Eksepsi Ade Yasin Ditolak Hakim, Sidang Kasus Suap Pegawai BPK Jabar Berlanjut
loading...
A
A
A
BANDUNG - Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Bandung menolak eksepsi terdakwa kasus suap pegawai Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) Perwakilan Provinsi Jawa Barat, Ade Yasin.
Majelis Hakim PN Bandung menilai, penolakan eksepsi yang diajukan Bupati Bogor non-aktif atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tersebut sudah sesuai aturan.
"Mengadili, keberatan (eksepsi) Ade Yasin tidak dapat diterima, pemeriksaan dilanjutkan dengan surat dakwaan penuntut umum yang disampaikan pada 6 Juni 2022 sebagai dasar pemeriksaan," tegas Hakim Ketua, Hera Kartiningsih saat membacakan putusan sela di PN Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung, Senin (1/8/2022).
Baca juga: Jawaban JPU Absurd, Hakim Diminta Terima Eksepsi Ade Yasin
Majelis Hakim PN Bandung juga menilai bahwa pengajuan eksepsi yang diajukan oleh Ade Yasin belum tepat, salah satunya soal hasil berita acara pemeriksaan (BAP) yang dinilai kuasa hukum tidak sesuai dakwaan JPU KPK.
Menurut majelis hakim, pengacara seharusnya bisa langsung menyatakan ketidaksesuaian tersebut saat dilakukan pemeriksaan. Pasalnya, pengacara sudah memberikan pendampingan saat Ade Yasin diperiksa oleh KPK.
"Majelis hakim tidak sependapat dengan penasehat hukum, sementara alasan terdakwa tidak dapat diterima," tegasnya lagi.
Berdasarkan putusan Majelis Hakim PN Bandung tersebut, sidang kasus suap pegawai BPK Jabar dengan terdakwa Ade Yasin akan dilanjutkan dengan pemeriksaan saksi-saksi yang akan dihadirkan oleh JPU KPK, pekan depan.
"Pemeriksaan dilanjutkan dengan dakwaan dari penuntut umum. Keberatan eksepsi tidak dapat diterima," tandas Hera Kartiningsih.
Sementara itu, Dina Lara Rahmawati Butar Butar, pengacara Ade Yasin menyatakan, pihaknya menghargai putusan sela yang dibacakan Majelis Hakim PN Bandung itu. Namun, kata Hera, putusan itu bukanlah akhir dari perjuangan kliennya.
"Kami sangat menghargai sekali putusan sela yang dibacakan oleh majelis hakim karena memang putusan sela ini bukan akhir dari segalanya karena tujuan putusan sela ini untuk memperlanjacar persidangan," kata Dina.
Diketahui, dalam dakwaannya, Jaksa KPK menyebut, total uang suap yang diberikan Ade Yasin kepada pegawai BPK Jabar mencapai Rp1,935 miliar. Uang suap diberikan secara bertahap dalam kurun waktu Oktober 2021 hingga April 2022.
"Terdakwa melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa, sehingga dipandang sebagai perbuatan berlanjut memberi atau memberikan sesuatu yaitu memberikan uang yang keseluruhannya berjumlah Rp1.935.000.000," ujar Jaksa KPK dalam sidang perdana kasus Ade Yasin.
Jaksa KPK melanjutkan, uang sebesar Rp1,9 miliar lebih itu diberikan Ade Yasin kepada sejumlah pegawai BPK Jabar, yakni Anthon Merdiansyah, Arko Mulawan, Hendra Nur Rahmatullah Kartiwa, dan Gerri Ginanjar Trie Rahmatullah.
"(Pemberian) dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yaitu dengan maksud agar LKPD (Laporan Keuangan Pemerintah Daerah) Kabupaten Bogor mendapatkan opini WTP yang bertentangan dengan kewajibannya," beber Jaksa KPK.
Jaksa KPK menilai, terdakwa Ade Yasin melanggar Pasal 5 ayat 1 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat 1 KUHP sebagaimana dakwaan pertama. Ade Yasin juga dianggap melanggar Pasal 13 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat 1 KUHP sebagaimana dakwaan kedua.
