Akhir Tragis Raja Kertanegara di Tangan Pasukan Kediri usai Ritual Seks Tantra

Sabtu, 19 November 2022 - 05:00 WIB
loading...
Akhir Tragis Raja Kertanegara di Tangan Pasukan Kediri usai Ritual Seks Tantra
ilustrasi
A A A
Pasukan Singasari kewalahan saat Kediri menyerang ibu kota kerajaan. Serangan itu datang dari dua arah yang tak disangka-sangka, yaitu dari wilayah selatan ibu kota Singasari.

Perlawanan Pangeran Ardiraja atas perintah Kertanagara rupanya tak sanggup melawan pasukan Jayakatwang dari Kediri. Pasukan Kediri pun terus merangsak memasuki daerah ibu kota kerajaan. Tak butuh waktu lama pasukan Kediri memasuki istana keraton Singasari.

Pemandangan memalukan terlihat saat pasukan Kediri menyerbu ke keraton. Dikisahkan pada buku "Gayatri Rajapatni: Perempuan di Balik Kejayaan Majapahit" dari Earl Drake, pasukan Kediri menyerbu dan mendobrak pintu ruang rahasia di bangsal perempuan yang khusus digunakan untuk ritual Tantra.

Pasukan penyerbu yang beringas ini dikejutkan oleh pemandangan yang memalukan. Raja Kertanagara bersama sang ratu (istrinya) dan sejumlah warga keraton Singasari berada dalam pose telanjang dan awut - awutan.

Mereka tengah berpesta minuman keras. Menghabiskan bergelas-gelas tuak dan berasyik bersama para yoginis. Mereka tengah melakukan ritual Tantra di saat pasukan Kediri menyerbu.

Konon pelaksanaan ritual Tantra ini sebagaimana dijelaskan Van Gulik pada buku "Sexual Life in Ancient China" harus melaksanakan kenikmatan tertinggi untuk berhubungan seksual yang konon menjamin umur panjang manusia.

Ritual Tantra yang dijalankan Kertanagara dan keluarga Kerajaan Singasari merujuk pada ritual yang dijalankan Kaisar di China yang kerap kali memeragakan tindakan asusila dan melakukannya kepada para perempuan. Konon saat penyerbuan itulah, Kertanagara tengah bersenang-senang sambil berhubungan badan dengan sejumlah perempuan demi memeragakan ritual Tantra yang dianutnya

Tak hanya itu pasukan Kediri juga menemukan penguasa Singasari itu tengah menikmati seksualitas dengan para perempuan yang tidak lagi menggunakan pakaian. Hal ini tentu mengejutkan dan sekaligus memalukan bagi pasukan Kediri yang menjadi wilayah kekuasaan Kerajaan Singasari.

Sang Raja Singasari yang tak terperdaya karena 'lemas' akibat perempuan dan arak pasrah istananya diporak - porandakan. Tak hanya itu pasukan Kediri juga mengamuk dan tanpa ampun membantai seisi ruangan. Setelah itu mereka memporak-porandakan seisi kota, memburu tawanan - tawanan penting dan melakukan penjarahan.

Baca juga: Misteri Batu Tak Berujung di Mojokerto, Ditancapkan Gajah Mada, Tak Bisa Dicabut Pakai Alat Berat

Menurut Riboet Darmosoetopo dalam tulisannya yang berjudul "Sejarah Perkembangan Majapahit", dan termuat dalam "700 Tahun Majapahit, Sebuah Bunga Rampai", disebutkan Raden Wijaya menghadang pasukan Jayakatwang, bersama para panglima yang memiliki pengalaman dalam perang.

Para panglima yang turut serta menghadang pasukan Jayakatwang, antara lain Banyak Kapuk, Ranggalawe, Pedang, Sora, Dangdi, Gajahpanggon, Nambi yang merupakan anak Aria Wiraraja, Peteng, dan Wirot.

Saat Raden Wijaya dapat memporakporandakan pasukan Jayakatwang di sisi utara Kerajaan Singasari. Ternyata, pasukan yang lebih besar datang menyerang dari sisi selatan, dan langsung masuk ke jantung Kerajaan Singasari.

Pusat Kerajaan Singasari yang tidak terjaga, dengan mudah ditaklukkan pasukan Jayakatwang yang datang dari arah selatan. Pasukan yang dipimpin Patih Mahisa Mundarang, langsung masuk mengobrak-abrik istana, dan membunuh Raja Kertanagara.

