Kisah Depati Amir, Bajak Laut Pemersatu Warga Melayu dan Tionghoa Melawan Belanda
loading...
A
A
A
Belanda sangat takut dengan pengorganisiran yang dilakukan Depati Amir, karena sifatnya yang secara terbuka anti kolonialisme. Hal ini membuat Belanda meminta bantuan militer dari Palembang dan Batavia, pada 1850.
Gerakan protes dan perjuangan Depati Amir sangat kuat, karena dia berhasil menggabungkan dua kelompok etnik yang berbeda. Dia tidak hanya memobilisasi warga Melayu, tetapi juga golongan Tionghoa yang menjadi kuli parit tambang.
Perlawanan Depati Amir terhadap Belanda berlangsung dalam rentang 1830-1851. Dalam melakukan perlawanan, Depati Amir dibantu adiknya Cing atau Hamzah sebagai panglima perang, serta sejumlah kerabatnya.
Pusat perlawanannya berada di Kampung Tjengal. Upaya pengorganisiran Depati Amir berhasil mendapatkan simpati dari sejumlah demang dan batin. Sehingga, perlawanan berlangsung sengit di sepanjang pantai timur Bangka.
Mulai dari Terentang, Ampang, Toboali, Jebus, dan Sungailiat, semua bangkit berjuang bersama dengan Depati Amir.
Dia juga mendapatkan dukungan dari sejumlah komunitas Tionghoa, mulai dari Kepala Parit, seperti Parit Kampung Air Duren, Parit Serut, Parit Singli Bawah dan seorang Letnan Tionghoa di Merawang, hingga Tionghoa Muslim.
Dengan bantuan pihak Tionghoa ini, Depati Amir mendapatkan pasokan senjata dari Singapura. Tidak hanya itu, bantuan senjata juga datang dari para lanun yang diperolah dari Mindanao, Lingga dan Palembang.
Perlawanan yang dikabarkan Depati Amir menjadi sangat hebat. Maka menjadi wajar jika Belanda kewalahan dan meminta bantuan militer dari Palembang dan Batavia. Perang dengan Belanda pun akhirnya berkecamuk dan meluas.
Gerakan protes dan perjuangan Depati Amir sangat kuat, karena dia berhasil menggabungkan dua kelompok etnik yang berbeda. Dia tidak hanya memobilisasi warga Melayu, tetapi juga golongan Tionghoa yang menjadi kuli parit tambang.
Perlawanan Depati Amir terhadap Belanda berlangsung dalam rentang 1830-1851. Dalam melakukan perlawanan, Depati Amir dibantu adiknya Cing atau Hamzah sebagai panglima perang, serta sejumlah kerabatnya.
Pusat perlawanannya berada di Kampung Tjengal. Upaya pengorganisiran Depati Amir berhasil mendapatkan simpati dari sejumlah demang dan batin. Sehingga, perlawanan berlangsung sengit di sepanjang pantai timur Bangka.
Mulai dari Terentang, Ampang, Toboali, Jebus, dan Sungailiat, semua bangkit berjuang bersama dengan Depati Amir.
Dia juga mendapatkan dukungan dari sejumlah komunitas Tionghoa, mulai dari Kepala Parit, seperti Parit Kampung Air Duren, Parit Serut, Parit Singli Bawah dan seorang Letnan Tionghoa di Merawang, hingga Tionghoa Muslim.
Dengan bantuan pihak Tionghoa ini, Depati Amir mendapatkan pasokan senjata dari Singapura. Tidak hanya itu, bantuan senjata juga datang dari para lanun yang diperolah dari Mindanao, Lingga dan Palembang.
Perlawanan yang dikabarkan Depati Amir menjadi sangat hebat. Maka menjadi wajar jika Belanda kewalahan dan meminta bantuan militer dari Palembang dan Batavia. Perang dengan Belanda pun akhirnya berkecamuk dan meluas.