Pasutri Penginjak Alquran di Sukabumi Divonis 4 Tahun
loading...
A
A
A
SUKABUMI - Pasangan suami istri (pasutri) berinisial CER (25) istrinya SL (24) divonis hukuman penjara 4 tahun oleh Pengadilan Negeri Kota Sukabumi dalam sidang kasus penginjak Alquran pada Senin (19/9/2022).
Pengacara dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) masih pikir-pikir untuk mengajukan banding terkait jatuhnya vonis tersebut. Keduanya beranggapan bahwa putusan hakim tidak sesuai apa yang diharapkan oleh pengacara dan JPU dalam kasus tersebut.
Kasi Pidana Umum (Pidum) Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Sukabumi, Achmad Tri Nugraha mengatakan kedua terdakwa telah dibuktikan dengan Pasal 28 UU ITE Kumulatif dan Pasal 156 (a) KUHP junto pasal 55, yang mana putusan tersebut pidana penjara selama empat tahun dan denda Rp100 juta subsider empat bulan kurungan.
"Kemarin telah dilaksanakan putusan kedua terdakwa kasus Penistaan Agama dan UU ITE, keduanya sama divonis empat tahun penjara, dan denda 100 juta subsider empat bulan kurungan," ujar Tri kepada MNC Portal Indonesia (MPI) di kantornya, Selasa (20/9/2022).
Namun putusan hakim di pengadilan, lanjut Tri, hanya memutuskan empat tahun penjara. Atas putusan tersebut, JPU menyatakan masih pikir-pikir untuk melakukan banding terkait hilangnya 6 bulan tuntutan penjara yang diputuskan hakim.
"Untuk putusan diberikan sikap kepada terdakwa, jika terdakwa bilang pikir-pikir selama tujuh hari, dan kita pun pikir-pikir. Apabila selama tujuh hari ke depan kedua terdakwa tidak melakukan banding dan menerima putusan tersebut maka JPU juga akan melakukan hal yang sama," ujar Tri.
Sementara itu, pengacara terdakwa, Muhammad Saleh Arief mengatakan, pertimbangan antara menerima putusan dan mengajukan banding akan dibicarakan dengan pihak keluarga. Hingga saat ini belum ada langkah yang akan diambil, namun harusnya pihak keluarga mengajukan banding.
"Kalau dari kacamata saya, ya saya mengikuti apa keinginan orang tua dari terdakwa. Mau dia banding ya banding. Sampai sejauh ini, satu hari setelah putusan itu saya belum dapat jawaban karena kan pikir-pikir tujuh hari. Kalau dari kacamata saya, itu harus diajukan banding," ujar Saleh melalui sambungan telepon.
Alasannya, lanjut Saleh, hakim dinilai telah mengabaikan tempat kejadian perkara (TKP) yang tidak terbukti di persidangan. Pembuatan video tersebut itu tidak terjadi seperti yang disebutkan di wilayah Selabintana, dan itu sudah dibantah oleh saksi pemilik kost.
"Kemudian yang kedua, memang ada pembuatan tapi proses perkara ini tadi, itu tidak sempurna. Barang bukti berupa Alquran dan karpet itu tidak ada upaya usaha hakim untuk mempertanyakan itu kepada jaksa. Proses itu harusnya disempurnakan, tidak cukup dengan surat berita acara pencarian barang," ujar Saleh.
Pengacara dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) masih pikir-pikir untuk mengajukan banding terkait jatuhnya vonis tersebut. Keduanya beranggapan bahwa putusan hakim tidak sesuai apa yang diharapkan oleh pengacara dan JPU dalam kasus tersebut.
Kasi Pidana Umum (Pidum) Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Sukabumi, Achmad Tri Nugraha mengatakan kedua terdakwa telah dibuktikan dengan Pasal 28 UU ITE Kumulatif dan Pasal 156 (a) KUHP junto pasal 55, yang mana putusan tersebut pidana penjara selama empat tahun dan denda Rp100 juta subsider empat bulan kurungan.
"Kemarin telah dilaksanakan putusan kedua terdakwa kasus Penistaan Agama dan UU ITE, keduanya sama divonis empat tahun penjara, dan denda 100 juta subsider empat bulan kurungan," ujar Tri kepada MNC Portal Indonesia (MPI) di kantornya, Selasa (20/9/2022).
Namun putusan hakim di pengadilan, lanjut Tri, hanya memutuskan empat tahun penjara. Atas putusan tersebut, JPU menyatakan masih pikir-pikir untuk melakukan banding terkait hilangnya 6 bulan tuntutan penjara yang diputuskan hakim.
"Untuk putusan diberikan sikap kepada terdakwa, jika terdakwa bilang pikir-pikir selama tujuh hari, dan kita pun pikir-pikir. Apabila selama tujuh hari ke depan kedua terdakwa tidak melakukan banding dan menerima putusan tersebut maka JPU juga akan melakukan hal yang sama," ujar Tri.
Sementara itu, pengacara terdakwa, Muhammad Saleh Arief mengatakan, pertimbangan antara menerima putusan dan mengajukan banding akan dibicarakan dengan pihak keluarga. Hingga saat ini belum ada langkah yang akan diambil, namun harusnya pihak keluarga mengajukan banding.
"Kalau dari kacamata saya, ya saya mengikuti apa keinginan orang tua dari terdakwa. Mau dia banding ya banding. Sampai sejauh ini, satu hari setelah putusan itu saya belum dapat jawaban karena kan pikir-pikir tujuh hari. Kalau dari kacamata saya, itu harus diajukan banding," ujar Saleh melalui sambungan telepon.
Alasannya, lanjut Saleh, hakim dinilai telah mengabaikan tempat kejadian perkara (TKP) yang tidak terbukti di persidangan. Pembuatan video tersebut itu tidak terjadi seperti yang disebutkan di wilayah Selabintana, dan itu sudah dibantah oleh saksi pemilik kost.
"Kemudian yang kedua, memang ada pembuatan tapi proses perkara ini tadi, itu tidak sempurna. Barang bukti berupa Alquran dan karpet itu tidak ada upaya usaha hakim untuk mempertanyakan itu kepada jaksa. Proses itu harusnya disempurnakan, tidak cukup dengan surat berita acara pencarian barang," ujar Saleh.
(shf)