Kampung Inggris di Kediri yang Mendunia (Bagian 1)
A
A
A
KEDIRI - KAMPUNG Inggris di Kecamatan Pare, Kediri, Jawa Timur, tak hanya beken di Indonesia. Kampung ini sudah mendunia. Itu karena alumnusnya tersebar hampir di semua mancanegara. Mereka menjadi TKI, mahasiswa, pelajar, diplomat, hingga pejabat.
Memasuki Kampung Inggris di Desa Tulungrejo dan Desa Singgahan, Kecamatan Pare, Kediri, jangan membayangkan banyak bule atau turis asing berseliweran seperti kota-kota wisata Kuta, Yogyakarta, atau kota turis lainnya.
Pemandangan di sepanjang Jalan Brawijaya, Jalan Kemuning, Jalan Anyelir, dan sekitarnya yang dikenal sebagai Kampung Inggris justru didominasi pengendara sepeda pancal, deretan warung menyediakan aneka menu, kafe, deretan toko, warung internet, dan lembaga kursus bahasa Inggris.
Juga deretan ATM aneka bank, jasa laundry, spanduk, dan banner yang jor-joran menawarkan rumah kos murah.
"Sepeda bisa disewa dengan harga murah. Umumnya Rp80 ribu per bulan. Mereka yang kos di sini (Kampung Inggris) alat transportasinya menuju tempat les maupun kegiatan keseharian ya pakai sepeda pancal," tutur Mery, salah pemilik rumah kos di Kampung Inggris.
Umumnya, mereka yang kursus bahasa Inggris dari luar Pare, mulai Aceh sampai Papua. Makanya, mereka perlu tempat kos. Karena itu pula warga membuka kos-kosan.
"Hampir tidak ada rumah yang tidak di kos-kan. Bahkan lahan kosong dipermak jadi tempat kursus, warung, kafe dan disewakan tempat lainnya seperti pertokoan dan perbankan," ujar Mery yang memiliki 10 kamar kos.
Masing-masing kamar dihuni empat orang. Pendeknya, meski Pare hanya sebuah kecamatan tapi berkat Kampung Inggris-nya, semua kebutuhan mereka yang kos di Pare tersedia. Jadilah kota Kecamatan Pare yang mini tapi super lengkap.
Menjelang malam, Pare tetap 'hidup'. Hampir semua warung dan kafe diserbu para pendatang yang memang kos di sekitar Kampung Inggris. "Wah, kalau malam ramainya minta ampun," tambah Mery.
Makanan di warung pun harganya super murah. Dengan mengeluarkan uang Rp5.000 sudah dapat seporsi nasi pecel, bakso, atau soto plus minum air putih.
Bagitu juga tempat kos. Tinggal pilih, ada yang kos 'English Area' yang mewajibkan penghuninya berkomunikasi dengan bahasa Inggris dan diawasi semacam tutor. Biaya kosnya cukup terjangkau, antara Rp250 ribu sampai Rp400 ribu per bulan per kepala.
Ada juga kos yang bertarif sekitar Rp200 ribu per bulan.Kamar kos ini tidak diwajibkan pakai bahasa Inggris saat berkomunikasi.
Bahkan, untuk kursus di Basic English Course (BEC) yang merupakan lembaga pelopor kursus bahasa Inggris di Kampung Inggris, hanya dipungut biaya Rp200 ribu per bulan. "Ongkos pendaftarannya pun hanya Rp500 ribu. Itu sudah termasuk bayar iuran satu bulan kursus," kata Syasa, petugas penerima pendaftaran BEC kepada Sindonews.
BEC yang berdiri tahun 1977 sudah menelurkan 21 ribu alumnus yang tersebar di mancanegara. "Banyak yang sebelum kerja atau belajar ke luar negeri kursus bahasa Inggris dulu di Pare," tambah Syasa.
Antusiasme peserta kursus bahasa Inggris sangat tinggi. BEC yang membuka per tiga bulan selalu penuh bahkan harus menolak peserta. Padahal, setiap angkatan per tiga bulan minimal pesertanya sekitar 400 orang.
Akibat membeludaknya peserta kursus, BEC membuka dua cabang lagi, yakni Happy English Course (HEC 2) dan Effective English Conversation Course (EECC).
Karena juga tidak menampung, kini bermunculan lembaga kursus bahasa Inggris lainnya. Kini, tercatat sedikitnya ada 120 lembaga kursus bahasa Inggris dengan beragam metode pengajaran di Kecamatan Pare.
Tak hanya tiga bulanan, ada yang membuka kursus satu bulan, dua minggu, bahkan satu minggu. Semua disesuaikan dengan kebutuhan mereka yang kursus.
Para alumnus kursus bahasa Inggris di Pare banyak yang kemudian bergabung induknya sebagai pengajar dan ada juga yang membuka tempat kursus baru. Karena ada ribuan alumnus, lahirlah ratusan lembaga kursus bahasa Inggris baru dengan beragam variasi dan metode pengajarannya.
Tapi, tak sedikit alumnus yang membuka layanan sewa sepeda, warung bakso, warung pecel, lele, soto, warung internet, jasa laundry, kafe, dan kos-kosan.
