Bucinnya Bung Karno kepada Penari Haryati: Ini Surat Cintanya

Senin, 06 Juni 2022 - 14:24 WIB
loading...
Bucinnya Bung Karno kepada Penari Haryati: Ini Surat Cintanya
Bulan Juni selalu diperingati sebagai bulan Bung Karno. Presiden Pertama RI itu lahir di bulan Juni. Begitu juga ketika menemukan Pancasila dan wafat. Foto/Ist
A A A
BLITAR - Bulan Juni selalu diperingati sebagai bulan Bung Karno. Presiden Pertama RI itu lahir di bulan Juni. Begitu juga menemukan Pancasila dan wafat juga berlangsung di bulan Juni.

Bung Karno memiliki beragam sisi sensasional. Sepak terjangnya dalam melawan penjajahan kolonial Belanda di depan persidangan di Landraad, Bandung tahun 1930, mengejutkan sekaligus dikenang sepanjang sejarah republik berdiri.



Bung Karno yang ditangkap bersama Gatot Mangkoepradja, Maskoen Soemadiredja dan Supriadinata, membela diri di muka peradilan kolonial Belanda yang telah mengancamnya dengan hukuman maksimal 7 tahun penjara.

Pledoinya yang diberi judul Indonesia Menggugat, menggemparkan. Namun tak hanya sisi perjuangannya. Sisi percintaan Bung Karno juga tak kalah sensasional.

Putra Raden Soekemi Sosrodihardjo dengan Ida Ayu Nyoman Rai itu dikenal sebagai laki-laki yang romantis. Seorang pria flamboyan. Terutama pada saat sedang kasmaran atau jatuh hati kepada wanita yang digandrungi.

Istilah anak muda kekinian adalah Bucin yang merupakan akronim dari budak cinta. Yakni gambaran betapa tergila-gilanya seorang laki-laki atau perempuan terhadap pasangan yang dicintai.

Situasi itu terlihat saat Bung Karno jatuh hati kepada Haryati, seorang penari sekaligus Staf Sekertaris Negara Bidang Kesenian. Saat menikahi Haryati, Bung Karno sebelumnya sudah melakukan lima kali pernikahan.


Ia pertama kali menikah dengan Siti Oetari, putri H.O.S Tjokroaminoto (1921). Kemudian pada tahun 1923, Bung Karno menikah dengan Inggit Garnasih, lalu di usia 42 tahun menikahi Fatmawati yang berusia 20 tahun, menikahi Hartini di Cipanas pada tahun 1953, dan menikah dengan Ratna Sari Dewi pada tahun 1962.

Bung Karno kembali menjadi seorang “bucin” saat mendekati Haryati yang muda dan berparas ayu. Mereka menikah pada 23 Mei 1963 secara sederhana, dan meski sudah menjadi pasangan suami istri, sikap kasmaran Bung Karno tetap terpancar kuat.

Hal itu terlihat dari kata-kata mesra Bung Karno yang tertuang dalam surat yang ditujukan kepada Haryati. Surat cinta yang ditulis tangan Bung Karno pada 31 Agustus 1963 itu terdiri dari dua lembar. Dan nada kemesraan itu sudah nampak di kalimat awal.

“Bali saka hotel, ora bisa turu, njur nulis layang iki (Pulang dari hotel tidak bisa tidur, lantas menulis surat ini),” demikian yang tertulis dalam buku “Soekarno Poenja Tjerita, Yang Unik dan Tak Terungkap Dari Sejarah Soekarno”.

Berikut potongan surat cinta Bung Karno kepada Haryati yang ditulis dalam bahasa Jawa dan telah diterjemahkan ke bahasa Indonesia.

Yatie Adikku yang Ayu

Ini lho arloji bertahta emas itu. Biasakan memakainya. Nanti setelah sebulan, kamu akan tahu mana yang hendak dipilih: yang hitam, atau yang satunya, atau keduanya?Jadi, nanti sebulan lagi, bilanglah. (Kalau kamu suka keduanya, aku senang juga). Masa aku tidak senang, lha yang meminta saja wanita jantung hatiku!.

Jangankan sekedar arloji, minta apa pun akan aku beri.

Tie, surat-suratku ini tolong disimpan, ya! Supaya menjadi gambaran cintaku kepadamu, yang bisa dibaca-baca lagi, (kita baca bersama-sama), pada suatu saat nanti, kala aku mau pindah rumah ke dekat telaga biru yang kuceritakan ketika itu. Itu lho, telaga di atas, di atasnya angkasa.

Coba kaupejamkan matamu sekarang, maka kau akan bisa membayangkan telaga itu! Kalau di tepian telaga tadi tampak lelaki berjubah putih (bukan kain kafan lho...tetapi kain yang bersulamkan pancaran sinar matahari), ya itu aku-aku, menunggumu. Sebab dari perkiraanku, aku yang bakal mendahului pergi ke sana- aku menmendahuluimu!.

Lha itu, kembang kamboja di atas nisanku, petiklah kembang itu, ciumilah, maka kamu akan rasakan aroma tubuhku. Bukan aroma bunga, tetapi aroma yang tercipa dari rasa cintaku. Sebab , akar kamboja itumenusuk menembus dadaku, di dalam kuburan sana. (Masmu, Soekarno).



Saat surat dilayangkan dan dibaca, Haryati sedang tinggal di Jalan Madiun, Menteng Jakarta Pusat. Haryati merupakan istri keenam Bung Karno. Sayang, pernikahan itu tak berjalan langgeng. Pada tahun 1966, Bung Karno dan Haryati memutuskan untuk bercerai.
(shf)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2434 seconds (0.1#10.140)