Pembangkit Listrik Tenaga Surya dan Asa Anak Petani Desa Ujung Selatan Pulau Jawa
loading...
A
A
A
CILACAP - Seperti hari-hari biasa, sebelum kabut hilang dan fajar di ufuk timur berwarna kejinggan, Priyatno, petani Desa Kalijaran, Kecamatan Maos, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah selalu menunaikan sholat subuh di surau tepat di depan rumahnya.
Tak mau didahului dari ayam jago yang belum berkokok, Priyatno laki-laki berumur 48 tahun ini kemudian bergegas pulang untuk mengganti baju sholatnya. Tak lama berselang, baju batik yang biasa ia kenakan ke surau telah berubah menjadi pakaian tani hariannya.
Beberapa lama kemudian, Priyatno segera menuju gudang pupuk samping rumahnya. Dia memilah-milah pupuk yang sudah diendapkan untuk dimasukkan ke dalam karung agar bisa dibawa ke sawah garapannya, sekitar 700 meter dari rumahnya.
Pagi buta, Priyatno bersama Siswoyo yang juga petani setempat, menyusuri jalan desa menuju sawah garapannya. Sambil bercerita strategi bertanam dan pengolahan lahan sawah garapannya, tak terasa mereka sampai di lokasi pembangkit listrik tenaga surya.
Kedatangan mereka ke sawah garapan setiap pagi hampir selalu bersamaan dengan kereta api tangki pertamina yang melewati di belakang mereka. Ya, sawah garapan mereka memang hanya berjarak sekitar 200 meter dari jalur rel kereta api depot Maos Cilacap arah ke Bandung.
Sudah menjadi rutinitas, sebelum alat pembangkit listrik tenaga surya digunakan, Priyatno dan Siswoyo ini mengecek terlebih dahulu alat pembangkit listrik tenaga surya tersebut. Mulai dari isi tandon air, hingga peralatan lainnya seperti saklar dan jaringan paralon untuk saluran pengairan.
Dirasa sudah beres, saklar listrik dinyalakan, dan, kran pun diputar. Air-pun lancar mengaliri sawah-sawah dilahan tadah hujan ini. Hampir 1 tahun terakhir, petani di Desa Kalijaran, Kecamatan Maos ini menikmati sistem irigasi menggunakan pembangkit listrik tenaga surya sumbangan Pertamina Foundation.
Sebagai Ketua Gabungan Kelompok Tani atau Gapoktan Margo Sugih Desa Kalijaran, Priyatno dipercaya untuk mengelola rumah pompa air tanah bertenaga surya berteknologi solar home system rancangan tim Politeknik Negeri Cilacap.
Adanya pembangkit listrik tenaga surya ini, dapat membantu sebagian petani Desa Kalijaran dalam memenuhi kebutuhan air untuk sawah tadah hujan milik mereka.
Keberadaan pembangkit listrik tenaga surya ini bahkan juga dinikmati oleh beberapa petani dari desa tetangga karena lokasi sawah mereka dekat dengan rumah pompa air tanah bertenaga surya itu.
Beberapa area persawahan di wilayah selatan Desa Kalijaran dan sekitarnya selama ini memang tidak terjangkau jaringan irigasi teknis. Sungai Kalijaran sebagai satu-satunya sungai terdekat area persawahan juga tidak bisa dimanfaatkan maksimal saat musim kemarau karena airnya sering terintrusi air laut.
Sebelum adanya pembangkit listrik tenaga surya, petani setempat menggunakan mesin pompa air berbahan bakar minyak untuk menyedot air sungai untuk mengairi sawah mereka. Adanya rumah pompa air tanah bertenaga surya itu, petani dapat memangkas biaya produksi yang biasa dikeluarkan untuk membeli bahan bakar minyak (BBM).
Bagi petani yang tidak memiliki mesin pompa air berbahan bakar minyak sendiri, mereka harus mengeluarkan uang untuk membeli BBM dan biaya sewa mesin senilai Rp20.000 per jam.
