Herman Johannes, Rektor UGM yang Ahli Membuat Bom untuk Melawan Belanda
loading...
A
A
A
BAGI Mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) Jogjakarta, nama Herman Johannes pasti sudah tidak asing. Dia merupakan Rektor UGM periode 1961-1966. Tetapi bagi masyarakat umum, siapa yang mengenalnya?
Herman Johannes merupakan ahli perakit bom paling ditakuti Belanda. Di bawah komandonya, Laboratorium Persenjataan di Kotabaru, Jogjakarta, berhasil memproduksi sejumlah bom, di antaranya bom asap dan granat tangan.
Saat pecah perang kemerdekaan, Herman berhasil meledakan sejumlah jembatan penghubung yang ada di Jogjakarta.
Lantas, siapakah sosok Herman Johannes? Cerita Pagi akan mengulasnya secara singkat. Herman lahir di Rote, Nusa Tenggara Timur (NTT), pada 28 Mei 1912. Pendidikan dasarnya diselesaikan di Sekolah Melayu Baa, pada 1921.
Herman melanjutkan sekolah menengah di ELS Kupang, pada 1922, dan MULO Makassar, pada 1928. Lulus MULO, dia meneruskan ke AMS Batavia, pada 1931 dan lanjut kuliah di Technische Hooge School (THS) Bandung, pada 1934.
Saat Jepang menduduki Indonesia, THS ditutup, pada 8 Maret 1942. Dua tahun kemudian, Jepang kembali membuka THS dan mengganti namanya menjadi Bandung Kogyo Daigaku (BKD) hingga proklamasi Agustus 1945.
Pemerintah Indonesia kemudian mengubah kembali nama sekolah teknik itu menjadi Sekolah Tinggi Teknik (STT) Bandung di Jogjakarta. STT inilah yang kemudian dikenal sebagai Fakultas Teknik UGM.
Herman meraih gelar sarjananya di STT, pada Oktober 1946. Saat kuliah, Herman aktif berorganisasi. Dia bergabung dalam Christen Studenten Vereniging (CSV), Indonesische Studenten Vereniging (ISV) dan Timorese Jongeren.
Dia juga tercatat sebagai anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP), pada 1945-1946 dan bergabung dengan Partai Indonesia Raya (PIR), pada 1948. Selain aktif di politik, Herman juga terlibat dalam bidang militer.
Dia mendapat tugas membangun laboratorium persenjataan bagi TNI. Tugas berat ini dipikulnya, hingga berhasil membuat sejumlah bahan peledak untuk perang melawan Belanda, termasuk bom asap dan granat tangan.
Saat Belanda menyerang Jogjakarta, Herman mendapat tugas dari Letnan Kolonel Soeharto, Komandan Brigade TNI untuk menghancurkan jembatan-jembatan penghubung Jogja dengan kota-kota lain, untuk menghadang musuh.
Pada 1948, jembatan kereta api Sungai Progo berhasil dia hancurkan. Pada Januari 1949, dia juga meledakan Jembatan Bogem yang membentang di atas Sungai Opak. Satu persatu jembatan penghubung Jogja berhasil dia hancurkan.
Dalam melakukan aksinya, Herman Johannes dibantu para taruna dari Akademi Militer yang tergabung dalam Korps Tentara Mahasiswa. Mereka berhasil memutus jembatan antara Jogja-Surakarta dan Jogja-Kaliurang.
Selepas pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda, Herman sempat diangkat menjadi Menteri Pekerjaan Umum, periode 1950-1951. Setelah itu, dia dipilih menjadi Rektor UGM, periode 1961-1966.
Pada akhir hayatnya, dia banyak membuat inovasi bahan bakar alternatif. Salah satunya membuat kompor hemat energi dengan briket arang biomassa. Prof Herman Johannes wafat, pada 17 Oktober 1992, di Jogjakarta.
Sampai di sini ulasan Cerita Pagi, semoga bermanfaat.
