Laksamana Muda John Lie, Si 'Hantu' Selat Malaka yang Selalu Lolos dari Kepungan Belanda

Selasa, 17 Mei 2022 - 05:05 WIB
loading...
Laksamana Muda John Lie, Si Hantu Selat Malaka yang Selalu Lolos dari Kepungan Belanda
Kisah Laksamana Muda John Lie, Si Hantu Selat Malaka yang selalu lolos dari kepungan Belanda. Foto Wikipedia
A A A
JAKARTA - Selat Malaka menghasilkan banyak cerita horor. Letaknya yang strategis sebagai jalur perdagangan internasional membuat selat yang sempit ini ramai dilayari pelaut dari berbagai belahan dunia. Namun, justru ini menjadi ladang kehidupan bagi para perompak laut. Kapal pedagang asing kerap jatuh ke tangan para perompak yang garang dan bengis.

Kisah Laksamana Muda John Lie, bagian dari cerita bagaimana ganasnya melayari selat yang bertepi pesisir Pulau Sumatera dan Semenanjung Malaya itu. Tapi, John Lie bukan bagian dari perompak atau gerombolan pengacau keamanan Selat Malaka. Juga, dia bukan korban dari para perompak laut.

John Lie adalah sosok yang selalu dicari, dikejar, diadang dan dikepung armada Angakatan Laut dan Angakatan Udara Belanda. Namun, selama mereka melakukan pengepungan, John Lie selalu lolos dari maut. Karena itulah, dia dijuluki 'Hantu' Selat Malaka, sosok yang ditemukan, dikepung, namun menghilang seperti hantu. Baca juga: Kapal Tanker Berbendera Liberia Ditangkap di Selat Malaka



Siapa Laksamana Muda John Lie? Dikutip dari berbagai sumber, nama asli John Lie adalah Jahja Daniel Dharma, seorang Indonesia keturunan Tionghoa. Pada masa Perang Dunia Kedua, dia dan beberapa pemuda lainnya bekerja di maskapai pelayaran Koninlijk Paketvaart Maatschapij (KPM).

Pada Februari 1946, usai kekalahan Jepang akibat pemboman Nagasaki dan Hiroshima (6 dan 9 Agustus 1945), John Lie dan teman-temannya pulang ke Indonesia. Namun, saat singgah 10 hari di Singapura John Lie memanfaatkan waktu tersebut untuk mempelajari sistem pembersihan ranjau laut.

Kebetukan waktu itu, Royal Navy di Singapura mengadakan pelatihan. Dengan mengikuti pelatihan ini, John Lie meningkatkan kemampuannya soal taktik perang laut, khususnya terkait operasi kapal logistik di saat perang.

John Lie berharap, pelatihan itu menjadi modal untuk bisa bergabung dalam laskar perjuangan mengusir penjajah dari Indonesia. Sesampainya di Indonesia, tepatnya pada Mei 1946, John Lie menghadapi pimpinan Laskar Kebaktian Rakyat Indonesia (LKRI), Hans Pandelaki dan Mohede di Jakarta. Saat bertemu kedua orang penting ini, John Lie menyampaikan niatnya.

Hasilnya, John Lie diterima bergabung di LKRI dan diberi surat pengantar untuk bertemu Menteri Keuangan AA Maramis. Sang Menteri Keuangan lalu meminta John Lie menghadap Kepala Staf Angkatan Laut RI (ALRI) di Yogyakarta yang saat dijabat Laksamana M Pardi. John Lie pun berangkat menghadap M Pardi. Kepada Pardi, John Lie menyampaikan bahwa dirinya ingin ikut mempertahankan kemerdekaan NKRI.

Karena pengalaman dan kemampuannya yang sangat baik, Pardi menerimanya. Namun, Pardi bingung mau diberi pangkat apa kepada John Lie yang memiliki kemampuan sangat baik di bidang kelautan. "John Lie maunya pangkat apa? Karena pengalaman saudara banyak," tanya Pardi.

