Hari ini Ultah Penyair Legendaris Chairil Anwar ke-100, Ini Kisah Hidupnya yang Penuh Cerita
loading...
A
A
A
MEDAN - Penyair legandaris Chairil Anwar lahir pada 26 Juli 1922 di Medan, Sumatera Utara. Kisah hidupnya yang dibukukan dalam judul "Ini Kali Tak ada Yang Mencari Cinta", bercerita bagaimana Chairil Anwar dilahirkan dengan penuh perjuangan.
Secara dramatis digambarkan, Siti Saleha binti Datuk Paduko Tuan harus mengejan dengan gagah berani untuk mengeluarkan bayi Chairil dari rahimnya.
Sementara di ruang tamu, Toeloes bin Manan, suaminya terlihat gelisah tak menentu.
Jerit tangis pertama bayi Chairil membuat wajah Toeloes mendadak semringah. Ia berlari mendekat, dan lantas mengintip dari balik jendela kamar. Melihat putra laki-lakinya lahir dengan selamat, Toeloes tersenyum gembira.
Ayah Chairil Anwar merupakan seorang controleur, pegawai tinggi di era pemerintahan Hindia Belanda.
Sebelum menetap di Kota Medan, Toeloes sempat berpindah-pindah tugas dari satu kota ke kota lain. Siak Sri Indrapura, Tanjung Balai, dan Pangkalan Brandan. Chairil kecil selalu mengikuti ke mana orang tuanya pergi.
Bocah Chairil Anwar tumbuh di lingkungan keluarga dengan ekonomi berkecukupan dan sekaligus terpandang secara sosial.
Untuk bocah Chairil, Toeloes selalu mengusahakan yang terbaik. Mulai makanan sampai mainan, selalu segera tersedia ketika putranya menginginkan.
Dalam buku Chairil Anwar Sebuah Pertemuan (1976), Arief Budiman menyebut, saat kecil Chairil merupakan bocah manja.
Chairil kecil memiliki tabiat pantang dikalahkan. Ia harus menang dalam segala persaingan dan harus terpenuhi ketika hatinya sudah menginginkan.
“Ketika dia kecil, dia adalah seorang anak manja dari orang tua yang cukup berada,” tulis Arief Budiman. Saat beranjak remaja, Chairil Anwar menjelma sebagai bocah lelaki remaja dengan kepribadian terbuka.
Ketertarikannya dengan lawan jenis begitu besar dan itu membuatnya mudah berganti pacar.
Sifat playboy yang sudah terlihat sejak remaja itu, kelak terus terbawa hingga Chairil dewasa dan berumah tangga.
Karinah Moorjono, Dien Tamaela, Gadis Rasjid, Sumirat, Sri Ayati, Tuti Artic dan Ida Nasution, merupakan nama-nama yang pernah bikin Chairil Anwar jatuh hati.
“Ketika dia mengalami masa remajanya, dia berkencan dengan banyak gadis,” kata Arief Budiman.
Chairil menghabiskan waktunya dengan menjalani macam-macam kehidupan, terutama saat dirinya memutuskan tinggal di Jakarta dan jauh dari orang tua. Jalan hidupnya berlangsung dinamis.
Chairil pernah hidup sebagai gelandangan. Dia pernah berdiskusi dengan macam-macam orang, baik dari kaum intelektual yang berpikiran majemuk hingga rakyat jelata yang berpikiran sederhana.
“Dia adalah pencuri, sehingga kalau dia masuk toko buku, dia sering dicurigai dan diawasi,” tulis Arief Budiman dalam Chairil Anwar Sebuah Pertemuan.
Di usia dua puluh tahun, sajak Chairil Anwar yang pertama diterbitkan. Sajak yang berbicara tentang kematian. Saat berumur dua puluh tujuh tahun, yakni tahun kematiannya, Chairil Anwar kembali berbicara tentang kematian.
