Ketika Pejuang Malang Berkumpul di Masjid sebelum Bertempur di Surabaya

Rabu, 09 November 2022 - 09:10 WIB
loading...
Ketika Pejuang Malang Berkumpul di Masjid sebelum Bertempur di Surabaya
Masjid Sabilillah, menjadi satu dari sejumlah tempat bersejarah saksi bagaimana pejuang-pejuang asal Malang berkumpul sebelum berangkat ke Surabaya.
A A A
MALANG - Sebelum berangkat bertempur ke Surabaya pejuang -pejuang dari Malang Raya lebih dahulu berkumpul di suatu tempat. Tempat ini saat ini digunakan sebagai sebuah bangunan masjid yang berlokasi di pertigaan Blimbing, Kota Malang.

Masjid Sabilillah, menjadi satu dari sejumlah tempat bersejarah saksi bagaimana pejuang-pejuang asal Malang yang terdiri dari para tokoh agama kiai, santri, hingga Tentara Keamanan rakyat (TKR) berkumpul sebelum berangkat ke Surabaya.

Pemerhati sejarah Malang Agung H. Buana menuturkan, ada sebanyak 168 orang yang berkumpul dari jajaran Laskar Hizbullah Malang raya. Mereka berasal dari tokoh ulama kiai dan santri pondok pesantren di Malang dan sekitarnya. Mereka berkumpul di Masjid Sabilillah yang kini berada di kawasan pertigaan Jalan Ahmad Yani, Blimbing, Kota Malang.

Baca juga: Kebiasaan Tokoh Pertempuran Surabaya Bung Tomo yang Jarang Diketahui

"Pasukan ini nggak dikumpulkan dulu, terus langsung berangkat tidak, tapi berangkat sambil mengumpulkan pasukan. Jadi 168 pasukan itu tadi berangkat, kemudian ditambahi dari pondok-pondok yang dilewati," ucap Agung H. Buana ditemui MPI.

Selama perjalanan dari Malang hingga menuju perbatasan Surabaya, terdapat tambahan - tambahan personel dari sejumlah pondok pesantren yang dilintasi mulai dari Singosari, Lawang, Pandaan, Pasuruan, hingga tiba di Sidoarjo. Total dari catatan Agung, ada sekitar 500 - 1.000 tentara gabungan dari kiai, santri, hingga Tentara Keamanan Rakyat (TKR).

Di sisi lain, Sekretaris Takmir Masjid Sabilillah, Akhmad Farkhan, menyatakan tentara rakyat Laskar Hizbullah dibawah KH. Zainul Arifin dan Laskar Sabilillah dibawah KH. Masjkur, sempat menjadikan tanah kosong yang kini menjadi bangunan Masjid Sabilillah sebagai titik kumpul dan menggalang dukungan.

"Dulu memang sini dijadikan markas untuk menggalang dukungan untuk bertempur ke Surabaya," ungkap Farkhan ditemui di Ruangan Takmir Masjid Sabilillah.

Namun saat itu, lokasi beribadahnya di Masjid Jami Blimbing yang terletak di utara Masjid Sabilillah saat ini. Namun lantaran jama'ah yang terus bertambah terlebih pasca tahun 1960-an, keinginan untuk mendirikan masjid yang lebih besar muncul.

"Setelah tahun 1968 itu, jamaah masjid yang lama tidak lagi muat karena kian hari, jama'ah kian bertambah. Maka pada 1968 dibentuklah panitia pembangunan Masjid Blimbing yang baru oleh KH. Nakhrawi Thohir," ujarnya.

Usai panitia terbentuk, peletakan batu pertama dilakukan pada tahun 1974 di sebuah tanah kosong di selatan Masjid Jami' Blimbing sempat dijadikan markas pejuang saat mengusir penjajah di pertempuran 10 November Surabaya.

"Karena berbagai hal pembangunan masjid ini sempat macet. Kemudian pada 4 Agustus 1974 atas prakarsa KH. Masykur dibicarakan kembali pembangunan masjid ini di rumah beliau di Singosari. Pada 8 Agustus 1974, pembangunan masjid ini dimulai kembali," jelas Farkhan.

Farkhan menambahkan usai lanjutan pembangunan ini memerlukan waktu kurang lebih 6 tahun masjid ini rampung, dengan bantuan dari pemerintah daerah Tingkat II Kotamadya Malang kala itu.

Sempat terhenti beberapa tahun, pembangunan masjid akhirnya selesai memakan waktu 6 tahun. Masjid sendiri dibangun menempati tanah seluas 8.100 meter persegi, dengan terdiri dari tiga bangunan, bangunan induk masjid, bangunan menara, dan bangunan pelengkap uang terdiri dari ruang kantor, tempat wudu, dan ruangan sekolah.

Uniknya Masjid Sabilillah ini memiliki konstruksi bangunan dengan melambangkan pergerakan perjuangan Indonesia, jumlah pilar di luar masjid sebanyak 17 buah melambangkan tanggal proklamasi kemerdekaan Indonesia.

Sementara ketinggian masjid dari lantai bawah hingga atap yakni 8 meter melambangkan bulan dimana Indonesia merdeka dari penjajah. Sementara tahun kemerdekaan Indonesia 1945 dilambangkan pada lebar masjid dan tinggi menara yakni 45 meter dari permukaan tanah.

Jarak antar pilar satu dan lainnya juga memiliki filosofis, dimana dengan jarak 5 meter antar pilar melambangkan Pancasila dan rukun islam yang jumlahnya juga lima. Di bagian menara masjid berbentuk segi 6 melambangkan rukun iman pada agama islam.

Di dalam masjid, juga terdapat 9 pilar menyokong masjid yang melambangkan jumlah Wali Songo yang menjadi penyebar agama islam di Pulau Jawa.
(msd)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1871 seconds (0.1#10.140)