Dalam satu musim tanam, mereka harus mengeluarkan uang sebesar Rp500.000 untuk mengairi sawahnya seluas 2.000 meter persegi. Priyatno menjelaskan, dengan adanya solar home system sumbangan Pertamina Foundation ini, petani kini sangat diuntungkan secara waktu, materi dan tenaga.
“Jadi Pertamina memberi dana kepada Politeknik Negeri Cilacap untuk membuat tekhnologi baru yang terbarukan dalam hal ini Pembangkit LIstrik tenaga Surya. Alat ini dengan waktu satu setengah jam bisa menghasilkan 2.000 liter air sehari dan bisa mengairi sawah kami," jelas Priyatno saat ditemui di sawahnya.
Berarti, mereka membutuhkan waktu hanya 8 hari untuk mengairi sawah karena dengan kekuatan volume air 2.000 liter. Sehingga kegiatan pengairan sudah tercukupi selama 8 hari untuk bercocok tanam.
"Ini artinya ada sisa waktu 28 hari untuk bisa yang kegiatan bertani kami untuk mengurus perkebunan dan sawah yang lain. Selain itu, keuntungan lain adalah, biasanya kami mengeluarkan biaya Rp500.000, kini sudah tidak lagi. Dulu kalau kita memasang pompa dari sungai kami memakan waktu 1 jam. Dengan adanya PLTS, kami hemat waktu 1 jam karena sekarang kita tinggal klik pencet saklar, air langsung mengalir,” lanjutnya.
Sejak adanya pembangkit listrik tenaga surya, petani yang tergabung dalam Gapoktan Margo Sugih ini tidak lagi mengeluarkan biaya pembelian BBM. Saat itu mereka harus mengisi pompa penyedot air menggunakan BBM tak bersubsidi karena harus membeli ke kota menggunakan jeriken.
Kini petani anggota Gapoktan juga tidak perlu mengeluarkan biaya untuk mendapatkan air dari rumah pompa berteknologi tenaga surya ini karena biaya perawatannya sudah ditanggung uang kas kelompok tani.
“Secara ekonomi kami hemat dan bisa menyisihkan uang untuk tambahan biaya sekolah anak. Tanah kami ini juga akan lebih baik kalau ditanami jenis tanaman holtikultura karena jenis tanah ini tadah hujan. Dengan adanya PLTS, saat ini kami bisa selingi dengan tanaman cabai, terong, kobis, kangkung dan lain-lain, Dalam satu bulan kami bisa menghasilkan uang tambahan kurang lebih Rp1 juta rupiah,” tambah Priyanto.
Perancangan teknologi untuk pengairan sawah tadah hujan di Desa Kalijaran itu tidak lepas dari ide dan pemikiran akademisi Perguruan Negeri Cilacap, Afrizal Abdi Musyafiq. Menurut dosen muda ini mengatakan, ide tersebut berawal dari sulitnya petani setempat mengiri sawahnya yang berjenis tadah hujan.
“Berawal dari hasil riset kami di mana kami fokus pada pengembangan energi terbarukan berbasis panel surya, angin maupun air, namun dalam hal ini kami mengembangann solar home system di mana ini memanfaatkan energy matahari yang dikonfersi ke panel surya untuk menjadi energy listrik. Energi listrik ini kemudian bisa digunakan untuk pompa air untuk mengambil sumber air sumur tanah yang masih bersih tidak tercampur air laut karena daerah sekitar Desa Kalijaran dekat dengan laut,” jalas Afrizal.
Saat ini petani sudah bisa menikmati hasil risetnya yang ia kembangkan dengan biaya Pertamina Foundation sekitar kurang lebih satu tahun lamanya.
“Jadi prinsip kerja alat ini adalah, air kami pompa untuk dimasukan ke tandon dan disitribusikan ke pertanian melalui selang dan pipa paralon. Panel surya tersebut kami set di kisaran 1200 watt peak (watt puncak) di mana satu pompa air berkekuatan sebesar 375 watt dan mampu beroperasi antara 8 hingga 10 jam per hari dengan memproduksi 20 meter kibik air atau 20 ribu liter air dan bisa mengairi persawahan hingga 2 setengah hektar," urai Afrizal saat ditemui di lokasi Pembangkit Listrik tenaga Surya di Desa Kalijaran.
