Puluhan Orang Diduga Preman Bayaran Menyerbu dan Merusak Posko Petani di Blitar
loading...
A
A
A
BLITAR - Sejumlah orang tidak dikenal tiba-tiba menyerbu posko petani di wilayah perkebunan Kruwuk, Desa Gadungan, Kecamatan Gandusari, Kabupaten Blitar , Jawa Timur, Jumat (14/10/2022).
Mereka diduga preman suruhan perusahaan perkebunan PT Rotorejo Kruwuk yang tengah bersengketa dengan petani. Ruangan posko yang selama ini menjadi tempat para petani berkoordinasi untuk memperjuangkan hak redistrisbusi tanah, dirusak.
Isi ruangan diacak-acak, termasuk membakar berkas yang ada di dalamnya. Mereka juga menjeboli dinding serta merontokkan genting bangunan. Saat pengerusakan berlangsung, di lokasi pokso terdapat 20 orang petani yang tergabung dalam Paguyuban Petani Kelud Makmur (PPKM).
Para petani memilih tidak melawan. Petani berusaha menghentikan aksi para penyerang dengan mengajak berdialog, namun langkah persuasif itu diabaikan. Saat berlangsungnya aksi perusakan, ada petani yang diam-diam merekam dengan kamera ponsel.
“Ini (Penyerbuan disertai perusakan) bentuk arogansi dari aksi premanisme kepada petani,” ujar Kabin Feri, SH kuasa hukum petani saat dikonfirmasi MPI Jumat (14/10/2022).
Aksi penyerangan disertai pengerusakan orang tak dikenal itu diduga kuat terkait dengan perjuangan petani selama ini. Mereka yang menyerbu posko petani ada 40 orang. Lima orang di antaranya dikenali sebagai karyawan perkebunan (PT Rotorejo Kruwuk).
Ada juga yang dikenali sebagai praktisi hukum Blitar, yang diduga sebagai pimpinan kelompok penyerbu. Praktisi hukum tersebut kabarnya merupakan kuasa hukum pihak perkebunan. “Diduga ada praktisi hukumnya yang memimpin penyerbuan,” terang Kabin Feri.
Penyerbuan disertai pengerusakan itu diduga kuat terkait kasus konflik agraria yang hingga kini belum selesai. Sejak tahun 2013, petani PPKM berjuang untuk mendapatkan hak tanah redis. Dari data yang dihimpun, ada sebanyak 323 kepala keluarga (KK) petani.
Mereka bertempat tinggal dan bercocok tanam di kawasan perkebunan. Para petani juga mendirikan posko untuk melakukan koordinasi. Sementara dari total lahan 559 hektar yang disengketakan, sebagian besar dikuasai PT Rotorejo Kruwuk selaku pemegang HGU (Hak Guna Usaha).
Masa berlaku HGU habis pada tahun 2009, dan hingga kini belum diperpanjang. Pihak PT belum bisa memenuhi syarat perpanjangan HGU, yakni melepas20 % dari luas lahan dan diserahkan kepada rakyat.
Mereka diduga preman suruhan perusahaan perkebunan PT Rotorejo Kruwuk yang tengah bersengketa dengan petani. Ruangan posko yang selama ini menjadi tempat para petani berkoordinasi untuk memperjuangkan hak redistrisbusi tanah, dirusak.
Isi ruangan diacak-acak, termasuk membakar berkas yang ada di dalamnya. Mereka juga menjeboli dinding serta merontokkan genting bangunan. Saat pengerusakan berlangsung, di lokasi pokso terdapat 20 orang petani yang tergabung dalam Paguyuban Petani Kelud Makmur (PPKM).
Para petani memilih tidak melawan. Petani berusaha menghentikan aksi para penyerang dengan mengajak berdialog, namun langkah persuasif itu diabaikan. Saat berlangsungnya aksi perusakan, ada petani yang diam-diam merekam dengan kamera ponsel.
“Ini (Penyerbuan disertai perusakan) bentuk arogansi dari aksi premanisme kepada petani,” ujar Kabin Feri, SH kuasa hukum petani saat dikonfirmasi MPI Jumat (14/10/2022).
Aksi penyerangan disertai pengerusakan orang tak dikenal itu diduga kuat terkait dengan perjuangan petani selama ini. Mereka yang menyerbu posko petani ada 40 orang. Lima orang di antaranya dikenali sebagai karyawan perkebunan (PT Rotorejo Kruwuk).
Ada juga yang dikenali sebagai praktisi hukum Blitar, yang diduga sebagai pimpinan kelompok penyerbu. Praktisi hukum tersebut kabarnya merupakan kuasa hukum pihak perkebunan. “Diduga ada praktisi hukumnya yang memimpin penyerbuan,” terang Kabin Feri.
Penyerbuan disertai pengerusakan itu diduga kuat terkait kasus konflik agraria yang hingga kini belum selesai. Sejak tahun 2013, petani PPKM berjuang untuk mendapatkan hak tanah redis. Dari data yang dihimpun, ada sebanyak 323 kepala keluarga (KK) petani.
Mereka bertempat tinggal dan bercocok tanam di kawasan perkebunan. Para petani juga mendirikan posko untuk melakukan koordinasi. Sementara dari total lahan 559 hektar yang disengketakan, sebagian besar dikuasai PT Rotorejo Kruwuk selaku pemegang HGU (Hak Guna Usaha).
Masa berlaku HGU habis pada tahun 2009, dan hingga kini belum diperpanjang. Pihak PT belum bisa memenuhi syarat perpanjangan HGU, yakni melepas20 % dari luas lahan dan diserahkan kepada rakyat.