Pada saat itu Chairil Anwar mengidap beberapa penyakit dalam tubuhnya. Sementara dia terus hidup secara tidak teratur. Chairil seolah mengisyaratkan kematiannya sudah dekat.
“HB Jassin bercerita bagaimana tiba-tiba Chairil jadi senang dipotret. Juga kepada teman-teman pelukisnya, dia sering minta dibuatkan gambar dirinya,” kata Arief Budiman.
Di tengah kondisinya yang miskin dan sakit-sakitan, Chairil Anwar memiliki semangat yang tak pernah padam, terutama dalam berkesenian sekaligus mengobarkan semangat perjuangan.
Di masa revolusi kemerdekaan ia memiliki andil besar dalam mengobarkan semangat perjuangan.
Peristiwa itu terjadi pasca Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945, yang mana pasukan Belanda yang membonceng NICA hendak menjajah Indonesia kembali.
Chairil hadir di studio pelukis, di mana pelukis Affandi baru saja menuntaskan poster perjuangan. Chairil berdiri telanjang dada dengan celana setengah digulung.
Pada permukaan poster yang masih basah itu, ia tiba-tiba mencoretkan sebaris kata-kata: Bung Ayo Bung!. “Ha, lihat, begini mustinya kata-katanya!,” seloroh Chairil Anwar seperti dikutip dari buku Aku, Berdasarkan Perjalanan Hidup dan Karya Penyair Chairil Anwar.
Sepanjang tahun 1942-1949, penyair Chairil Anwar telah menghasilkan 94 karya tulis, dengan 70 di antaranya sajak asli. Chairil Anwar menikah dengan Hapsah Wiriaredja pada 6 September 1946 dan dikarunia seorang putri bernama Evawani.
Chairil yang pernah mengungkapkan dalam puisinya, ingin hidup seribu tahun lagi dan kalau berumur panjang akan menjadi menteri pendidikan dan kebudayaan, meninggal dunia akibat penyakit paru-paru yang diderita.
Chairil Anwar wafat pada 28 April 1949, di usia 27 tahun dan dimakamkan di Pemakaman Umum Karet, Jakarta. Pada nisannya yang berdiri tegak tertulis : Di sini Berbaring Penyair Chairil Anwar Pelopor Angkatan ‘45.
Secara dramatis digambarkan, Siti Saleha binti Datuk Paduko Tuan harus mengejan dengan gagah berani untuk mengeluarkan bayi Chairil dari rahimnya.
Sementara di ruang tamu, Toeloes bin Manan, suaminya terlihat gelisah tak menentu.
Jerit tangis pertama bayi Chairil membuat wajah Toeloes mendadak semringah. Ia berlari mendekat, dan lantas mengintip dari balik jendela kamar. Melihat putra laki-lakinya lahir dengan selamat, Toeloes tersenyum gembira.
Ayah Chairil Anwar merupakan seorang controleur, pegawai tinggi di era pemerintahan Hindia Belanda.
Sebelum menetap di Kota Medan, Toeloes sempat berpindah-pindah tugas dari satu kota ke kota lain. Siak Sri Indrapura, Tanjung Balai, dan Pangkalan Brandan. Chairil kecil selalu mengikuti ke mana orang tuanya pergi.
Bocah Chairil Anwar tumbuh di lingkungan keluarga dengan ekonomi berkecukupan dan sekaligus terpandang secara sosial.
Untuk bocah Chairil, Toeloes selalu mengusahakan yang terbaik. Mulai makanan sampai mainan, selalu segera tersedia ketika putranya menginginkan.
Dalam buku Chairil Anwar Sebuah Pertemuan (1976), Arief Budiman menyebut, saat kecil Chairil merupakan bocah manja.
Chairil kecil memiliki tabiat pantang dikalahkan. Ia harus menang dalam segala persaingan dan harus terpenuhi ketika hatinya sudah menginginkan.
