Ratusan Hotel dan Restoran di Jabar Stop Beroperasi, 25.000 Pekerja Dirumahkan
A
A
A
BANDUNG - Sejak pembatasan sosial diberlak ukan saat pandemi virus Corona atau COVID-19, sedikitnya 575 hotel di Jawa Barat berhenti beroperasi dan 25.000 pekerja dirumahkan. Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Jabar, Dedi Taufik mengungkapkan, berdasarkan laporan dinas pariwisata di tingkat kabupaten/kota, okupansi hotel kini hanya sekitar 5%.
"Okupansi hotel sudah turun drastis, sudah hampir 5%. Biasanya (angka okupansi paling rendah) 50%. Kemudian, hampir 25.000 karyawan industri hotel dan restoran dirumahkan, belum ada yang di PHK," ungkap Dedi dalam keterangan tertulis, Sabtu (9/4/2020).
Sektor lain pun, lanjut Dedi, juga mengalami penurunan. Berdasarkan Informasi dari Gabungan Industri Pariwisata, sekitar 141 restoran dan 342 objek wisata lainnya di Jabar juga tutup. "Di sektor industri kreatif, sebanyak 12.521 orang terdampak, sementara dari sektor kebudayaan dan kesenian jumlah yang terdampar sebanyak 3.041 orang," sebutnya.
Lebih lanjut Dedi mengatakan, para pelaku industri pariwisata di Jabar telah berkoordinasi langsung dengan pemerintah kabupaten/kota untuk menindaklanjuti surat Sekretaris Daerah Nomor 556/563-Sekre tanggal 30 Maret 2020 tentang Tindak lanjut PMK Nomor 23 Tahun 2020 dan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri tentang permohonan kebijakan relaksasi kewajiban perusahaan membayar pajak dan restribusi daerah.
Sementara dalam upaya merealisasikan jaring pengaman sosial, Pemprov Jabar bakal memberikan bantuan kepada para pekerja dan pelaku usaha kecil yang bekerja di sektor pariwisata dan kebudayaan serta industri kreatif yang terdampak langsung pandemi COVID-19. (Baca juga; Pemprov Jabar Pastikan Bantu Pekerja Di-PHK Akibat Wabah Covid-19 )
"Nah kita harus pikirikan di saat emergency kesehatan ini. Rescue itu seperti apa, kan sudah disusun gugus tugas dan sebagainya. Kemudian di emergency ekonominya, di tahap recovery ini kita harus lakukan langkah strategi," papar Dedi.
"Salah satunya kita lagi menghimpun data yang kena dampak (pandemi COVID-19) ini, terutama di tempat destinasi, kemudian UMKM yang tidak bisa jualan, nah itu yang akan kita data, by name by address," tambahnya. (Baca juga; Imbas Corona, 53 Ribu Pekerja di Jabar Diliburkan, Dirumahkan, dan Di-PHK )
Di sisi lain, tambah Dedi, strategi bidang pariwisata dan kebudayaan pada proses mitigasi terdiri dari tiga tahapan. Pertama, tahap tanggap darurat periode Februari hingga Mei dengan cara membentuk tourism crisis center, menunda semua program dan kegiatan serta merelokasi anggaran ke program mitigasi, melakukan identifikasi dampak pada bidang pariwisata, mendukung gerakan sosial dalam bidang pariwisata dan budaya, serta memaksimalkan program go digital/West Java Smart Tourism (SIRARU).
Kedua, tahap pemulihan periode Juni hingga Desember yaitu dengan cara koordinasi risk transfer/risk sharing dampak pariwisata terhadap stakeholdernya, publikasi, promosi, penyelenggaraan MICE dan aktivitas pariwisata dan budaya lainnya, serta dukungan terhadap industri pariwisata dan budaya.
Terakhir, tahap Normaliasai periode Januari hingga Desember 2021, dengan cara publikasi dan promosi total dalam dan luar negeri, penyelenggaraan aktivitas pariwisata dan budaya, serta dukungan terhadap destinasi dan industri pariwisata dan budaya.
