Pakubuwono X, Pemilik Mobil Pertama di Indonesia
A
A
A
Tak banyak yang tahu, jika Sunan Pakubuwono X ternyata pemilik mobil pertama di Indonesia. Bagaimana ceritanya?
Mobilnya bermerk Benz Phaeton, beroda empat. Raja Keraton Solo tersebut membelinya pada 1894. Untuk memiliki sebuah mobil, saat itu, ternyata harus indent. Sebab, diperlukan waktu satu tahun lamanya untuk membuatnya.
Tipe mobil yang dipesan ini memiliki banyak variasi dan dibuat sesuai dengan pesanan. Penjualnya adalah John.C.Potter, seorang penjual mobil (sales) pertama di Indonesia yang mendapat kepercayaan untuk mengurusi pengirimannya dari Eropa.
Menariknya, keberadaan mobil tersebut hanya berselang delapan tahun setelah Karl Benz membuat mobilnya yang pertama, dan diakui sebagai mobil pertama di dunia.
Mobil Benz Phaeton yang dipesan dari Eropa seharga 10.000 gulden itu menyandang mesin 1 silinder, 2.0 liter, bertenaga 5 hp, menggunakan roda kayu dan ban mati (ban tanpa udara), serta dapat memuat 8 orang penumpang.
Masuknya mobil pertama ke Surakarta pada 1894, membuat Indonesia berada dua tahun di depan sang penjajah Belanda, yang baru menerima mobil pertamanya di Den Haag pada tahun 1896.
Begitu juga, jauh lebih awal dari Thailand yang menerima mobil dengan merk Benz Phaeton yang pertama kali, pada tanggal 19 Desember 1904. Mobil tersebut diperuntukkan bagi Raja Thailand Chulalongkorn (Rama V).
Mobil itu dipesan Duta Besar Thailand untuk Prancis dari Automobile-Union Paris, milik Emil Jellinek yang terletak di 39 Avenue des Champs Elysees, Paris.
Mobil Benz Phaeton milik Pakubuwono X, terakhir terlihat di muka umum pada 1924, sewaktu mobil itu akan dikapalkan ke Belanda melalui pelabuhan Semarang untuk diikutsertakan dalam pameran mobil RAI.
Tidak diketahui di mana keberadaan mobil tersebut sekarang, tapi mobil serupa bisa ditemukan di Museum Mobil Leidschendam, Belanda bagian selatan.
Pada tahun 1907, salah seorang keluarga raja lain di Solo, Kanjeng Raden Sosrodiningrat membeli sebuah mobil merk Daimler.
Mobil merk ini memang tergolong mobil mahal dan hanya dimiliki oleh orang-orang berkedudukan tinggi. Mobil ini bekerja dengan empat silinder sama dengan kendaraan yang dipakai oleh Gubernur Jenderal di Batavia.
Bahkan, ada kabar bahwa dibelinya mobil Daimler tersebut oleh keluarga PB X Surakarta, disebabkan karena PB X tidak mau kalah gengsi dengan Gubernur Jenderal.
Sebelumnya, ketika Gubernur masih menggunakan mobil merk Fiat atau sebuah kereta yang ditarik dengan 40 ekor kuda, tidak seorang pun berani menyainginya.
Tetapi tiba-tiba saja PB X Solo memesan mobil dari pabrik dan merk yang sama, Kanjeng Raden Sosrodiningrat memesan mobil Daimlernya lewat Prottel & Co.
Orang Indonesia lainnya, yang juga dari keluarga kesultanan yang memiliki mobil pribadi ialah Sultan Ternate pada tahun 1913.
Keinginannya untuk memiliki dan mengendarai sendiri “kereta setan”, setelah merasakan nikmatnya duduk di kendaraan merk King Dick yang dibawa oleh seorang Belanda dalam perjalanan keliling Maluku.
Sultan begitu terkesan dan langsung memesan sebuah mobil yang disesuaikan dengan kondisi daerahnya, tidak seperti King Dick yang beroda tiga, tetapi Sultan Ternate menginginkan kendaraan roda empat yang bisa dibawa kemana saja bila ia inginkan.
Ada juga orang Indonesia yang lain, sebagai pemilik mobil pertama untuk daerahnya, di Pekalongan. Namanya, Raden Mas Ario Tjondro, Bupati Brebes.
Di tahun 1904 mobilnya sudah kelihatan mondar-mandir di kotanya. Mobilnya merk Orient Backboard, mobil ini dilengkapi dengan persneling maju dan mundur. Tetapi hanya memiliki satu silinder dan berkekuatan delapan PK, serta menggunakan rantai untuk menggerakan roda-rodanya.
Pada 1902, mobil pertama hadir di Pulau Sumatera. Mobil itu adalah Benz milik Prof Dr W Schrüffner di Medan, yang kemudian menjadi Kepala Deli Automobile Club. Mobil Benz itu bermesin 2 silinder, berpendingin air, bertenaga 5 hp.
