Pertanian Hortikultura di Sulut Gagal Panen, BI Sebut Faktor La Nina
loading...
A
A
A
MANADO - Sejumlah sentra pertanian hortikultura di Sulawesi Utara (Sulut), mengalami gagal panen. Kondisi ini, menurut Kepala Bank Indonesia (BI) Sulut, Arbonas Hutabarat, salah satunya dipicu fenomena La Nina.
Dia mengatakan, fenomena La Nina terpantau menguat di semester kedua tahun 2022. "Fenomena alam ini yang menyebabkan udara terasa lebih dingin atau mengalami curah hujan yang lebih tinggi, sehingga menjadi salah satu faktor yang menyebabkan musim hujan di Indonesia selain angin muson," tegas Arbonas.
Tingginya curah hujan, menurut Arbonas menjadi faktor yang menyebabkan gagal panen di sejumlah sentra produksi hortikultura. Dia menjelaskan, pada Januari-Februari hasil pantauan indeks BMKG menunjukkan, La Nina sudah berkurang menuju intensitas lemah (indeks sekitar -0,9 hingga -0,8). Namun pada bulan Maret-April, indeks La Nina menguat kembali dan indeks berkisar 1.1 (intensitas sedang).
Di samping itu, fenomena La Nina yang menguat menjelang periode pergantian musim hujan ke musim kemarau tahun ini, berdampak pada mundurnya musim kemarau di Indonesia yang berpotensi menyebabkan bergeser siklus tanam dan panen komoditas hortikultura.
Namun demikian, berdasarkan Data Statistik Pertanian Hortikultura (SPH), pada bulan April dan Mei 2022 terjadi peningkatan luas tanam pada berbagai sentra produksi bawang di Jawa maupun luar Pulau Jawa, sehingga diharapkan harga bawang akan kembali normal pada Juni dan Juli.
Sementara pada tanaman cabai rawit, selain masalah kenaikan harga pupuk, kenaikan harga cabai juga disebabkan turunnya produksi akibat musim hujan berlangsung lebih lama akibat fenomena La Nina yang masih terjadi hingga Mei yang menyebabkan banyaknya tanaman rusak. Selain itu, faktor hama juga ikut memperburuk masalah di berbagai sentra cabai rawit seperti Tuban dan Gorontalo.
Sebagai komoditas yang masuk dalam kategori volatile food (pangan bergejolak), pergerakan harga bawang merah, cabai dan tomat memang terjadi secara natural, baik karena faktor musiman, meningkatnya permintaan menjelang HBKN, permasalahan yang tidak terduga (bencana) dan permasalahan lain yang terjadi pada masing-masing daerah.
Demikian pula perkembangan tiga komoditas Bawang, Rica, Tomat (Barito) yang pada akhir-akhir ini secara nasional mengalami peningkatan. Pada Mei-Juni 2022, Rica atau cabai mencapai harga tertinggi sejak 2020-2022 dengan rata-rata nasional Rp80.250, bawang merah secara nasional mencapai harga Rp54.500.
Namun, apabila ditinjau sejak tahun 2020, kenaikan harga-harga tersebut khususnya cabai dan bawang merah pada dasarnya masih normal, meskipun pergerakan harga komoditas tersebut memang lebih tinggi sejak awal tahun 2022.
Dia mengatakan, fenomena La Nina terpantau menguat di semester kedua tahun 2022. "Fenomena alam ini yang menyebabkan udara terasa lebih dingin atau mengalami curah hujan yang lebih tinggi, sehingga menjadi salah satu faktor yang menyebabkan musim hujan di Indonesia selain angin muson," tegas Arbonas.
Tingginya curah hujan, menurut Arbonas menjadi faktor yang menyebabkan gagal panen di sejumlah sentra produksi hortikultura. Dia menjelaskan, pada Januari-Februari hasil pantauan indeks BMKG menunjukkan, La Nina sudah berkurang menuju intensitas lemah (indeks sekitar -0,9 hingga -0,8). Namun pada bulan Maret-April, indeks La Nina menguat kembali dan indeks berkisar 1.1 (intensitas sedang).
Di samping itu, fenomena La Nina yang menguat menjelang periode pergantian musim hujan ke musim kemarau tahun ini, berdampak pada mundurnya musim kemarau di Indonesia yang berpotensi menyebabkan bergeser siklus tanam dan panen komoditas hortikultura.
Namun demikian, berdasarkan Data Statistik Pertanian Hortikultura (SPH), pada bulan April dan Mei 2022 terjadi peningkatan luas tanam pada berbagai sentra produksi bawang di Jawa maupun luar Pulau Jawa, sehingga diharapkan harga bawang akan kembali normal pada Juni dan Juli.
Sementara pada tanaman cabai rawit, selain masalah kenaikan harga pupuk, kenaikan harga cabai juga disebabkan turunnya produksi akibat musim hujan berlangsung lebih lama akibat fenomena La Nina yang masih terjadi hingga Mei yang menyebabkan banyaknya tanaman rusak. Selain itu, faktor hama juga ikut memperburuk masalah di berbagai sentra cabai rawit seperti Tuban dan Gorontalo.
Sebagai komoditas yang masuk dalam kategori volatile food (pangan bergejolak), pergerakan harga bawang merah, cabai dan tomat memang terjadi secara natural, baik karena faktor musiman, meningkatnya permintaan menjelang HBKN, permasalahan yang tidak terduga (bencana) dan permasalahan lain yang terjadi pada masing-masing daerah.
Demikian pula perkembangan tiga komoditas Bawang, Rica, Tomat (Barito) yang pada akhir-akhir ini secara nasional mengalami peningkatan. Pada Mei-Juni 2022, Rica atau cabai mencapai harga tertinggi sejak 2020-2022 dengan rata-rata nasional Rp80.250, bawang merah secara nasional mencapai harga Rp54.500.
Namun, apabila ditinjau sejak tahun 2020, kenaikan harga-harga tersebut khususnya cabai dan bawang merah pada dasarnya masih normal, meskipun pergerakan harga komoditas tersebut memang lebih tinggi sejak awal tahun 2022.
(eyt)