"Tapi yang perlu digarisbawahi, periode itu menyesuaikan dengan tren pandemi. Jika memang belum ada penurunan, maka pemulihan belum akan dilakukan. Tentu kita berharap pandemi ini segera berakhir. Makanya, kami juga mengimbau kepada masyarakat untuk ikuti aturan dari pemerintah, seperti social distancing dan work from home," pungkasnya.
"Okupansi hotel sudah turun drastis, sudah hampir 5%. Biasanya (angka okupansi paling rendah) 50%. Kemudian, hampir 25.000 karyawan industri hotel dan restoran dirumahkan, belum ada yang di PHK," ungkap Dedi dalam keterangan tertulis, Sabtu (9/4/2020).
Sektor lain pun, lanjut Dedi, juga mengalami penurunan. Berdasarkan Informasi dari Gabungan Industri Pariwisata, sekitar 141 restoran dan 342 objek wisata lainnya di Jabar juga tutup. "Di sektor industri kreatif, sebanyak 12.521 orang terdampak, sementara dari sektor kebudayaan dan kesenian jumlah yang terdampar sebanyak 3.041 orang," sebutnya.
Lebih lanjut Dedi mengatakan, para pelaku industri pariwisata di Jabar telah berkoordinasi langsung dengan pemerintah kabupaten/kota untuk menindaklanjuti surat Sekretaris Daerah Nomor 556/563-Sekre tanggal 30 Maret 2020 tentang Tindak lanjut PMK Nomor 23 Tahun 2020 dan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri tentang permohonan kebijakan relaksasi kewajiban perusahaan membayar pajak dan restribusi daerah.
Sementara dalam upaya merealisasikan jaring pengaman sosial, Pemprov Jabar bakal memberikan bantuan kepada para pekerja dan pelaku usaha kecil yang bekerja di sektor pariwisata dan kebudayaan serta industri kreatif yang terdampak langsung pandemi COVID-19. (Baca juga; Pemprov Jabar Pastikan Bantu Pekerja Di-PHK Akibat Wabah Covid-19 )
"Nah kita harus pikirikan di saat emergency kesehatan ini. Rescue itu seperti apa, kan sudah disusun gugus tugas dan sebagainya. Kemudian di emergency ekonominya, di tahap recovery ini kita harus lakukan langkah strategi," papar Dedi.
"Salah satunya kita lagi menghimpun data yang kena dampak (pandemi COVID-19) ini, terutama di tempat destinasi, kemudian UMKM yang tidak bisa jualan, nah itu yang akan kita data, by name by address," tambahnya. (Baca juga; Imbas Corona, 53 Ribu Pekerja di Jabar Diliburkan, Dirumahkan, dan Di-PHK )
Di sisi lain, tambah Dedi, strategi bidang pariwisata dan kebudayaan pada proses mitigasi terdiri dari tiga tahapan. Pertama, tahap tanggap darurat periode Februari hingga Mei dengan cara membentuk tourism crisis center, menunda semua program dan kegiatan serta merelokasi anggaran ke program mitigasi, melakukan identifikasi dampak pada bidang pariwisata, mendukung gerakan sosial dalam bidang pariwisata dan budaya, serta memaksimalkan program go digital/West Java Smart Tourism (SIRARU).
Kedua, tahap pemulihan periode Juni hingga Desember yaitu dengan cara koordinasi risk transfer/risk sharing dampak pariwisata terhadap stakeholdernya, publikasi, promosi, penyelenggaraan MICE dan aktivitas pariwisata dan budaya lainnya, serta dukungan terhadap industri pariwisata dan budaya.
Terakhir, tahap Normaliasai periode Januari hingga Desember 2021, dengan cara publikasi dan promosi total dalam dan luar negeri, penyelenggaraan aktivitas pariwisata dan budaya, serta dukungan terhadap destinasi dan industri pariwisata dan budaya.
"Tapi yang perlu digarisbawahi, periode itu menyesuaikan dengan tren pandemi. Jika memang belum ada penurunan, maka pemulihan belum akan dilakukan. Tentu kita berharap pandemi ini segera berakhir. Makanya, kami juga mengimbau kepada masyarakat untuk ikuti aturan dari pemerintah, seperti social distancing dan work from home," pungkasnya.
(wib)