Lampu depannya menggunakan sepasang lentera. Prof Dr W Schrüffner membeli mobil Benz-nya yang kedua pada 1910, yakni sebuah Benz Persival, sedangkan British Daimler yang bertenaga 38 hp dimiliki FA Folkersma di pabrik gula Ketanen, Gempolkerep, Mojokerto, Jawa Timur.
Ramainya pasar jual-beli mobil, menggugah minat para pengusaha kuat untuk bertindak sebagai importir mobil. Gagasan untuk terjun ke dalam dunia dagang sektor impor kurun waktu itu memang masih sangat langka.
Disamping belum adanya kepastian hukum, juga semangat beli masih bisa dihitung dengan jari. Maka bermunculanlah perusahan-perusahaan baru yang menjanjikan jasa kepengurusan pengiriman mobil dari negeri asal, baik dari Eropa maupun dari Amerika.
Namun, hanya ada beberapa nama saja yang bisa bertahan sampai tahun-tahun menjelang Perang Dunia ke II.
Diantara mereka adalah R.S Stockvis & Zonnen Ltd, yang tidak hanya mengurus pesanan mobil-mobil Eropa maupun Amerika, tetapi juga menyediakan suku-suku cadang lain yang diperlukan untuk mobil dan motor. Juga nama Verwey & Lugard dan Velodrome yang berkantor pusat di Surabaya.
Nama-nama lain yang kurang menerima pesanan impor seperti pemilik mobil O’herne yang juga memiliki mobil Peugeot juga akhirnya berminat menjadi perantara importir mobil seperti merk yang dimilikinya.
Juga nama H Jonkhoff yang berangkat dari pengusaha Piano kemudian menanamkan modalnya untuk bertindak sebagai agen impor mobil dari Amerika seperti merk Ford, Studebaker dan mobil-mobil keluaran Jerman, Darraq, Benz, Brasier, Berliet dan lainnya.
Ada juga usaha untuk mendatangkan mobil-mobil Italia dan Perancis yang pada saat itu, di Batavia kurang mendapat pasaran.
Namun ternyata, setelah ditangani dengan publikasi/promosi yang baik produksi kedua negara tersebut jadi banyak dibeli, terutama mobil merk Fiat yang mungil bentuknya namun bertenaga besar.
Cabang para importir mobil tersebut bukan hanya di Batavia dan Surabaya, tetapi ada juga di Semarang, Bandung, Medan, dan kota lainnya.
Sumber: tanah-pinem.blogspot.com (diolah dari berbagai sumber)
Mobilnya bermerk Benz Phaeton, beroda empat. Raja Keraton Solo tersebut membelinya pada 1894. Untuk memiliki sebuah mobil, saat itu, ternyata harus indent. Sebab, diperlukan waktu satu tahun lamanya untuk membuatnya.
Tipe mobil yang dipesan ini memiliki banyak variasi dan dibuat sesuai dengan pesanan. Penjualnya adalah John.C.Potter, seorang penjual mobil (sales) pertama di Indonesia yang mendapat kepercayaan untuk mengurusi pengirimannya dari Eropa.
Menariknya, keberadaan mobil tersebut hanya berselang delapan tahun setelah Karl Benz membuat mobilnya yang pertama, dan diakui sebagai mobil pertama di dunia.
Mobil Benz Phaeton yang dipesan dari Eropa seharga 10.000 gulden itu menyandang mesin 1 silinder, 2.0 liter, bertenaga 5 hp, menggunakan roda kayu dan ban mati (ban tanpa udara), serta dapat memuat 8 orang penumpang.
Masuknya mobil pertama ke Surakarta pada 1894, membuat Indonesia berada dua tahun di depan sang penjajah Belanda, yang baru menerima mobil pertamanya di Den Haag pada tahun 1896.
Begitu juga, jauh lebih awal dari Thailand yang menerima mobil dengan merk Benz Phaeton yang pertama kali, pada tanggal 19 Desember 1904. Mobil tersebut diperuntukkan bagi Raja Thailand Chulalongkorn (Rama V).
Mobil itu dipesan Duta Besar Thailand untuk Prancis dari Automobile-Union Paris, milik Emil Jellinek yang terletak di 39 Avenue des Champs Elysees, Paris.
Mobil Benz Phaeton milik Pakubuwono X, terakhir terlihat di muka umum pada 1924, sewaktu mobil itu akan dikapalkan ke Belanda melalui pelabuhan Semarang untuk diikutsertakan dalam pameran mobil RAI.
Tidak diketahui di mana keberadaan mobil tersebut sekarang, tapi mobil serupa bisa ditemukan di Museum Mobil Leidschendam, Belanda bagian selatan.
Pada tahun 1907, salah seorang keluarga raja lain di Solo, Kanjeng Raden Sosrodiningrat membeli sebuah mobil merk Daimler.
