Bikin Polusi, Warga Protes Pembakaran Sampah Peternakan Kambing
loading...
A
A
A
SEMARANG - Ratusan warga Kelurahan Bulusan dan Kelurahan Kramas, Kecamatan Tembalang, Kota Semarang memprotes pembakaran sampah yang sering dilakukan peternak kambing di wilayahnya. Pasalnya, pembakaran sisa pakan ternak tersebut menimbulkan polusi asap dan mengancam kesehatan mereka.
Usai diprotes warga, kelompok peternak kambing di Kelurahan Kramas pun berjanji tidak akan melakukan pembakaran lagi.
Janji tersebut disampaikan mereka saat dilakukannya mediasi antara pihak peternak dengan warga pemrotes pembakaran. Yakni warga RW V Kelurahan Bulusan, dan warga Kelurahan Kramas. Mediasi dilakukan di Kantor Kecamatan Tembalang, Selasa (30/6/2020).
Mereka yang terdampak adalah warga Perum Bukit Cemara Residence (BCR) dan Perum Bulusan Continental Residence (Buconres). Pertemuan juga dikuti Lurah Bulusan Slamet Raharjo dan Lurah Kramas Bambang Sularso.
Perwakilan warga RW V, Eko Supriyatno mengungkapkan bahwa selama ini warganya banyak yang mengeluhkan asap pembakaran limbah ternak. Pasalnya, lokasi peternakan bersebelahan langsung dengan perumahan.
"Beberapa hari yang lalu parah sekali, asap pembakarannya sampai masuk ke rumah-rumah. Ini yang merasakan banyak," kata Ketua RT 6 ini.(Baca juga : Tenggelam di Sungai Kuto, Warga Ungaran Ditemukan Tak Bernyawa )
Menurutnya, jika tidak ditangani, dia khawatir akan mengganggu kesehatan warga, seperti potensi menyebabkan gangguan pernapasan. "Kami was-was, apalagi sekarang ini kan masih masa pandemi COVID-19," tandasnya.
Warga BCR, Charles Wijaya menambahkan, pembakaran oleh pengelola ternak dilakukan secara intens setiap hari. Yaitu setiap Maghrib dan Isya, pukul 22.00, dan pukul 24.00.
"Ini sangat mengganggu. Asapnya sampai ke mushola di waktu salat. Juga masuk ke dalam rumah sehingga di malam hari warga sulit beristirahat," tegas Charles.
Dia mendesak peternak menghentikan pembakaran. Sebab, polusi yang dihasilkan bisa membahayakan warga. "Asapnya bisa menyebabkan ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Atas). Jadi saat ini seolah warga melawan dua ancaman penyakit, COVID dan ISPA," paparnya.
Permasalahan tersebut juga telah dilaporkan ke kanal pengaduan Wali Kota Semarang, Lapor Hendi.
Sementara, perwakilan kelompok peternak, Kasmiran mengaku sudah berupaya mengurangi intensitas pembakaran setelah mendapat imbauan dari pihak kelurahan. Pembakaran selama ini dilakukan untuk mengusir nyamuk.
Dia menuding, petani di sekitar peternakan juga kerap melakukan pembakaran sampah. Sehingga dia ingin supaya jangan hanya menyalahkan kalangan peternak. Dia menyebutkan ada 8 kandang di kawasan tersebut.
"Sebenarnya kami tidak sengaja kalau asapnya sampai ke perumahan. Itu petani juga sering, bahkan saya sendiri biasanya ikut mengingatkan mereka," ujarnya.
Sekretaris Kecamatan Tembalang, Nur Fatoni selaku mediator berharap semua pihak bisa saling memahami. Dia menyimpulkan, pasca ini peternak tidak boleh melakukan pembakaran lagi, dengan alasan apapun.
"Harapan kami, untuk sisa-sisa makanan ternak yang biasanya dibakar, ke depan dapat diolah menjadi pupuk. Ini justru lebih bermanfaat, sekaligus mengurangi bau juga," tegasnya.
Sebelumnya, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Semarang, Sapto Adi Sugihartono mengingatkan warga supaya jangan melakukan pembakaran sampah jenis apapun. Sebab, selain ada aturan larangannya juga dapat menimbulkan efek negatif.