John Lie pun menjawab dengan bijak dan penuh kerendahan hati. "Saya datang bukan untuk mencari pangkat. Saya ke sini mau berjuang di medan laut. Karena hanya inilah yang saya miliki, yaitu pengalaman dan pengetahuan kelautan sekadarnya," ungkap Lie merendah.

Setelah mendengar jawaban itu, Pardi langsung menandatangani izin bergabungnya John Lie di ALRI dengan SK pengangkatan yang menempatkan John Lie sebagai Kelasi III. John Lie ditugaskan langsung oleh Pardi pada 29 Agustus 1946 dan diminta bergabung bersama ALRI di Pelabuhan Cilacap.

Bawa Kapal "The Outlaw"

Pada September 1947, Kepala Urusan Pertahanan di Luar Negeri membeli sejumlah kapal cepat yang digunakan untuk memasok kebutuhan perlengkapan perjuangan di Indonesia. Untuk mengawaki kapal cepat itu, maka dilakukan penyaringan atau tes guna menempati sejumlah posisi. John Lie merupakan salah satu yang lolos seleksi. Bahkan dia dipercaya menjadi pemimpin atau kapten Kapal "The Outlaw".

Disebutkan bahwa operasi perdana John Lie dengan "The Outlaw" adalah rute Singapura-Labuan Bilik dan Port Swettenham. Inilah saat di mana kemampuan John Lie sebagai penyelundup alat perang diuji. Pada pelayaran Oktober 1947, "The Outlaw" memuat perlengkapan militer berupa senjata semi otomatis, ribuan butir peluru dan perbekalan dari salah satu pulau di Selat Johor ke Sumatera.

Ternyata, aktivitas John Lie sudah diendus pasukan Belanda. Saat tiba di Labuan Bilik, pesawat Belanda tiba-tiba muncul. Pesawat itu terbang rendah mengitari pelabuhan dan mengeluarkan perintah agar "The Outlaw" segera meninggalkan pelabuhan.

Nyali John Lie tak ciut. Dia malah balik berteriak dengan berbohong mengatakan bahwa kapalnya sedang kandas dan tidak bisa bergerak. Mendengar itu, serdadu Belanda marah dan senjata mesin langsung diarahkan hendak menembak. Anehnya, pesawat itu tidak jadi membombardir "The Outlaw" dengan senjata mesin, tapi langsung pergi dan tidak kembali.

John Lie merasa peristiwa itu terjadi atas campur tangan Tuhan. Dia langsung masuk ke kabin untuk berdoa, mengucap syukur atas kemurahan dan kasih Tuhan. Hari itu, bersama 22 awak kapalnya, John Lie membongkar muatan senjata dan amunisi yang diserahkan ke komandan pejuang setempat, Abu Salam kala itu.

Selanjutnya, aksi penyelundupan senjata dan hasil bumi terus dilakukan John Lie dan selalu lolos dari incaran Armada Angatan Laut Belanda. Kelihaian John Lie mengelabui musuh memantik perhatian media internasional. BBC London, dalam siarannya, bahkan menjuluki "The Outlaw" dengan nama "The Black Speedboat".

Peristiwa ajaib yang membuat "The Outlaw" lolos dari maut bukan hanya sekali terjadi. Pernah satu ketika, awal Agustus 1949, "The Outlaw" menjalani perbaikan total dengan naik galangan atau docking di Penang. Selesai docking, "The Outlaw" kembali ke Phuket menjemput awak kapal.

Selanjutnya, mereka berlayar menuju Aceh. Dalam perjalanan, tak diduga kapal Belanda mengadang saat "The Outlaw" memasuki Delta Tamiang. Tanpa ada peringatan, "The Outlaw" langsung dibombardir tembakan meriam secara membabi buta.

