Terancam, Tenaga Medis dan Warga Pendatang Mengungsi Tinggalkan Kobakma Papua
loading...
A
A
A
KOBAKMA - Merasa tidak aman dan khawatir, Warga pendatang (Nusantara) di Kobakma, ibu kota Kabupaten Mamberamo Tengah (Mamteng) Papua memilih mengungsi atau eksodus keluar dari Kobakma, Sabtu (9/7/2022).
Hal ini menyusul adanya aksi demo ratusan massa yang menuntut kejelasan atas kasus yang dituduhkan kepada Bupati Ricky Ham Pagawak (RHP), di mana saat ini masih ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan suap atau gratifikasi.
Massa yang menamakan dirinya Forum Peduli RHP itu melakukan sejumlah aksi pemalangan dan meminta warga Nusantara tak terkecuali warga asli Papua dari wilayah Pesisir untuk segera keluar meninggalkan wilayah yang selama ini aman dan konsudif.
Pantauan di lapangan Sabtu (9/7/2022) siang Aksi massa ini membuat kekhawatiran dari kaum pendatang di beberapa lokasi seperti Barak 15, yang menjadi tempat tinggal warga pendatang yang notabene sebagian besar adalah Aparat Sipil Negara (ASN).
Mereka terlihat membawa barang dan keluar dengan menggunakan beberapa mobil pikap. Bahkan mereka juga membawa hewan peliharaan mereka. Kali ini yang dituju adalah Kota Wamena yang dirasa aman.
Hal yang sama juga terjadi di kompleks kesehatan yang dihuni tenaga medis, baik dokter maupun perawat. Terlihat mereka membawa sejumlah barang mereka, pakaian dan juga ijazah bersama surat-surat penting lainnya. Begitu juga dengan warga di Kawasan Pasar Kobakma.
Mereka memilih mengungsi, karena merasa kondisi di kota ini sudah tidak aman, jika tetap tinggal di Kobakma. Para pendemo hanya memperbolehkan pedagang asli Mamberamo Tengah saja yang boleh berdagang. Sedangkan warga Nusantara tak diperbolehkan berdagang.
Selain itu rumah–rumah warga pendatang dan pegawai juga sudah terlihat tertutup dan kosong. Begitu juga dengan kios-kios di Kawasan Pasar Kobakma, mau pun perkantoran sepi. Kota Kobakma menjadi seperti kota mati.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Mamteng Helda Wally mengaku khawatir dengan keselamatan para stafnya, sehingga memilih ke Kota Wamena.
“Kalau di Kabupaten Mamberamo Tengah kita di Rumah Sakit, Puskesmas dan Dinas Kesehatan. Tenaga Kesehatan kita hampir 65 persen bukan orang asli. Ada dari luar Papua dan juga Pantai. Dengan melihat situasi Kobakma hari ini, kelihatannya tidak aman. Saya sebagai Kepala Dinas dan juga Pak Direktur kami harus menyelamatkan teman-teman kami. Petugas, dokter perawat dan Bidan yang bertugas disini,” ungkapnya.
Karena belajar dari pengalaman yang pernah terjadi di Kabupaten Yalimo, Pegunungan Bintang. Pihaknya hanya mengantisipasi saja, jangan sampai petugas Kesehatan nyawanya terancam dalam pelayanan di Kabupaten Mamteng. Sehingga pihaknya lebih memilih untuk keluar menyelamatkan para tenaga medis.
Baca: Warga Serbu Pembagian Paket Daging Kurban Perindo di Medan.
Saat ini jumlah tenaga medis tenaga honorer yang digabung dengan rumah sakit 313 di mana kurang lebih 220-an yang terdiri dari orang Pantai dan pendatang/Nusantara. Jadi sekitar 65 persen dari kaum pendatang. Sedangkan tenaga dokter semuanya adalah kaum pendatang.
Sementara itu di tempat yang sama Direktur RSUD Lukas Enembe Samuel Tandisala mengaku untuk sementara para tenaga medis dari luar Papua dalam artian yang non Papua diungsikan. Situasi Kota Kobakma kurang aman saat ini karena berbagai isu dan kabar yang beredar. Sehingga para tenaga medis ini merasa gelisah.
“Di samping itu juga ada trauma-trauma kejadian di wilayah-wilayah Pegunungan yang berdampak langsung di teman-teman Nakes. Walau di tempat lain akan tetapi ini tetap berefek kepada teman-teman di Mamberamo Tengah,” sebutnya.
Baca Juga: Warga Merangin Resah, Jembatan Penghubung Desa Nyaris Ambruk.
Meski demikian, pelayanan di RS Lukas Enembe tetap dilayani, akan tetapi disertai catatan yang bertugas adalah anak-anak asli daerah Mamberamo tengah. "Namun untuk pelayanan IGD tetap dilayani 24 jam dengan catatan dilayani oleh tenaga putra daerah asli," katanya.
