Kisah Hari Bhayangkara dan Keberhasilan Gajah Mada Selamatkan Raja Majapahit
loading...
A
A
A
BLITAR - Hari Bhayangkara diperingati institusi Kepolisian Republik Indonesia (Polri) setiap tanggal 1 Juli. Dalam sejarah Kerajaan Majapahit, nama Bhayangkara mendapat tempat yang terhormat.
Dalam perkataan Jawa Kuno, Bhayangkara berasal dari bahasa sansakerta Abhayangkara, yang berarti anti bahaya. Dalam perjalanannya kemudian, Abhayangkara biasa diucapkan Bhayangkara.
Sebagai sebuah pasukan pengawal pribadi raja, kehormatan tertinggi Bhayangkara di masa Kerajaan Majapahit diraih saat terjadinya peristiwa pemberontakan Kuti atau Ra Kuti pada tahun 1319.
Ra Kuti merupakan pejabat Dharmaputra, yakni sebuah jabatan khusus di Kerajaan Majapahit yang dibentuk pada masa pemerintahan Raden Wijaya (1293 -1309). Pasukan Dharmaputra berjumlah tujuh orang dengan Ra Kuti sebagai pucuk pimpinan dan lainnya sebagai anggota, yakni di antaranya Ra Semi, Ra Tanca, Ra Wedeng, Ra Yuyu, Ra Banyak dan Ra Pangsa.
Kudeta yang dilakukan Kuti berhasil memaksa Raja Jayanegara atau Kalagemet (Raja Majapahit kedua), terusir dari istana. Raja keluar istana untuk menyelamatkan diri.
Upaya penyelamatan Raja Jayanegara (1309 -1328) dengan menyembunyikan di wilayah Bedander, Bojonegoro dilakukan Gajah Mada selaku pucuk pimpinan pasukan Bhayangkara.
“Berkat bantuan sejumlah lima belas orang pengawal pribadi, yaitu Bhayangkara yang dipimpin oleh seorang perwira muda bernama Gajah Mada, raja dapat meloloskan diri ke suatu tempat yang bernama Bedander,” kata Irjen Pol Suparno dalam buku “Sejarah Perkembangan Kepolisian Dari Zaman Klasik-Modern”.
Pasukan Bhayangkara yang berjumlah hanya 15 orang bertanggung jawab penuh terhadap keselamatan raja. Bhayangkara juga yang terus bergerak mencari cara Raja Jayanegara bisa kembali menduduki tahta.
Semua inisiatif gerakan penyelamatan kekuasaan datang dari Gajah Mada selaku pimpinan.
Termasuk bagaimana Gajah Mada melakukan operasi intelijen. Yakni mencoba mencari tahu sejauh mana kecintaan rakyat Majapahit terhadap rajanya. Diam-diam ia kembali ke Majapahit untuk melakukan cek ombak.
Gajah Mada menyebar kabar bahwa raja telah mangkat. Mendengar kabar duka itu, ternyata banyak rakyat Majapahit yang menangis.
Disimpulkan bahwa kecintaan rakyat Majapahit terhadap Raja Jayanegara masih lebih tinggi dibanding kepada Ra Kuti.
“Setelah Gajah Mada mendapat keyakinan akan kesetiaan orang-orang terhadap Sri Baginda, maka ia memberitahukan bahwa sebenarnya raja masih hidup dan ada di Bedander,” tulis Suparno.
Gajah Mada dengan pasukan Bhayangkara kemudian menyusun cara merebut kembali kekuasaan. Ia menghimpun semua kekuatan di Majapahit yang masih setia kepada raja.
Di bawah komando pasukan Bhayangkara, semua lembaga militer Majapahit, seperti Ratu Angabhaya yang bertugas untuk kondisi darurat, kemudian Angkatan Darat, dan Angkatan Laut, disatukan.
Didukung rakyat yang masih mencintai Raja Majapahit, Gajah Mada berhasil menumpas Ra Kuti. Ra Kuti bersama para pengikutnya berhasil disingkirkan dan Raja Jayanegara kembali menduduki tahtanya.
Sejak itu pasukan Bhayangkara atau Bhayangkari yang berjumlah 15 orang mendapat posisi terhormat di Kerajaan Majapahit.
Pasukan Bhayangkara mendapat tugas menjaga keamanan di wilayah pusat kerajaan. Sedangkan Bhayangkara Lelana memikul tugas menjaga keamanan di daerah. Berkat jasa besarnya, Gajah Mada selaku pucuk pimpinan pasukan Bhayangkara, kelak diangkat menjadi Mahapatih Majapahit.
Sementara dalam sejarah Pemerintahan Republik Indonesia, Hari Bhayangkara diperingati setiap tanggal 1 Juli. Hari Bhayangkara merupakan hari Kepolisian Nasional yang merujuk pada peristiwa terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 11 Tahun 1964.
Bahwa dengan adanya Perpres No 11 Tahun 1964, kepolisian yang sebelumnya terpisah sebagai kepolisian daerah menjadi satu kesatuan nasional dan bertanggung jawab langsung kepada presiden.