Energi terbarukan yang dibiayai Pertamina Foundation ini merupakan sistem pembangkit listrik yang bisa menghasilkan debit air yang cukup besar hingga mencapai 20.000 liter per hari. Rumah pompa air tersebut juga dilengkapi baterai untuk menyimpan energi listrik yang dihasilkan panel surya pada siang hari. Bahkan, teknologi ini dapat bertahan hingga 10 tahun sesuai dengan rata-rata usia baterai dan panel surya.
Area Manager Commrel & CSR PT Kilang Pertamina Internasional ( KPI ) RU IV Cilacap, Cecep Supriyatna mengatakan, pembangkit tenaga listrik tenaga surya di Desa Kalijaran bisa menjadi solusi kebutuhan air di lokasi desa tadah hujan.
“Pembangkit listrik tenaga surya yang ada di Desa Kalijaran Kecamatan Maos ini sebagai bentuk komitmen Pertamina terhadap petani melalui petani mandiri energi. Kemudian Pertamina juga berkomitmen tentang energi terbarukan. Di mana pembangunan PLTS ini merupakan wujud pertamina untuk terus menggelorakan bahwa energi terbarukan sangat bermanfaat untuk semua lini masyarakat untuk kemandirian petani,” ujar Cecep.
Di sisi lain, meski kemanfaatan pembangkit listrik tenaga surya ini sudah bisa dirasakan, namun masih diperlukan adanya tambahan alat bagi petani setempat yang mempunyai lahan cukup jauh dari alat tersebut.
Suratmi misalnya, yang merupakan petani dengan lahan garapan yang cukup jauh dari rumah pompa ini berharap agar pertamina bisa menambah alat yang sama dan bisa menjangkau sawah garapan petani lain yang cukup jauh dari jangkauan alat tersebut.
“Kami sangat berterimakasih dengan adanya bantuan ini, kami mendapatkan panen yang lebih baik, terus waktunya juga tidak habis banyak dengan mengambil air dengan pompa di sungai. Karena tanah garapan kami lokasinya jauh dari titik alat PLTS ini, kami mengharapkan ada alat yang lebih dekat agar panen kami lebih maksimal dan lebih baik lagi. Kami mohon ada bantuan alat satu lagi agar bisa terjangkau air secara merata”, harap petani sekaligus ibu dua anak ini.
Adanya pembangkit listrik tenaga surya perlahan sudah mulai dirasakan manfaatnya bagi peningkatan hasil pertanian. Apalagi, sawah yang semula ditanami padi, kini bisa diselingi dengan tanaman holtikultura seperti kangkung, cabai, terong, sawi, kobis dan lain-lainnya.
Segenggam asa bagi warga untuk bisa menaikkan taraf ekonominya dari hasil pertaniannya kini menjadi harapan baru. Namun demikian, warga masih berharap pihak Pertamina bisa memberikan pendampingan dan bahkan penambahan pembangkit listrik tenaga surya lagi karena hal ini akan bisa menambah hasil pertanian mereka.
Hasil tani meningkat tentunya akan diikuti kenaikan pendapatan. Hal inilah yang menjadi asa mereka untuk bisa menyekolahkan anak-anaknya ke jenjang kuliah melalui hasil taninya.
Adalah Alfatah Rizky seorang lulusan sarjana D3 Universitas Nurtanio Bandung anak petani desa setempat yang orang tuanya merupakan anggota Gapoktan. Sebagai anak seorang petani Desa Kalijaran, ia mengaku terkendala biaya untuk melanjutkan ke sekolah C-2 agar bisa memiliki ijin bekerja di bagian mesin pesawat di Hanggar Penerbangan di Bandung.
Sementara ia dan ibunya berharap, pihak pertamina bisa terus mengembangkan alat Pembangkit Tenaga Listrik Surya ini agar pertanian petani semakin meningkat dan petani bisa menjadi petani mandiri, maju hingga bisa menyekolahkan anak-anak mereka ke jenjang kuliah yang lebih tinggi lagi.