“Ketika dia kecil, dia adalah seorang anak manja dari orang tua yang cukup berada,” tulis Arief Budiman. Saat beranjak remaja, Chairil Anwar menjelma sebagai bocah lelaki remaja dengan kepribadian terbuka.
Ketertarikannya dengan lawan jenis begitu besar dan itu membuatnya mudah berganti pacar.
Sifat playboy yang sudah terlihat sejak remaja itu, kelak terus terbawa hingga Chairil dewasa dan berumah tangga.
Karinah Moorjono, Dien Tamaela, Gadis Rasjid, Sumirat, Sri Ayati, Tuti Artic dan Ida Nasution, merupakan nama-nama yang pernah bikin Chairil Anwar jatuh hati.
“Ketika dia mengalami masa remajanya, dia berkencan dengan banyak gadis,” kata Arief Budiman.
Chairil menghabiskan waktunya dengan menjalani macam-macam kehidupan, terutama saat dirinya memutuskan tinggal di Jakarta dan jauh dari orang tua. Jalan hidupnya berlangsung dinamis.
Chairil pernah hidup sebagai gelandangan. Dia pernah berdiskusi dengan macam-macam orang, baik dari kaum intelektual yang berpikiran majemuk hingga rakyat jelata yang berpikiran sederhana.
“Dia adalah pencuri, sehingga kalau dia masuk toko buku, dia sering dicurigai dan diawasi,” tulis Arief Budiman dalam Chairil Anwar Sebuah Pertemuan.
Di usia dua puluh tahun, sajak Chairil Anwar yang pertama diterbitkan. Sajak yang berbicara tentang kematian. Saat berumur dua puluh tujuh tahun, yakni tahun kematiannya, Chairil Anwar kembali berbicara tentang kematian.
Pada saat itu Chairil Anwar mengidap beberapa penyakit dalam tubuhnya. Sementara dia terus hidup secara tidak teratur. Chairil seolah mengisyaratkan kematiannya sudah dekat.
“HB Jassin bercerita bagaimana tiba-tiba Chairil jadi senang dipotret. Juga kepada teman-teman pelukisnya, dia sering minta dibuatkan gambar dirinya,” kata Arief Budiman.
Di tengah kondisinya yang miskin dan sakit-sakitan, Chairil Anwar memiliki semangat yang tak pernah padam, terutama dalam berkesenian sekaligus mengobarkan semangat perjuangan.
Di masa revolusi kemerdekaan ia memiliki andil besar dalam mengobarkan semangat perjuangan.
Peristiwa itu terjadi pasca Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945, yang mana pasukan Belanda yang membonceng NICA hendak menjajah Indonesia kembali.
Chairil hadir di studio pelukis, di mana pelukis Affandi baru saja menuntaskan poster perjuangan. Chairil berdiri telanjang dada dengan celana setengah digulung.
Pada permukaan poster yang masih basah itu, ia tiba-tiba mencoretkan sebaris kata-kata: Bung Ayo Bung!. “Ha, lihat, begini mustinya kata-katanya!,” seloroh Chairil Anwar seperti dikutip dari buku Aku, Berdasarkan Perjalanan Hidup dan Karya Penyair Chairil Anwar.
Sepanjang tahun 1942-1949, penyair Chairil Anwar telah menghasilkan 94 karya tulis, dengan 70 di antaranya sajak asli. Chairil Anwar menikah dengan Hapsah Wiriaredja pada 6 September 1946 dan dikarunia seorang putri bernama Evawani.
Chairil yang pernah mengungkapkan dalam puisinya, ingin hidup seribu tahun lagi dan kalau berumur panjang akan menjadi menteri pendidikan dan kebudayaan, meninggal dunia akibat penyakit paru-paru yang diderita.
Chairil Anwar wafat pada 28 April 1949, di usia 27 tahun dan dimakamkan di Pemakaman Umum Karet, Jakarta. Pada nisannya yang berdiri tegak tertulis : Di sini Berbaring Penyair Chairil Anwar Pelopor Angkatan ‘45.
(shf)