan kantil. Selain itu, air yang digunakan untuk mencuci pun berasal dari tujuh sumur yang dianggap keramat, yang ada di sekitar desa itu.

"Pusaka ini pusaka yang dikumpulkan dari era Majapahit, Singosari. Yang dari Majapahit, saya dapat dari Cilacap, bentuknya keris," kata Buyut Enda, demikian Suhenda biasa disapa.

Terkait beberapa jenis bunga yang digunakan sebagai pelengkap, dia menjelaskan tidak terlepas dari nilai-nilai filosofi dari nama bunga itu sendiri. "Sebelum cuci pusaka, kami ada doa bersama. (Cuci pusaka) untuk menjaga, merawat besi itu, jangan sampai berkarat," jelas dia.

"Bunga tujuh rupa itu banyak filosofinya. Melati itu melek ing pati (bahasa Jawa, artinya Melihat sampai kematian ), mawar (aja ditawar/jangan ditawar). Kebenaran itu jangan ditawar," lanjut dia.
Mengikis Kesan Mistis Ritual Pencucian Pusaka

Sepintas, rangkaian dalam pencucian pusaka itu mungkin dianggap mistis. Namun, dia menegaskan, hal-hal itu sejatinya bisa dijelaskan secara ilmiah. "Dari rangkaian acara ini, kami ingin masyarakat tidak terfokus pada hal-hal mistisnya. Hal-hal seperti itu, sejatinya bisa dijelaskan secara ilmiah," papar dia.

"Setelah ada pertunjukan, kami juga ada acara keliling desa untuk memberikan pemahaman. Hal-hal yang berbau mistis itu bisa dinalarkan. Seperti cuci pusaka itu ya agar tidak berkarat. Begitu juga beberapa bunga, itu memiliki nilai-nilai filosofisnya, memiliki ajaran-ajaran yang kalau dipahami, sarat dengan makna. Kami tidak ingin masyarakat terkungkung pada hal-hal mistis dan tidak mau memaknai nilai-nilai agung yang dikandungnya," lanjut dia.

Selain cuci pusaka, peringatan Maulid Nabi di Padepon Nur Sedjati pun diisi dengan penampilan musik serta seni tradisional, seperti pentas wayang kulit. Sejumlah talent dari luar Kabupaten Majalengka tercatat ikut ambil bagian dalam acara yang sudah berlangsung sejak empat tahun lalu itu.

"Kami juga ada santunan untuk anak yatim," jelas Tambak Baya, nama lain dari Suhenda.
(zik)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 0.7408 seconds (0.1#10.140)