“Saya berharap dengan adanya PLTS bisa membantu pertanian warga Desa Kalijaran kemudian hasil pertanian yang lebih maksimal dapat membantu biaya petani untuk melanjutkan biaya kami agar bisa bersekolah ke jenjang lebih tinggi lagi. Harapan kami selaku anak petani yang bersekolah perguruan tinggi agar kami bisa membantu perekonomian warga desa kami,” harap Rizky dirumahnya di Desa Kalijaran.
Sejalan dengan anaknya, Jumiyati, selaku orang tua Rizky mempunyai harapan yang sama. Adanya dengan peningkatan ekonomi warga desanya, ia menumpukan harapan besar bagi anaknya agar bisa bersekolah kembali agar bisa bekerja sesuai harapan.
“Kita di sini kan banyak anak sekolah. Setidaknya ada 10 orang anak petani yang ingin sekolah ke perguruan tinggi. Dengan adanya PLTS ini, kami berharap banyak bisa merubah nasib anak-anak bangsa di desa kami dan kami ingin ada penambahan alat PLTS lagi agar jangan 1 titik. Karena kalau 1 titik untuk perkebunan kemampuannya belum maksimal untuk menaikkan area persawahan lokasi dengan luas sekitar 7 hektar. Degan adanya alat ini juga harapan kami bisa bisa merubah persawahan menjadi perkebunan dan hasil bertambah, dan bisa menambah biaya anak-anak kuliah,” harap Jumiyati.
Kini, Rizky dan 10 pemuda desa lainnya yang ingin menyelesaikan kuliahnya terus berharap orang tua mereka bisa meningkat perekonomiannya dengan hasil tani yang menggunakan energi terbarukan dari bantuan Pertamina Foundation.
Segenggam asa bagi masyarakat dan pemuda di Desa Kalijaran kini ada di depan mata. Masyarakat dan pemuda setempat berharap, adanya pembangkit listrik tenaga surya sebagai energi terbarukan bisa terus dikembangkan di desanya oleh pihak pertamina agar bisa mengangkat perekonomian Desa Kalijaran.
Matahari sore mulai surut, namun asa masyarakat Desa Kalijaran semakin optimistis menatap masa depan.
Tak mau didahului dari ayam jago yang belum berkokok, Priyatno laki-laki berumur 48 tahun ini kemudian bergegas pulang untuk mengganti baju sholatnya. Tak lama berselang, baju batik yang biasa ia kenakan ke surau telah berubah menjadi pakaian tani hariannya.
Baca Juga
Beberapa lama kemudian, Priyatno segera menuju gudang pupuk samping rumahnya. Dia memilah-milah pupuk yang sudah diendapkan untuk dimasukkan ke dalam karung agar bisa dibawa ke sawah garapannya, sekitar 700 meter dari rumahnya.
Pagi buta, Priyatno bersama Siswoyo yang juga petani setempat, menyusuri jalan desa menuju sawah garapannya. Sambil bercerita strategi bertanam dan pengolahan lahan sawah garapannya, tak terasa mereka sampai di lokasi pembangkit listrik tenaga surya.
Kedatangan mereka ke sawah garapan setiap pagi hampir selalu bersamaan dengan kereta api tangki pertamina yang melewati di belakang mereka. Ya, sawah garapan mereka memang hanya berjarak sekitar 200 meter dari jalur rel kereta api depot Maos Cilacap arah ke Bandung.
Sudah menjadi rutinitas, sebelum alat pembangkit listrik tenaga surya digunakan, Priyatno dan Siswoyo ini mengecek terlebih dahulu alat pembangkit listrik tenaga surya tersebut. Mulai dari isi tandon air, hingga peralatan lainnya seperti saklar dan jaringan paralon untuk saluran pengairan.
Baca Juga
Dirasa sudah beres, saklar listrik dinyalakan, dan, kran pun diputar. Air-pun lancar mengaliri sawah-sawah dilahan tadah hujan ini. Hampir 1 tahun terakhir, petani di Desa Kalijaran, Kecamatan Maos ini menikmati sistem irigasi menggunakan pembangkit listrik tenaga surya sumbangan Pertamina Foundation.