Raja Kertanegara disebut sedang pesta minum-minum saat pasukan Jayakatwang datang menyerang ke dalam istana. Namun, Negarakartagama menyebut, Raja Kertanegara yang merupakan penganut aliran Tantra, bukan sedang berpesta namun melakukan ritual keagamaan.

Strategi serangan dari dua arah, dan dilakukan pada saat yang tepat tersebut, dilakukan Jayakatwang, berkat saran dari Aria Wiraraja yang saat itu sudah digeser oleh Raja Kertanegara menjadi Bupati Sumenep.

Diduga, pergeseran menjadi Bupati Sumenep tersebut, memicu rasa sakit hati Aria Wiraraja terhadap Raja Kertanegara. Aria Wiraraja yang mengetahui kondisi Kerajaan Singasari sedang kosong, karena sebagian besar pasukannya melakukan penyerangan ke Melayu, meminta Jayakatwang membagi pasukannya menjadi dua. Satu sebagai pengecoh, dan satu kekuatan besar untuk memukul.

Pemberontakan dan perang penuh darah dalam perebutan kekuasaan antara Singasari, dengan Kadiri tersebut, sebenarnya terjadi antar keluarga dan kerabat kerajaan. Secara silsilah keluarga, Kertanagara merupakan kakak dari Turukbali yang merupakan istri Jayakatwang.

Sementara di pasukan Raden Wijaya, ada Nambi yang merupakan anak Aria Wiraraja. Selain itu, Raja Kertanegara yang sudah mencium gelagat perlawanan dari Jayakatwang, mencoba meredamnya dengan menikahkan putrinya dengan putra Jayakatwang, Ardharaja.

Namun, strategi ini tak berjalan mulus dan Jayakatwang yang kala itu menjabat sebagai Bupati Gelang-gelang, tetap melakukan pemberontakan hingga menewaskan Raja Kertanagara.

Ardharaja yang saat terjadi serangan pasukan Jayakatwang, sedang berada dalam pasukan Raden Wijaya. Akhirnya turut berkhianat kepada Kertanegara yang tak lain merupakan mertuanya sendiri. Dia lebih memilih ikut pasukan ayahnya sendiri.

Kematian Raja Kertanagara, membuat Singasari runtuh. Jayakatwang akhirnya naik tahta menjadi Raja Kadiri. Jayakatwang menyimpan dendam kesumat terhadap Singasari, karena Raja Kadiri, Kertajaya yang merupakan leluhur Jayakatwang, tewas dibunung Ken Arok.

Riboet Darmosoetopo menyebutkan, menurut prasasti Mula-Malurung 1177 Saka, Wisnuwardhana menikah dengan Naraya Waning Hyung, putri pamannya. Dari pernikahan itu, memiliki anak, Kertanagara, Naraya Murddhaja, dan Turubalik. Turukbali diperistri Jayakatwang. Hubungan Raden Wijaya dengan Singasari juga sangat dekat.

Saat Singasari dipimpin ayah Wisnuwardhana, Ranggawungi. Mahisa Cempaka memberikan dukungan penuh kepada Ranggawungi. Mahisa Cempaka memiliki anak bernama Lembu Tal. Lembu Tal memiliki anak Raden Wijaya. Saat Singasari telah ditaklukkan oleh Jayakatwang, datang pasukan Mongol yang hendak menyerang Singasari.

Kedatangan pasukan Mongol ini, dimanfaatkan Raden Wijaya menjadi kekuatan untuk menyerang balik Kadiri. Serangan balik dari Raden Wijaya, yang memanfaatkan pasukan Mongol tersebut, mampu menakhlukkan Jayakatwang.

Kerajaan Kadiri yang baru saja dibangkitkan Jayakatwang melalui perang besar melawan Singasari, akhirnya pupus kembali. Sementara Raden Wijaya dengan para panglimanya, balik menyerang pasukan Mongol yang telah kelelehan berperang melawan pasukan Kadiri.

Pasukan Mongol akhirnya lari tunggang langgang, dan Raden Wijaya berhasil mendirikan Majapahit, lalu naik tahta menjadi raja pertama.(diolah berbagai sumber)
(msd)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1038 seconds (0.1#10.140)