Raja Kertanegara dan Ritual Minum Arak serta Seks

Minggu, 19 April 2015 - 05:00 WIB
Raja Kertanegara dan Ritual Minum Arak serta Seks
Raja Kertanegara dan Ritual Minum Arak serta Seks
A A A
Sri Maharaja Kertanagara atau yang lebih dikenal sebagai Raja Kertanegara adalah raja terakhir dan terkenal yang memerintah Kerajaan Singhasari. Kertanagara naik takhta Singhasari tahun 1268 menggantikan ayahnya, Wisnuwardhana.

Prabu Kertanegara dipandang sebagai penguasa Jawa pertama yang berambisi ingin menyatukan wilayah Nusantara.

Untuk mewujudkan ambisinya, dilaksanakanlah ekspedisi Pamalayu (Pamalayu bermakna perang Malayu) yang bertujuan untuk menaklukkan kerajaan-kerajaan di Sumatera sehingga dapat memperkuat pengaruhnya di Selat Malaka yang merupakan jalur ekonomi dan politik penting.

Ekspedisi ini juga bertujuan untuk menghadang pengaruh kekuasaan Mongol yang telah menguasai hampir seluruh daratan Asia kala itu.

Beberapa catatan sejarah menyebutkan bahwa Ekspedisi Pamalayu ini bertujuan untuk menjalin kekuatan untuk menghadapi bangsa Mongol dari Dinasti Yuan yang berkedudukan di Khanbalik (Beijing sekarang).

Saat itu Dinasti Yuan atau dikenal sebagai Kekaisaran Mongolia sedang melakukan ekspansi wilayah bahkan memiliki bentangan yang cukup luas, dari Korea hingga Rusia (Kievan Rus), Timur-Tengah (menghancurkan dinasti Abbasiyah di Baghdad) dan Eropa Timur.

Pada tahun-tahun itu, Emperium Mongol ini berusaha mengadakan perluasan diantaranya ke Jepang dan Jawa.

Jadi maksud ekspedisi ini adalah untuk menghadang langsung armada Mongol agar tidak masuk ke perairan Jawa.

Saat bersinggungan dengan Mongol inilah Kertanegara yang menganut Buddha ini mengenal aliran Tantrayana kiri.

Istilah Tantrayana ini berasal dari akar kata “Tan” yang artinya memaparkan kesaktian atau kekuatan daripada dewa.

Di India penganut Tantrisme banyak terdapat di India Selatan dibandingkan dengan India Utara. Tantra adalah suatu kombinasi yang unik antara mantra, upacara dan pemujaan secara total.

Menurut Nagarakretagama, Kertanagara dikisahkan sebagai seorang yang bebas dari segala dosa. Bahkan, salah satu ritual Tantrayana kiri adalah berpesta minuman keras dan seks demi mencapai pencerahan atau nirwana.

Namun ritual ini hanya dilakukan Kertanegara untuk mencapai pencerahan demi kemakmuran negara dan rakyat serta dalam menangkal serangan musuh. Jadi bukan untuk kesenangan pribadi atau kenikmatan duniawi semata.

Konon ritual ini mulai dilakukan Kertanegara karena dia mendapatkan kabar jika kehebatan Kubilai Khan yang berhasil menaklukan sebagian daratan Eropa dan Asia ternyata berasal dari kekuatan gaib ritual Tantrik yang dipelajari Raja Mongolia ini dari seorang biksu Tibet.

Kemudian Kertanegara mulai mendatangkan para spriritualist ahli Tantra dari Champa (Kamboja) yang berupa gadis-gadis muda yang menawan atau yoginis.

Ritual tersebut dilakukan Kertanegara di bangsal perempuan istananya dengan melibatkan para bawahannya dengan berpasang-pasangan baik laki-laki dan perempuan serta minuman keras.

Para peserta memakai topeng agar identitas mereka tersamarkan. Dalam praktiknya sejumlah peserta yang terdiri dari menteri dan hulubalang Singhasari ini mengikuti ritual dengan taat untuk menguji kemampuan menahan godaan nafsu duniawi demi meraih jalan menuju nirwana.

Namun beberapa yang lain merasa malu atau malah terangsang oleh kenikmatan alkohol dan seks. Tentunya ini bertolak belakang dengan tujuan spritual dari Prabu Kertanegara.

Kertanegara menyakini ritual Tantra kiri yang dilakukannya untuk pencerahan juga dilakukan oleh Kubilai Khan demi mendapatkan bantuan Dewi Kali yang dalam tahapannya menjelma sebagai ibusuri kegelapan.

Sehingga pasukan Kubilai Khan dapat dengan mudah menguasai negara yang diserangnya.

Ritual ini lalu rutin dilakukan sang raja, bahkan hingga pada akhir kekuasaannya ketika diserang oleh Jayakatwang penguasa Kediri, sang Prabu juga sedang melaksanakan upacara Tantrayana bersama Mahapatih dan pendeta terkenal.

Kertanegara nyatanya tidak memperhitungkan bahaya dari dalam negerinya sendiri karena berkonsentrasi terhadap serangan Bangsa Mongol.

Ribuan pasukan Kediri yang melakukan penyerangan ke Ibukota Singhasari akhirnya dapat mencapai bangsal perempuan tempat Kertanegara melakukan ritual Tantra.

Para penyerbu yang beringas ini dikejutkan dengan pemandangan yang menurut mereka memalukan.

Karena raja, ratu dan sejumlah warga keraton berada dalam berbagai pose yang ganjil dengan busana yang awut awutan.

Mereka menenggak bergelas-gelas tuak berasyik masyuk bersama para yoginis muda dari Champa.

Lalu para penyerbu dari Kediri ini mengamuk dan membantai seisi ruangan tersebut termasuk Prabu Kertanegara dan permaisurinya. Wallahualam bissawab

Sumber :
- Buku Gayatri Rajapatni, Earl Drake, Penerbit Ombak, 2012.
- Wikipedia dan diolah dari berbagai sumber.
(sms)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.8696 seconds (0.1#10.140)