Sebagai Ketua Gabungan Kelompok Tani atau Gapoktan Margo Sugih Desa Kalijaran, Priyatno dipercaya untuk mengelola rumah pompa air tanah bertenaga surya berteknologi solar home system rancangan tim Politeknik Negeri Cilacap.
Adanya pembangkit listrik tenaga surya ini, dapat membantu sebagian petani Desa Kalijaran dalam memenuhi kebutuhan air untuk sawah tadah hujan milik mereka.
Keberadaan pembangkit listrik tenaga surya ini bahkan juga dinikmati oleh beberapa petani dari desa tetangga karena lokasi sawah mereka dekat dengan rumah pompa air tanah bertenaga surya itu.
Beberapa area persawahan di wilayah selatan Desa Kalijaran dan sekitarnya selama ini memang tidak terjangkau jaringan irigasi teknis. Sungai Kalijaran sebagai satu-satunya sungai terdekat area persawahan juga tidak bisa dimanfaatkan maksimal saat musim kemarau karena airnya sering terintrusi air laut.
Sebelum adanya pembangkit listrik tenaga surya, petani setempat menggunakan mesin pompa air berbahan bakar minyak untuk menyedot air sungai untuk mengairi sawah mereka. Adanya rumah pompa air tanah bertenaga surya itu, petani dapat memangkas biaya produksi yang biasa dikeluarkan untuk membeli bahan bakar minyak (BBM).
Bagi petani yang tidak memiliki mesin pompa air berbahan bakar minyak sendiri, mereka harus mengeluarkan uang untuk membeli BBM dan biaya sewa mesin senilai Rp20.000 per jam.
Dalam satu musim tanam, mereka harus mengeluarkan uang sebesar Rp500.000 untuk mengairi sawahnya seluas 2.000 meter persegi. Priyatno menjelaskan, dengan adanya solar home system sumbangan Pertamina Foundation ini, petani kini sangat diuntungkan secara waktu, materi dan tenaga.
“Jadi Pertamina memberi dana kepada Politeknik Negeri Cilacap untuk membuat tekhnologi baru yang terbarukan dalam hal ini Pembangkit LIstrik tenaga Surya. Alat ini dengan waktu satu setengah jam bisa menghasilkan 2.000 liter air sehari dan bisa mengairi sawah kami," jelas Priyatno saat ditemui di sawahnya.
Berarti, mereka membutuhkan waktu hanya 8 hari untuk mengairi sawah karena dengan kekuatan volume air 2.000 liter. Sehingga kegiatan pengairan sudah tercukupi selama 8 hari untuk bercocok tanam.
"Ini artinya ada sisa waktu 28 hari untuk bisa yang kegiatan bertani kami untuk mengurus perkebunan dan sawah yang lain. Selain itu, keuntungan lain adalah, biasanya kami mengeluarkan biaya Rp500.000, kini sudah tidak lagi. Dulu kalau kita memasang pompa dari sungai kami memakan waktu 1 jam. Dengan adanya PLTS, kami hemat waktu 1 jam karena sekarang kita tinggal klik pencet saklar, air langsung mengalir,” lanjutnya.
Sejak adanya pembangkit listrik tenaga surya, petani yang tergabung dalam Gapoktan Margo Sugih ini tidak lagi mengeluarkan biaya pembelian BBM. Saat itu mereka harus mengisi pompa penyedot air menggunakan BBM tak bersubsidi karena harus membeli ke kota menggunakan jeriken.
Kini petani anggota Gapoktan juga tidak perlu mengeluarkan biaya untuk mendapatkan air dari rumah pompa berteknologi tenaga surya ini karena biaya perawatannya sudah ditanggung uang kas kelompok tani.
“Secara ekonomi kami hemat dan bisa menyisihkan uang untuk tambahan biaya sekolah anak. Tanah kami ini juga akan lebih baik kalau ditanami jenis tanaman holtikultura karena jenis tanah ini tadah hujan. Dengan adanya PLTS, saat ini kami bisa selingi dengan tanaman cabai, terong, kobis, kangkung dan lain-lain, Dalam satu bulan kami bisa menghasilkan uang tambahan kurang lebih Rp1 juta rupiah,” tambah Priyanto.