Ade Yasin sendiri terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK bersama dengan 11 orang lainnya. Kemudian, KPK menetapkan delapan orang tersangka, baik pemberi suap maupun penerima suap dalam kasus suap yang melibatkan pegawai BPK Jabar.
Majelis Hakim PN Bandung menilai, penolakan eksepsi yang diajukan Bupati Bogor non-aktif atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tersebut sudah sesuai aturan.
"Mengadili, keberatan (eksepsi) Ade Yasin tidak dapat diterima, pemeriksaan dilanjutkan dengan surat dakwaan penuntut umum yang disampaikan pada 6 Juni 2022 sebagai dasar pemeriksaan," tegas Hakim Ketua, Hera Kartiningsih saat membacakan putusan sela di PN Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung, Senin (1/8/2022).
Baca juga: Jawaban JPU Absurd, Hakim Diminta Terima Eksepsi Ade Yasin
Majelis Hakim PN Bandung juga menilai bahwa pengajuan eksepsi yang diajukan oleh Ade Yasin belum tepat, salah satunya soal hasil berita acara pemeriksaan (BAP) yang dinilai kuasa hukum tidak sesuai dakwaan JPU KPK.
Menurut majelis hakim, pengacara seharusnya bisa langsung menyatakan ketidaksesuaian tersebut saat dilakukan pemeriksaan. Pasalnya, pengacara sudah memberikan pendampingan saat Ade Yasin diperiksa oleh KPK.
"Majelis hakim tidak sependapat dengan penasehat hukum, sementara alasan terdakwa tidak dapat diterima," tegasnya lagi.
Berdasarkan putusan Majelis Hakim PN Bandung tersebut, sidang kasus suap pegawai BPK Jabar dengan terdakwa Ade Yasin akan dilanjutkan dengan pemeriksaan saksi-saksi yang akan dihadirkan oleh JPU KPK, pekan depan.
"Pemeriksaan dilanjutkan dengan dakwaan dari penuntut umum. Keberatan eksepsi tidak dapat diterima," tandas Hera Kartiningsih.
Sementara itu, Dina Lara Rahmawati Butar Butar, pengacara Ade Yasin menyatakan, pihaknya menghargai putusan sela yang dibacakan Majelis Hakim PN Bandung itu. Namun, kata Hera, putusan itu bukanlah akhir dari perjuangan kliennya.
"Kami sangat menghargai sekali putusan sela yang dibacakan oleh majelis hakim karena memang putusan sela ini bukan akhir dari segalanya karena tujuan putusan sela ini untuk memperlanjacar persidangan," kata Dina.
Diketahui, dalam dakwaannya, Jaksa KPK menyebut, total uang suap yang diberikan Ade Yasin kepada pegawai BPK Jabar mencapai Rp1,935 miliar. Uang suap diberikan secara bertahap dalam kurun waktu Oktober 2021 hingga April 2022.
"Terdakwa melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa, sehingga dipandang sebagai perbuatan berlanjut memberi atau memberikan sesuatu yaitu memberikan uang yang keseluruhannya berjumlah Rp1.935.000.000," ujar Jaksa KPK dalam sidang perdana kasus Ade Yasin.
Jaksa KPK melanjutkan, uang sebesar Rp1,9 miliar lebih itu diberikan Ade Yasin kepada sejumlah pegawai BPK Jabar, yakni Anthon Merdiansyah, Arko Mulawan, Hendra Nur Rahmatullah Kartiwa, dan Gerri Ginanjar Trie Rahmatullah.
"(Pemberian) dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yaitu dengan maksud agar LKPD (Laporan Keuangan Pemerintah Daerah) Kabupaten Bogor mendapatkan opini WTP yang bertentangan dengan kewajibannya," beber Jaksa KPK.
Jaksa KPK menilai, terdakwa Ade Yasin melanggar Pasal 5 ayat 1 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat 1 KUHP sebagaimana dakwaan pertama. Ade Yasin juga dianggap melanggar Pasal 13 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat 1 KUHP sebagaimana dakwaan kedua.
Ade Yasin sendiri terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK bersama dengan 11 orang lainnya. Kemudian, KPK menetapkan delapan orang tersangka, baik pemberi suap maupun penerima suap dalam kasus suap yang melibatkan pegawai BPK Jabar.
(msd)