Sementara itu, Dokter Sammy yang bertugas di RS Lukas Enembe mengaku merasa berat meninggalkan Kota Kobakma. Akan tetapi karena situasi keamanan yang kurang kondusif sehingga dirinya memilih untuk mengungsi.
Hal ini menyusul adanya aksi demo ratusan massa yang menuntut kejelasan atas kasus yang dituduhkan kepada Bupati Ricky Ham Pagawak (RHP), di mana saat ini masih ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan suap atau gratifikasi.
Massa yang menamakan dirinya Forum Peduli RHP itu melakukan sejumlah aksi pemalangan dan meminta warga Nusantara tak terkecuali warga asli Papua dari wilayah Pesisir untuk segera keluar meninggalkan wilayah yang selama ini aman dan konsudif.
Pantauan di lapangan Sabtu (9/7/2022) siang Aksi massa ini membuat kekhawatiran dari kaum pendatang di beberapa lokasi seperti Barak 15, yang menjadi tempat tinggal warga pendatang yang notabene sebagian besar adalah Aparat Sipil Negara (ASN).
Mereka terlihat membawa barang dan keluar dengan menggunakan beberapa mobil pikap. Bahkan mereka juga membawa hewan peliharaan mereka. Kali ini yang dituju adalah Kota Wamena yang dirasa aman.
Hal yang sama juga terjadi di kompleks kesehatan yang dihuni tenaga medis, baik dokter maupun perawat. Terlihat mereka membawa sejumlah barang mereka, pakaian dan juga ijazah bersama surat-surat penting lainnya. Begitu juga dengan warga di Kawasan Pasar Kobakma.
Mereka memilih mengungsi, karena merasa kondisi di kota ini sudah tidak aman, jika tetap tinggal di Kobakma. Para pendemo hanya memperbolehkan pedagang asli Mamberamo Tengah saja yang boleh berdagang. Sedangkan warga Nusantara tak diperbolehkan berdagang.
Selain itu rumah–rumah warga pendatang dan pegawai juga sudah terlihat tertutup dan kosong. Begitu juga dengan kios-kios di Kawasan Pasar Kobakma, mau pun perkantoran sepi. Kota Kobakma menjadi seperti kota mati.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Mamteng Helda Wally mengaku khawatir dengan keselamatan para stafnya, sehingga memilih ke Kota Wamena.
“Kalau di Kabupaten Mamberamo Tengah kita di Rumah Sakit, Puskesmas dan Dinas Kesehatan. Tenaga Kesehatan kita hampir 65 persen bukan orang asli. Ada dari luar Papua dan juga Pantai. Dengan melihat situasi Kobakma hari ini, kelihatannya tidak aman. Saya sebagai Kepala Dinas dan juga Pak Direktur kami harus menyelamatkan teman-teman kami. Petugas, dokter perawat dan Bidan yang bertugas disini,” ungkapnya.
Karena belajar dari pengalaman yang pernah terjadi di Kabupaten Yalimo, Pegunungan Bintang. Pihaknya hanya mengantisipasi saja, jangan sampai petugas Kesehatan nyawanya terancam dalam pelayanan di Kabupaten Mamteng. Sehingga pihaknya lebih memilih untuk keluar menyelamatkan para tenaga medis.
Baca: Warga Serbu Pembagian Paket Daging Kurban Perindo di Medan.
Saat ini jumlah tenaga medis tenaga honorer yang digabung dengan rumah sakit 313 di mana kurang lebih 220-an yang terdiri dari orang Pantai dan pendatang/Nusantara. Jadi sekitar 65 persen dari kaum pendatang. Sedangkan tenaga dokter semuanya adalah kaum pendatang.
Sementara itu di tempat yang sama Direktur RSUD Lukas Enembe Samuel Tandisala mengaku untuk sementara para tenaga medis dari luar Papua dalam artian yang non Papua diungsikan. Situasi Kota Kobakma kurang aman saat ini karena berbagai isu dan kabar yang beredar. Sehingga para tenaga medis ini merasa gelisah.
“Di samping itu juga ada trauma-trauma kejadian di wilayah-wilayah Pegunungan yang berdampak langsung di teman-teman Nakes. Walau di tempat lain akan tetapi ini tetap berefek kepada teman-teman di Mamberamo Tengah,” sebutnya.
Baca Juga: Warga Merangin Resah, Jembatan Penghubung Desa Nyaris Ambruk.
Meski demikian, pelayanan di RS Lukas Enembe tetap dilayani, akan tetapi disertai catatan yang bertugas adalah anak-anak asli daerah Mamberamo tengah. "Namun untuk pelayanan IGD tetap dilayani 24 jam dengan catatan dilayani oleh tenaga putra daerah asli," katanya.
Sementara itu, Dokter Sammy yang bertugas di RS Lukas Enembe mengaku merasa berat meninggalkan Kota Kobakma. Akan tetapi karena situasi keamanan yang kurang kondusif sehingga dirinya memilih untuk mengungsi.
(nag)