Perancangan teknologi untuk pengairan sawah tadah hujan di Desa Kalijaran itu tidak lepas dari ide dan pemikiran akademisi Perguruan Negeri Cilacap, Afrizal Abdi Musyafiq. Menurut dosen muda ini mengatakan, ide tersebut berawal dari sulitnya petani setempat mengiri sawahnya yang berjenis tadah hujan.
“Berawal dari hasil riset kami di mana kami fokus pada pengembangan energi terbarukan berbasis panel surya, angin maupun air, namun dalam hal ini kami mengembangann solar home system di mana ini memanfaatkan energy matahari yang dikonfersi ke panel surya untuk menjadi energy listrik. Energi listrik ini kemudian bisa digunakan untuk pompa air untuk mengambil sumber air sumur tanah yang masih bersih tidak tercampur air laut karena daerah sekitar Desa Kalijaran dekat dengan laut,” jalas Afrizal.
Saat ini petani sudah bisa menikmati hasil risetnya yang ia kembangkan dengan biaya Pertamina Foundation sekitar kurang lebih satu tahun lamanya.
“Jadi prinsip kerja alat ini adalah, air kami pompa untuk dimasukan ke tandon dan disitribusikan ke pertanian melalui selang dan pipa paralon. Panel surya tersebut kami set di kisaran 1200 watt peak (watt puncak) di mana satu pompa air berkekuatan sebesar 375 watt dan mampu beroperasi antara 8 hingga 10 jam per hari dengan memproduksi 20 meter kibik air atau 20 ribu liter air dan bisa mengairi persawahan hingga 2 setengah hektar," urai Afrizal saat ditemui di lokasi Pembangkit Listrik tenaga Surya di Desa Kalijaran.
Energi terbarukan yang dibiayai Pertamina Foundation ini merupakan sistem pembangkit listrik yang bisa menghasilkan debit air yang cukup besar hingga mencapai 20.000 liter per hari. Rumah pompa air tersebut juga dilengkapi baterai untuk menyimpan energi listrik yang dihasilkan panel surya pada siang hari. Bahkan, teknologi ini dapat bertahan hingga 10 tahun sesuai dengan rata-rata usia baterai dan panel surya.
Area Manager Commrel & CSR PT Kilang Pertamina Internasional ( KPI ) RU IV Cilacap, Cecep Supriyatna mengatakan, pembangkit tenaga listrik tenaga surya di Desa Kalijaran bisa menjadi solusi kebutuhan air di lokasi desa tadah hujan.
“Pembangkit listrik tenaga surya yang ada di Desa Kalijaran Kecamatan Maos ini sebagai bentuk komitmen Pertamina terhadap petani melalui petani mandiri energi. Kemudian Pertamina juga berkomitmen tentang energi terbarukan. Di mana pembangunan PLTS ini merupakan wujud pertamina untuk terus menggelorakan bahwa energi terbarukan sangat bermanfaat untuk semua lini masyarakat untuk kemandirian petani,” ujar Cecep.
Di sisi lain, meski kemanfaatan pembangkit listrik tenaga surya ini sudah bisa dirasakan, namun masih diperlukan adanya tambahan alat bagi petani setempat yang mempunyai lahan cukup jauh dari alat tersebut.
Suratmi misalnya, yang merupakan petani dengan lahan garapan yang cukup jauh dari rumah pompa ini berharap agar pertamina bisa menambah alat yang sama dan bisa menjangkau sawah garapan petani lain yang cukup jauh dari jangkauan alat tersebut.
“Kami sangat berterimakasih dengan adanya bantuan ini, kami mendapatkan panen yang lebih baik, terus waktunya juga tidak habis banyak dengan mengambil air dengan pompa di sungai. Karena tanah garapan kami lokasinya jauh dari titik alat PLTS ini, kami mengharapkan ada alat yang lebih dekat agar panen kami lebih maksimal dan lebih baik lagi. Kami mohon ada bantuan alat satu lagi agar bisa terjangkau air secara merata”, harap petani sekaligus ibu dua anak ini.