Suasana menjadi kacau dan mencekam seketika. Peluru mendesing menghujam lambung kapal. Bahkan ledakan menggelegar terjadi di jarak tiga meter dari John Lie menunduk. "The Outlaw" dalam bahaya, John Lie pasrah. Namun, pada saat itulah keajaiban kembali memihak John Lie, dkk.

Kapal Belanda tiba-tiba tidak bisa bergerak mengejar "The Outlaw". Kapal Belanda kandas. Kesempatan itu dimanfaatkan "The Outlaw" untuk melarikan diri dan bersembunyi di Delta Tamiang.

Namun, saat sedang bersembunyi, tak terduga armada udara Belanda berputar-putar di atas Delta Tamiang mencari "The Outlaw". Lagi-lagi terjadi keajaiban. Pesawat itu, tidak melihat "The Outlaw" yang sudah sekarat di bawahnya.

Lolos dari situ, "The Outlaw" kemudian memutuskan kembali ke Penang. Saat itu, satu baling-baling mesinnya copot sehingga dipastikan sulit untuk melarikan diri jika dikejar Belanda.

Dan benar, saat subuh, tinggal sedikit lagi memasuki Selat Malaka, "The Outlaw" berpapasan dengan kapal tanker milik Belanda. Nakhoda kapal tangker itu kemudian menghubungi armada militer Belanda. Dalam waktu singkat, kapal patroli Belanda kembali mengadang "The Outlaw".

Tembakan meriam memecah kesunyian di pagi-pagi buta. Sadar jarak ke Penang masih jauh, John Lie dan awak hanya bisa pasrah dan berserah pada Tuhan. Kali ini, "The Outlaw" kembali mendapat keajaiban.

Cuaca di selat maut di pagi itu tiba-tiba berubah. Hujan tumpah dari langit sangat deras disertai kabut yang menyelimuti permukaan laut. Gelombang laut tiba-tiba berkecamuk. Ini membuat kapal Belanda tidak bisa melihat, sehingga "The Outlaw" kembali lolos dari perangkap.

Pada 30 September 1949, John Lie dipindahkan ke Bangkok. Ia mendapat tugas baru di Pos Hubungan Luar Negeri. Meski tidak lagi menahkodai kapal, namun tugasnya di darat sama, yaitu menyiapkan pasokan senjata untuk para pejuang kemerdekaan.

"The Outlaw" kemudian dipimpin Kapten Laut Kusno. Disebutkan, dalam pelayaran pertama yang dipimpin Kusno, "The Outlaw" berhasil ditangkap armada Belanda. Seluruh isinya disita musuh.

Apa yang membuat John Lie selalu lolos dari kepungan Belanda? Menurut pengakuannya, semua itu karena campur tangan Tuhan. Sebab, sebuah kapal yang sudah jadi target dan dikepung di Selat Malaka, sulit lolos. Peristiwa lolos dari kepungan musuh sesuatu yang di luar nalar, bukan karena kehebatan manusia, tapi kuasa Tuhan.

Menurut Kepala Subdinas Sejarah Dinas Penerangan TNI Angkatan Laut Kolonel Syarif Thoyib, John Lie memiliki koneksi yang baik dengan orang-orang di pelabuhan Singapura, Thailand, bahkan hingga Afrika. Tidak heran jika operasi penyelundupan senjata selalu berjalan sukses.

Pada 27 Agustus 1988, John Lie meninggal dunia. Atas perjuangannya mempertahankan kemerdekaan, pada 9 November 2009 John Lie dianugerahi Gelar Pahlawan Nasional dan Bintang Mahaputera Adipradana oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Tidak hanya itu, untuk menghormatinya, pada awal Januari 2017, nama Jon Lie diabadikan pada Kapal Perang Indonesia, yaitu KRI John Lie. Dia, seorang warga keturunan Tionghoa yang mendapat pangkat tertinggi di Angakatan Laut, yaitu Laksamana Muda.
(don)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1476 seconds (0.1#10.140)