Lihat Juga: Mutasi Polri: 11 Pejabat Polda di Berbagai Daerah Mendapat Tugas Baru, 2 di Antaranya Jadi Kapolda
Dalam perkataan Jawa Kuno, Bhayangkara berasal dari bahasa sansakerta Abhayangkara, yang berarti anti bahaya. Dalam perjalanannya kemudian, Abhayangkara biasa diucapkan Bhayangkara.
Sebagai sebuah pasukan pengawal pribadi raja, kehormatan tertinggi Bhayangkara di masa Kerajaan Majapahit diraih saat terjadinya peristiwa pemberontakan Kuti atau Ra Kuti pada tahun 1319.
Ra Kuti merupakan pejabat Dharmaputra, yakni sebuah jabatan khusus di Kerajaan Majapahit yang dibentuk pada masa pemerintahan Raden Wijaya (1293 -1309). Pasukan Dharmaputra berjumlah tujuh orang dengan Ra Kuti sebagai pucuk pimpinan dan lainnya sebagai anggota, yakni di antaranya Ra Semi, Ra Tanca, Ra Wedeng, Ra Yuyu, Ra Banyak dan Ra Pangsa.
Kudeta yang dilakukan Kuti berhasil memaksa Raja Jayanegara atau Kalagemet (Raja Majapahit kedua), terusir dari istana. Raja keluar istana untuk menyelamatkan diri.
Upaya penyelamatan Raja Jayanegara (1309 -1328) dengan menyembunyikan di wilayah Bedander, Bojonegoro dilakukan Gajah Mada selaku pucuk pimpinan pasukan Bhayangkara.
“Berkat bantuan sejumlah lima belas orang pengawal pribadi, yaitu Bhayangkara yang dipimpin oleh seorang perwira muda bernama Gajah Mada, raja dapat meloloskan diri ke suatu tempat yang bernama Bedander,” kata Irjen Pol Suparno dalam buku “Sejarah Perkembangan Kepolisian Dari Zaman Klasik-Modern”.
Pasukan Bhayangkara yang berjumlah hanya 15 orang bertanggung jawab penuh terhadap keselamatan raja. Bhayangkara juga yang terus bergerak mencari cara Raja Jayanegara bisa kembali menduduki tahta.
Semua inisiatif gerakan penyelamatan kekuasaan datang dari Gajah Mada selaku pimpinan.
Termasuk bagaimana Gajah Mada melakukan operasi intelijen. Yakni mencoba mencari tahu sejauh mana kecintaan rakyat Majapahit terhadap rajanya. Diam-diam ia kembali ke Majapahit untuk melakukan cek ombak.
Gajah Mada menyebar kabar bahwa raja telah mangkat. Mendengar kabar duka itu, ternyata banyak rakyat Majapahit yang menangis.
Disimpulkan bahwa kecintaan rakyat Majapahit terhadap Raja Jayanegara masih lebih tinggi dibanding kepada Ra Kuti.
“Setelah Gajah Mada mendapat keyakinan akan kesetiaan orang-orang terhadap Sri Baginda, maka ia memberitahukan bahwa sebenarnya raja masih hidup dan ada di Bedander,” tulis Suparno.
Gajah Mada dengan pasukan Bhayangkara kemudian menyusun cara merebut kembali kekuasaan. Ia menghimpun semua kekuatan di Majapahit yang masih setia kepada raja.
Di bawah komando pasukan Bhayangkara, semua lembaga militer Majapahit, seperti Ratu Angabhaya yang bertugas untuk kondisi darurat, kemudian Angkatan Darat, dan Angkatan Laut, disatukan.
Didukung rakyat yang masih mencintai Raja Majapahit, Gajah Mada berhasil menumpas Ra Kuti. Ra Kuti bersama para pengikutnya berhasil disingkirkan dan Raja Jayanegara kembali menduduki tahtanya.
Sejak itu pasukan Bhayangkara atau Bhayangkari yang berjumlah 15 orang mendapat posisi terhormat di Kerajaan Majapahit.
Pasukan Bhayangkara mendapat tugas menjaga keamanan di wilayah pusat kerajaan. Sedangkan Bhayangkara Lelana memikul tugas menjaga keamanan di daerah. Berkat jasa besarnya, Gajah Mada selaku pucuk pimpinan pasukan Bhayangkara, kelak diangkat menjadi Mahapatih Majapahit.
Sementara dalam sejarah Pemerintahan Republik Indonesia, Hari Bhayangkara diperingati setiap tanggal 1 Juli. Hari Bhayangkara merupakan hari Kepolisian Nasional yang merujuk pada peristiwa terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 11 Tahun 1964.
Bahwa dengan adanya Perpres No 11 Tahun 1964, kepolisian yang sebelumnya terpisah sebagai kepolisian daerah menjadi satu kesatuan nasional dan bertanggung jawab langsung kepada presiden.
Lihat Juga: Mutasi Polri: 11 Pejabat Polda di Berbagai Daerah Mendapat Tugas Baru, 2 di Antaranya Jadi Kapolda
(shf)