Adanya pembangkit listrik tenaga surya perlahan sudah mulai dirasakan manfaatnya bagi peningkatan hasil pertanian. Apalagi, sawah yang semula ditanami padi, kini bisa diselingi dengan tanaman holtikultura seperti kangkung, cabai, terong, sawi, kobis dan lain-lainnya.
Segenggam asa bagi warga untuk bisa menaikkan taraf ekonominya dari hasil pertaniannya kini menjadi harapan baru. Namun demikian, warga masih berharap pihak Pertamina bisa memberikan pendampingan dan bahkan penambahan pembangkit listrik tenaga surya lagi karena hal ini akan bisa menambah hasil pertanian mereka.
Hasil tani meningkat tentunya akan diikuti kenaikan pendapatan. Hal inilah yang menjadi asa mereka untuk bisa menyekolahkan anak-anaknya ke jenjang kuliah melalui hasil taninya.
Adalah Alfatah Rizky seorang lulusan sarjana D3 Universitas Nurtanio Bandung anak petani desa setempat yang orang tuanya merupakan anggota Gapoktan. Sebagai anak seorang petani Desa Kalijaran, ia mengaku terkendala biaya untuk melanjutkan ke sekolah C-2 agar bisa memiliki ijin bekerja di bagian mesin pesawat di Hanggar Penerbangan di Bandung.
Sementara ia dan ibunya berharap, pihak pertamina bisa terus mengembangkan alat Pembangkit Tenaga Listrik Surya ini agar pertanian petani semakin meningkat dan petani bisa menjadi petani mandiri, maju hingga bisa menyekolahkan anak-anak mereka ke jenjang kuliah yang lebih tinggi lagi.
“Saya berharap dengan adanya PLTS bisa membantu pertanian warga Desa Kalijaran kemudian hasil pertanian yang lebih maksimal dapat membantu biaya petani untuk melanjutkan biaya kami agar bisa bersekolah ke jenjang lebih tinggi lagi. Harapan kami selaku anak petani yang bersekolah perguruan tinggi agar kami bisa membantu perekonomian warga desa kami,” harap Rizky dirumahnya di Desa Kalijaran.
Sejalan dengan anaknya, Jumiyati, selaku orang tua Rizky mempunyai harapan yang sama. Adanya dengan peningkatan ekonomi warga desanya, ia menumpukan harapan besar bagi anaknya agar bisa bersekolah kembali agar bisa bekerja sesuai harapan.
“Kita di sini kan banyak anak sekolah. Setidaknya ada 10 orang anak petani yang ingin sekolah ke perguruan tinggi. Dengan adanya PLTS ini, kami berharap banyak bisa merubah nasib anak-anak bangsa di desa kami dan kami ingin ada penambahan alat PLTS lagi agar jangan 1 titik. Karena kalau 1 titik untuk perkebunan kemampuannya belum maksimal untuk menaikkan area persawahan lokasi dengan luas sekitar 7 hektar. Degan adanya alat ini juga harapan kami bisa bisa merubah persawahan menjadi perkebunan dan hasil bertambah, dan bisa menambah biaya anak-anak kuliah,” harap Jumiyati.
Kini, Rizky dan 10 pemuda desa lainnya yang ingin menyelesaikan kuliahnya terus berharap orang tua mereka bisa meningkat perekonomiannya dengan hasil tani yang menggunakan energi terbarukan dari bantuan Pertamina Foundation.
Segenggam asa bagi masyarakat dan pemuda di Desa Kalijaran kini ada di depan mata. Masyarakat dan pemuda setempat berharap, adanya pembangkit listrik tenaga surya sebagai energi terbarukan bisa terus dikembangkan di desanya oleh pihak pertamina agar bisa mengangkat perekonomian Desa Kalijaran.
Matahari sore mulai surut, namun asa masyarakat Desa Kalijaran semakin optimistis menatap masa depan.
(shf)