Guru Besar Unpad Sebut Perhatian Pemerintah untuk Papua Luar Biasa
loading...
A
A
A
BANDUNG - Guru Besar Ilmu Keamanan Dalam Negeri Universitas Padjadjaran (Unpad) Prof Muradi SS MSi MHtc PhD menyatakan, perhatian pemerintah Indonesia untuk masyarakat di Tanah Papua sudah luar biasa.
Menurut Muradi, sejak Orde Baru berakhir, Papua dengan segala kelebihan dan kekurangannya sudah mendapatkan atensi luar biasa dari pemerintah. Tidak ada lagi kebijakan diskriminatif yang membuat masyarakat Papua tertinggal dibandingkan daerah lain.
"Bahkan, dalam beberapa tahun terakhir, ada pendekatan ekonomi politik legal formal dan hearth to hearth. Ini niat tulus pemerintah dalam mengintegrasikan Papua dalam konteks ke-Indonesian," kata Muradi dalam diskusi virtual bertema "Itikad Baik untuk Papua dalam Kebhinekaan" yang digelar oleh Lembaga Kajian Kebijakan Publik dan Hukum (LKKPH) Neraca, Rabu (17/6/2020) petang.
Muradi mengemukakan, pada periode pemerintahan Presiden Abdurahman Wahid atau Gus Dur, sudah dikeluarkan kebijakan luar biasa kepada Papua, yaitu konsepsi otonomi khusus (otsus). Saat itu, langkah yang dilakukan Gus Dur mendapat sambutan positif dari masyarakat Papua, bahkan dunia.
Berganti pemerintahan sampai akhirnya tiba di kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat ini, ujar Muradi, perhatian terhadap Papua tak lagi berbeda dari daerah lain.
Tidak ada kebijakan diskriminastif yang membuat masyarakat Papua terbelakang. Bahkan, putra Papua kini sudah banyak yang menjadi pejabat publik, termasuk berhasil menyandang jenderal bintang tiga, baik di institusi TNI maupun Polri.
"Sampai hari ini, budaya, ekonomi, jalan, dan politik dibangun. Banyak anak Papua yang haus akan pembangunan sumber daya manusia. Saya kira ini kunci keberhasilan dari integrasi politik Papua dalam konteks ke-Indonesiaan," ujar dia.
Dengan seluruh perhatian yang telah diberikan pemerintah, tutur Muradi, itikad negara terhadap Papua sudah jelas terlihat, mulai dari kanalisasi politik, otonomi khusus hingga kesejahteraan.
Ketiga aspek itu sudah dijalankan oleh pemerintah pusat, sehingga masyarakat Papua kini bisa hidup sejajar dengan masyarakat dari provinsi lain.
"Buat saya, ketiga hal itu menjadi itikad baik, tapi masyarakat Papua sendiri jangan merasa berbeda karena selama berbeda, pengembangan SDM Papua tidak (akan) bisa optimal," tutur Muradi.
Sementara itu, Ketua Presidium Masyarakat Papua Fibiola Irianni Ohei yang juga menjadi pembicara dalam diskusi itu mengatakan, saat ini, Papua memang masih diganggu oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) yang tak sejalan dengan pemerintah. Menurut dia, ada 'kendaraan' lain yang masuk ke Tanah Papua.
"Yang saat ini terjadi adalah dari pihak aparat ada tumpangan. Ada kendaraan yang naik, masuk dalam kondisi di Papua. Kelompok itu bergejolak karena di Papua ada beberapa kelompok. Ada yang mengalami masalah kesejahteraan, kemudian kelompok intelektual dan kelompok bersenjata yang menyatakan diri sayap kiri sekali. Mereka ini yang sama sekali tak melihat progres pembangunan," ungkap Fibiola.
Sejatinya, ujar dia, masyarakat Papua bisa hidup dan diterima oleh dunia luar. Dia pun berharap, ke depan, masyarakat Papua bisa berbaur dan menempatkan diri dengan sesama.
Wakil Rektor II Universitas Langlangbuana (Unla), Ruhanda dalam kesempatan diskusi itu lebih banyak mengungkap soal keberadaan mahasiswa asal Papua di kampusnya. Menurut dia, sudah sejak lama pemuda Papua kuliah di Unla.
