Ritual Mattimpa Bubung, Mensucikan Warga Desa Patangnga

Selasa, 16 Desember 2014 - 07:51 WIB
Ritual Mattimpa Bubung, Mensucikan Warga Desa Patangnga
Ritual Mattimpa Bubung, Mensucikan Warga Desa Patangnga
A A A
DUA sumur keramat di Dusun Pantangnga, Desa Patangnga, Kecamatan Tellusiattinge, Kabupaten Bone, yang berjarak kurang lebih 40 Km dari kota Watampone, tiba-tiba ramai oleh ratusan warga.

Ternyata, hari itu, Senin 15 Desember 2014, ada ritual adat dan tradisi mattimpa bubung. Tradisi ini merupakan ciri khas masyarakat Desa Patangnga, setiap panen raya, sebagai bentuk puji syukur terhadap alam.

Mattimpa bubung diambil dari bahasa Bugis yang berarti membersihkan sumur dengan cara mengeluarkan airnya dengan memakai timba. Tradisi ini dilaksanakan secara turun temurun, dan dilestarikan oleh masyarakat setempat.

Pantauan di lokasi, ratusan warga dari berbagai kalangan, baik penduduk setempat, dan luar daerah, memadati areal dua sumur tua seluas 5x3 meter. Kedua sumur itu bernama bubung burane (sumur lelaki) dan bubung makkunrai (sumur perempuan).

Pada hari biasa, sumur yang berada di Dusun Patangnga, Desa Patangnga, Kecamatan Tellusiattinge, ini digunakan oleh masyarakat sekitar dan masyarakat desa tetangga sebagai tempat pemandian.

Pada prosesi ini, para lelaki bekerja membersihkan kedua sumur dengan cara menguras airnya dengan timba, ember, dan peralatan tradisional lainnya. Sumur dikeringkan, dan dibersihkan dari lumpur yang mengendap di dasar sumur.

Sementara para perempuan, bekerja menyiapkan panganan khas yang selalu disediakan setiap ritual yang disebut lawa bura.

Ritual itu sendiri melibatkan seluruh masyarakat Patangnga, sehingga terlihat ramai. Apalagi dipadati pengunjung dari daerah lainnya yang khusus datang untuk menyaksikan ritual itu.

Lawa bura merupakan makanan yang bahan dasarnya inti batang pisang, lalu dicampur dengan ikan mentah sebagai lauk. Makanan ini disediakan khusus pada saat ritual. Rasanya, ehm, anda harus datang dan nikmati sendiri.

Salah seorang tokoh masyarakat setempat, Muhammad Tahir yang merupakan mantan Kepala Desa Patangnga mengatakan, kedua sumur yang dibersihkan ini merupakan sumur yang dikeramatkan warga.

"Yang satu dinamakan sumur lelaki (bubung purane), dan yang satunya sumur perempuan (bubung makkunrai)," katanya, saat ditemui di lokasi kejadian, Senin (15/12/2014).

Kedua sumur tersebut, katanya, sudah ada sejak zaman dahulu. Sejarah yang berkembang di masyarakat, sumur itu dibuat untuk memisahkan agar pria, dan wanita yang mandi di tempat ini tidak berbuat mesum. Mereka yang berani melanggar, akan dibuang.

"Sumur pria dibuat untuk warga yang berjenis kelamin pria, dan tidak boleh ada perempuan yang mandi, ataupun melakukan aktivitas lain di sumur ini. Sebaliknya juga begitu. Jika melanggar, maka akan diasingkan dari desa ini," ungkapnya.

Ritual adat ini, digelar sekali tiap tiga kali panen raya. Kegiatan ini merupakan tradisi pesta rakyat yang boleh diikuti oleh semua warga, baik tua, muda, kecil, dewasa, pria, dan wanita.

"Ritual mattimpa bubung menyimbolkan pensucian diri warga Desa Patangnga, dan sebagai tanda kesyukuran warga atas panen raya yang diterima. Setelah kedua sumur bersih, warga akan mabbaca-baca (membaca doa) dan makan lawa bura," tegasnya.

Ritual ini juga kadang diwarnai dengan perang lumpur oleh para pria yang menguras sumur. Aksi perang lumpur ini menambah semarak tradisi mattimpa bubung, dan menambah keakraban masyarakat setempat.
(san)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4513 seconds (0.1#10.140)