Sumber tulisan:
1. Didi Junaedi, Pahlawan-Pahlawan Indonesia Sepanjang Masa, Indonesia Tera, 2014.
2. Julius Pour, Doorstoot naar Djokja Pertikaian Pemimpin Sipil-Militer, Kompas, 2009.
Herman Johannes merupakan ahli perakit bom paling ditakuti Belanda. Di bawah komandonya, Laboratorium Persenjataan di Kotabaru, Jogjakarta, berhasil memproduksi sejumlah bom, di antaranya bom asap dan granat tangan.
Saat pecah perang kemerdekaan, Herman berhasil meledakan sejumlah jembatan penghubung yang ada di Jogjakarta.
Lantas, siapakah sosok Herman Johannes? Cerita Pagi akan mengulasnya secara singkat. Herman lahir di Rote, Nusa Tenggara Timur (NTT), pada 28 Mei 1912. Pendidikan dasarnya diselesaikan di Sekolah Melayu Baa, pada 1921.
Herman melanjutkan sekolah menengah di ELS Kupang, pada 1922, dan MULO Makassar, pada 1928. Lulus MULO, dia meneruskan ke AMS Batavia, pada 1931 dan lanjut kuliah di Technische Hooge School (THS) Bandung, pada 1934.
Saat Jepang menduduki Indonesia, THS ditutup, pada 8 Maret 1942. Dua tahun kemudian, Jepang kembali membuka THS dan mengganti namanya menjadi Bandung Kogyo Daigaku (BKD) hingga proklamasi Agustus 1945.
Pemerintah Indonesia kemudian mengubah kembali nama sekolah teknik itu menjadi Sekolah Tinggi Teknik (STT) Bandung di Jogjakarta. STT inilah yang kemudian dikenal sebagai Fakultas Teknik UGM.
Herman meraih gelar sarjananya di STT, pada Oktober 1946. Saat kuliah, Herman aktif berorganisasi. Dia bergabung dalam Christen Studenten Vereniging (CSV), Indonesische Studenten Vereniging (ISV) dan Timorese Jongeren.
Dia juga tercatat sebagai anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP), pada 1945-1946 dan bergabung dengan Partai Indonesia Raya (PIR), pada 1948. Selain aktif di politik, Herman juga terlibat dalam bidang militer.
Dia mendapat tugas membangun laboratorium persenjataan bagi TNI. Tugas berat ini dipikulnya, hingga berhasil membuat sejumlah bahan peledak untuk perang melawan Belanda, termasuk bom asap dan granat tangan.
Saat Belanda menyerang Jogjakarta, Herman mendapat tugas dari Letnan Kolonel Soeharto, Komandan Brigade TNI untuk menghancurkan jembatan-jembatan penghubung Jogja dengan kota-kota lain, untuk menghadang musuh.
Pada 1948, jembatan kereta api Sungai Progo berhasil dia hancurkan. Pada Januari 1949, dia juga meledakan Jembatan Bogem yang membentang di atas Sungai Opak. Satu persatu jembatan penghubung Jogja berhasil dia hancurkan.
Dalam melakukan aksinya, Herman Johannes dibantu para taruna dari Akademi Militer yang tergabung dalam Korps Tentara Mahasiswa. Mereka berhasil memutus jembatan antara Jogja-Surakarta dan Jogja-Kaliurang.
Selepas pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda, Herman sempat diangkat menjadi Menteri Pekerjaan Umum, periode 1950-1951. Setelah itu, dia dipilih menjadi Rektor UGM, periode 1961-1966.
Pada akhir hayatnya, dia banyak membuat inovasi bahan bakar alternatif. Salah satunya membuat kompor hemat energi dengan briket arang biomassa. Prof Herman Johannes wafat, pada 17 Oktober 1992, di Jogjakarta.
Sampai di sini ulasan Cerita Pagi, semoga bermanfaat.
Sumber tulisan:
1. Didi Junaedi, Pahlawan-Pahlawan Indonesia Sepanjang Masa, Indonesia Tera, 2014.
2. Julius Pour, Doorstoot naar Djokja Pertikaian Pemimpin Sipil-Militer, Kompas, 2009.
(san)