"Indonesia itu bhineka dan keberagaman adalah kenyataan. Di Unla, kami menampung banyak mahasiswa asal Papua," ujar dia.
Menurut Muradi, sejak Orde Baru berakhir, Papua dengan segala kelebihan dan kekurangannya sudah mendapatkan atensi luar biasa dari pemerintah. Tidak ada lagi kebijakan diskriminatif yang membuat masyarakat Papua tertinggal dibandingkan daerah lain.
"Bahkan, dalam beberapa tahun terakhir, ada pendekatan ekonomi politik legal formal dan hearth to hearth. Ini niat tulus pemerintah dalam mengintegrasikan Papua dalam konteks ke-Indonesian," kata Muradi dalam diskusi virtual bertema "Itikad Baik untuk Papua dalam Kebhinekaan" yang digelar oleh Lembaga Kajian Kebijakan Publik dan Hukum (LKKPH) Neraca, Rabu (17/6/2020) petang.
Muradi mengemukakan, pada periode pemerintahan Presiden Abdurahman Wahid atau Gus Dur, sudah dikeluarkan kebijakan luar biasa kepada Papua, yaitu konsepsi otonomi khusus (otsus). Saat itu, langkah yang dilakukan Gus Dur mendapat sambutan positif dari masyarakat Papua, bahkan dunia.
Berganti pemerintahan sampai akhirnya tiba di kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat ini, ujar Muradi, perhatian terhadap Papua tak lagi berbeda dari daerah lain.
Tidak ada kebijakan diskriminastif yang membuat masyarakat Papua terbelakang. Bahkan, putra Papua kini sudah banyak yang menjadi pejabat publik, termasuk berhasil menyandang jenderal bintang tiga, baik di institusi TNI maupun Polri.
"Sampai hari ini, budaya, ekonomi, jalan, dan politik dibangun. Banyak anak Papua yang haus akan pembangunan sumber daya manusia. Saya kira ini kunci keberhasilan dari integrasi politik Papua dalam konteks ke-Indonesiaan," ujar dia.
Dengan seluruh perhatian yang telah diberikan pemerintah, tutur Muradi, itikad negara terhadap Papua sudah jelas terlihat, mulai dari kanalisasi politik, otonomi khusus hingga kesejahteraan.
Ketiga aspek itu sudah dijalankan oleh pemerintah pusat, sehingga masyarakat Papua kini bisa hidup sejajar dengan masyarakat dari provinsi lain.
"Buat saya, ketiga hal itu menjadi itikad baik, tapi masyarakat Papua sendiri jangan merasa berbeda karena selama berbeda, pengembangan SDM Papua tidak (akan) bisa optimal," tutur Muradi.
Sementara itu, Ketua Presidium Masyarakat Papua Fibiola Irianni Ohei yang juga menjadi pembicara dalam diskusi itu mengatakan, saat ini, Papua memang masih diganggu oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) yang tak sejalan dengan pemerintah. Menurut dia, ada 'kendaraan' lain yang masuk ke Tanah Papua.
"Yang saat ini terjadi adalah dari pihak aparat ada tumpangan. Ada kendaraan yang naik, masuk dalam kondisi di Papua. Kelompok itu bergejolak karena di Papua ada beberapa kelompok. Ada yang mengalami masalah kesejahteraan, kemudian kelompok intelektual dan kelompok bersenjata yang menyatakan diri sayap kiri sekali. Mereka ini yang sama sekali tak melihat progres pembangunan," ungkap Fibiola.
Sejatinya, ujar dia, masyarakat Papua bisa hidup dan diterima oleh dunia luar. Dia pun berharap, ke depan, masyarakat Papua bisa berbaur dan menempatkan diri dengan sesama.
Wakil Rektor II Universitas Langlangbuana (Unla), Ruhanda dalam kesempatan diskusi itu lebih banyak mengungkap soal keberadaan mahasiswa asal Papua di kampusnya. Menurut dia, sudah sejak lama pemuda Papua kuliah di Unla.
"Indonesia itu bhineka dan keberagaman adalah kenyataan. Di Unla, kami menampung banyak mahasiswa asal Papua," ujar dia.
(awd)