Maka, tak heran jika ada penjaga warung pecel lele atau warung bakso bisa dan fasih bahasa Inggris. Dari situlah Pare dan perkampunganya dikenal sebagai Kampung Inggris. (Bersambung)
PILIHAN:
Melihat Kehidupan Warga Berkebutuhan Khusus di Ponorogo
Memasuki Kampung Inggris di Desa Tulungrejo dan Desa Singgahan, Kecamatan Pare, Kediri, jangan membayangkan banyak bule atau turis asing berseliweran seperti kota-kota wisata Kuta, Yogyakarta, atau kota turis lainnya.
Pemandangan di sepanjang Jalan Brawijaya, Jalan Kemuning, Jalan Anyelir, dan sekitarnya yang dikenal sebagai Kampung Inggris justru didominasi pengendara sepeda pancal, deretan warung menyediakan aneka menu, kafe, deretan toko, warung internet, dan lembaga kursus bahasa Inggris.
Juga deretan ATM aneka bank, jasa laundry, spanduk, dan banner yang jor-joran menawarkan rumah kos murah.
"Sepeda bisa disewa dengan harga murah. Umumnya Rp80 ribu per bulan. Mereka yang kos di sini (Kampung Inggris) alat transportasinya menuju tempat les maupun kegiatan keseharian ya pakai sepeda pancal," tutur Mery, salah pemilik rumah kos di Kampung Inggris.
Umumnya, mereka yang kursus bahasa Inggris dari luar Pare, mulai Aceh sampai Papua. Makanya, mereka perlu tempat kos. Karena itu pula warga membuka kos-kosan.
"Hampir tidak ada rumah yang tidak di kos-kan. Bahkan lahan kosong dipermak jadi tempat kursus, warung, kafe dan disewakan tempat lainnya seperti pertokoan dan perbankan," ujar Mery yang memiliki 10 kamar kos.
Masing-masing kamar dihuni empat orang. Pendeknya, meski Pare hanya sebuah kecamatan tapi berkat Kampung Inggris-nya, semua kebutuhan mereka yang kos di Pare tersedia. Jadilah kota Kecamatan Pare yang mini tapi super lengkap.
Menjelang malam, Pare tetap 'hidup'. Hampir semua warung dan kafe diserbu para pendatang yang memang kos di sekitar Kampung Inggris. "Wah, kalau malam ramainya minta ampun," tambah Mery.
Makanan di warung pun harganya super murah. Dengan mengeluarkan uang Rp5.000 sudah dapat seporsi nasi pecel, bakso, atau soto plus minum air putih.
Bagitu juga tempat kos. Tinggal pilih, ada yang kos 'English Area' yang mewajibkan penghuninya berkomunikasi dengan bahasa Inggris dan diawasi semacam tutor. Biaya kosnya cukup terjangkau, antara Rp250 ribu sampai Rp400 ribu per bulan per kepala.
Ada juga kos yang bertarif sekitar Rp200 ribu per bulan.Kamar kos ini tidak diwajibkan pakai bahasa Inggris saat berkomunikasi.
Bahkan, untuk kursus di Basic English Course (BEC) yang merupakan lembaga pelopor kursus bahasa Inggris di Kampung Inggris, hanya dipungut biaya Rp200 ribu per bulan. "Ongkos pendaftarannya pun hanya Rp500 ribu. Itu sudah termasuk bayar iuran satu bulan kursus," kata Syasa, petugas penerima pendaftaran BEC kepada Sindonews.
BEC yang berdiri tahun 1977 sudah menelurkan 21 ribu alumnus yang tersebar di mancanegara. "Banyak yang sebelum kerja atau belajar ke luar negeri kursus bahasa Inggris dulu di Pare," tambah Syasa.
Antusiasme peserta kursus bahasa Inggris sangat tinggi. BEC yang membuka per tiga bulan selalu penuh bahkan harus menolak peserta. Padahal, setiap angkatan per tiga bulan minimal pesertanya sekitar 400 orang.
Akibat membeludaknya peserta kursus, BEC membuka dua cabang lagi, yakni Happy English Course (HEC 2) dan Effective English Conversation Course (EECC).
Karena juga tidak menampung, kini bermunculan lembaga kursus bahasa Inggris lainnya. Kini, tercatat sedikitnya ada 120 lembaga kursus bahasa Inggris dengan beragam metode pengajaran di Kecamatan Pare.
Tak hanya tiga bulanan, ada yang membuka kursus satu bulan, dua minggu, bahkan satu minggu. Semua disesuaikan dengan kebutuhan mereka yang kursus.
Para alumnus kursus bahasa Inggris di Pare banyak yang kemudian bergabung induknya sebagai pengajar dan ada juga yang membuka tempat kursus baru. Karena ada ribuan alumnus, lahirlah ratusan lembaga kursus bahasa Inggris baru dengan beragam variasi dan metode pengajarannya.
Tapi, tak sedikit alumnus yang membuka layanan sewa sepeda, warung bakso, warung pecel, lele, soto, warung internet, jasa laundry, kafe, dan kos-kosan.
Maka, tak heran jika ada penjaga warung pecel lele atau warung bakso bisa dan fasih bahasa Inggris. Dari situlah Pare dan perkampunganya dikenal sebagai Kampung Inggris. (Bersambung)
PILIHAN:
Melihat Kehidupan Warga Berkebutuhan Khusus di Ponorogo
(zik)