Mobil merk ini memang tergolong mobil mahal dan hanya dimiliki oleh orang-orang berkedudukan tinggi. Mobil ini bekerja dengan empat silinder sama dengan kendaraan yang dipakai oleh Gubernur Jenderal di Batavia.
Bahkan, ada kabar bahwa dibelinya mobil Daimler tersebut oleh keluarga PB X Surakarta, disebabkan karena PB X tidak mau kalah gengsi dengan Gubernur Jenderal.
Sebelumnya, ketika Gubernur masih menggunakan mobil merk Fiat atau sebuah kereta yang ditarik dengan 40 ekor kuda, tidak seorang pun berani menyainginya.
Tetapi tiba-tiba saja PB X Solo memesan mobil dari pabrik dan merk yang sama, Kanjeng Raden Sosrodiningrat memesan mobil Daimlernya lewat Prottel & Co.
Orang Indonesia lainnya, yang juga dari keluarga kesultanan yang memiliki mobil pribadi ialah Sultan Ternate pada tahun 1913.
Keinginannya untuk memiliki dan mengendarai sendiri “kereta setan”, setelah merasakan nikmatnya duduk di kendaraan merk King Dick yang dibawa oleh seorang Belanda dalam perjalanan keliling Maluku.
Sultan begitu terkesan dan langsung memesan sebuah mobil yang disesuaikan dengan kondisi daerahnya, tidak seperti King Dick yang beroda tiga, tetapi Sultan Ternate menginginkan kendaraan roda empat yang bisa dibawa kemana saja bila ia inginkan.
Ada juga orang Indonesia yang lain, sebagai pemilik mobil pertama untuk daerahnya, di Pekalongan. Namanya, Raden Mas Ario Tjondro, Bupati Brebes.
Di tahun 1904 mobilnya sudah kelihatan mondar-mandir di kotanya. Mobilnya merk Orient Backboard, mobil ini dilengkapi dengan persneling maju dan mundur. Tetapi hanya memiliki satu silinder dan berkekuatan delapan PK, serta menggunakan rantai untuk menggerakan roda-rodanya.
Pada 1902, mobil pertama hadir di Pulau Sumatera. Mobil itu adalah Benz milik Prof Dr W Schrüffner di Medan, yang kemudian menjadi Kepala Deli Automobile Club. Mobil Benz itu bermesin 2 silinder, berpendingin air, bertenaga 5 hp.
Lampu depannya menggunakan sepasang lentera. Prof Dr W Schrüffner membeli mobil Benz-nya yang kedua pada 1910, yakni sebuah Benz Persival, sedangkan British Daimler yang bertenaga 38 hp dimiliki FA Folkersma di pabrik gula Ketanen, Gempolkerep, Mojokerto, Jawa Timur.
Ramainya pasar jual-beli mobil, menggugah minat para pengusaha kuat untuk bertindak sebagai importir mobil. Gagasan untuk terjun ke dalam dunia dagang sektor impor kurun waktu itu memang masih sangat langka.
Disamping belum adanya kepastian hukum, juga semangat beli masih bisa dihitung dengan jari. Maka bermunculanlah perusahan-perusahaan baru yang menjanjikan jasa kepengurusan pengiriman mobil dari negeri asal, baik dari Eropa maupun dari Amerika.
Namun, hanya ada beberapa nama saja yang bisa bertahan sampai tahun-tahun menjelang Perang Dunia ke II.
Diantara mereka adalah R.S Stockvis & Zonnen Ltd, yang tidak hanya mengurus pesanan mobil-mobil Eropa maupun Amerika, tetapi juga menyediakan suku-suku cadang lain yang diperlukan untuk mobil dan motor. Juga nama Verwey & Lugard dan Velodrome yang berkantor pusat di Surabaya.
Nama-nama lain yang kurang menerima pesanan impor seperti pemilik mobil O’herne yang juga memiliki mobil Peugeot juga akhirnya berminat menjadi perantara importir mobil seperti merk yang dimilikinya.
Juga nama H Jonkhoff yang berangkat dari pengusaha Piano kemudian menanamkan modalnya untuk bertindak sebagai agen impor mobil dari Amerika seperti merk Ford, Studebaker dan mobil-mobil keluaran Jerman, Darraq, Benz, Brasier, Berliet dan lainnya.
Ada juga usaha untuk mendatangkan mobil-mobil Italia dan Perancis yang pada saat itu, di Batavia kurang mendapat pasaran.
Namun ternyata, setelah ditangani dengan publikasi/promosi yang baik produksi kedua negara tersebut jadi banyak dibeli, terutama mobil merk Fiat yang mungil bentuknya namun bertenaga besar.
Cabang para importir mobil tersebut bukan hanya di Batavia dan Surabaya, tetapi ada juga di Semarang, Bandung, Medan, dan kota lainnya.
Sumber: tanah-pinem.blogspot.com (diolah dari berbagai sumber)
(lis)