Dia menerangkan, pembakaran sampah jelas akan menimbulkan karbon, CO2, polusi udara. Apalagi jenis sampah basah yang membuat lebih banyak asap, dampaknya bisa mengganggu kesehatan.
Disebutkan, larangan tersebut tertuang dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 6 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah.
Usai diprotes warga, kelompok peternak kambing di Kelurahan Kramas pun berjanji tidak akan melakukan pembakaran lagi.
Janji tersebut disampaikan mereka saat dilakukannya mediasi antara pihak peternak dengan warga pemrotes pembakaran. Yakni warga RW V Kelurahan Bulusan, dan warga Kelurahan Kramas. Mediasi dilakukan di Kantor Kecamatan Tembalang, Selasa (30/6/2020).
Mereka yang terdampak adalah warga Perum Bukit Cemara Residence (BCR) dan Perum Bulusan Continental Residence (Buconres). Pertemuan juga dikuti Lurah Bulusan Slamet Raharjo dan Lurah Kramas Bambang Sularso.
Perwakilan warga RW V, Eko Supriyatno mengungkapkan bahwa selama ini warganya banyak yang mengeluhkan asap pembakaran limbah ternak. Pasalnya, lokasi peternakan bersebelahan langsung dengan perumahan.
"Beberapa hari yang lalu parah sekali, asap pembakarannya sampai masuk ke rumah-rumah. Ini yang merasakan banyak," kata Ketua RT 6 ini.(Baca juga : Tenggelam di Sungai Kuto, Warga Ungaran Ditemukan Tak Bernyawa )
Menurutnya, jika tidak ditangani, dia khawatir akan mengganggu kesehatan warga, seperti potensi menyebabkan gangguan pernapasan. "Kami was-was, apalagi sekarang ini kan masih masa pandemi COVID-19," tandasnya.
Warga BCR, Charles Wijaya menambahkan, pembakaran oleh pengelola ternak dilakukan secara intens setiap hari. Yaitu setiap Maghrib dan Isya, pukul 22.00, dan pukul 24.00.
"Ini sangat mengganggu. Asapnya sampai ke mushola di waktu salat. Juga masuk ke dalam rumah sehingga di malam hari warga sulit beristirahat," tegas Charles.
Dia mendesak peternak menghentikan pembakaran. Sebab, polusi yang dihasilkan bisa membahayakan warga. "Asapnya bisa menyebabkan ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Atas). Jadi saat ini seolah warga melawan dua ancaman penyakit, COVID dan ISPA," paparnya.
Permasalahan tersebut juga telah dilaporkan ke kanal pengaduan Wali Kota Semarang, Lapor Hendi.
Sementara, perwakilan kelompok peternak, Kasmiran mengaku sudah berupaya mengurangi intensitas pembakaran setelah mendapat imbauan dari pihak kelurahan. Pembakaran selama ini dilakukan untuk mengusir nyamuk.
Dia menuding, petani di sekitar peternakan juga kerap melakukan pembakaran sampah. Sehingga dia ingin supaya jangan hanya menyalahkan kalangan peternak. Dia menyebutkan ada 8 kandang di kawasan tersebut.
"Sebenarnya kami tidak sengaja kalau asapnya sampai ke perumahan. Itu petani juga sering, bahkan saya sendiri biasanya ikut mengingatkan mereka," ujarnya.
Sekretaris Kecamatan Tembalang, Nur Fatoni selaku mediator berharap semua pihak bisa saling memahami. Dia menyimpulkan, pasca ini peternak tidak boleh melakukan pembakaran lagi, dengan alasan apapun.
"Harapan kami, untuk sisa-sisa makanan ternak yang biasanya dibakar, ke depan dapat diolah menjadi pupuk. Ini justru lebih bermanfaat, sekaligus mengurangi bau juga," tegasnya.
Sebelumnya, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Semarang, Sapto Adi Sugihartono mengingatkan warga supaya jangan melakukan pembakaran sampah jenis apapun. Sebab, selain ada aturan larangannya juga dapat menimbulkan efek negatif.
Dia menerangkan, pembakaran sampah jelas akan menimbulkan karbon, CO2, polusi udara. Apalagi jenis sampah basah yang membuat lebih banyak asap, dampaknya bisa mengganggu kesehatan.
Disebutkan, larangan tersebut tertuang dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 6 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah.
(nun)