Biaya PPTI Naik, Pengusaha di KIMA Malah Kena Intimidasi
loading...
A
A
A
MAKASSAR - Pelaku usaha di Kawasan Industri Makassar (KIMA) mengaku diintimidasi pasca keluarnya kebijakan kenaikan biaya perpanjangan Perjanjian Penggunaan Tanah Industri (PPTI) sebesar 30 persen dari Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP).
"Investor atau pengusaha yang belum menyetujui atau melakukan perpanjangan PPTI kena intimidasi. Pintu masuk kantor dan pabrik dipasangi beton. Sangat mengganggu aktivitas di pabrik," kata juru bicara Paguyuban Pengusaha KIMA Makassar , M Tahir Arifin, dalam keterangan persnya, Rabu (30/3/2022).
Intimidasi dalam bentuk mengganggu aktivitas berusaha ini dinilai Tahir tidak beralasan. Karena pada dasarnya lokasi tempat berdirinya pabrik sudah merupakan milik perusahaan atau investor. Karena telah ada perjanjian jual beli sejak awal yang dituangkan dalam PPTI.
Tahir menyebutkan, selain melakukan pemasangan batu beton di depan pintu pabrik oleh pihak PT KIMA secara sepihak, di depan pagar pabrik atau kantor dipasang papan bertuliskan bahwa tanah berada dalam pengawasan PT KIMA.
"Hal ini sangat mengganggu kenyamanan dan ketenangan para pelaku usaha di kawasan industri ini. Padahal kami butuh kepastian dan ketenangan berusaha," tegasnya.
Bahkan, Tahir menyebut tindakan dari pihak PT KIMA sampai menyentuh urusan internal perusahaan.
"Kalau pihak perusahaan mengaku tidak mampu membayar biaya perpanjangan PPTI yang sangat tinggi dan memberatkan itu. Mereka sampai akan melakukan audit keuangan pada perusahaan bersangkutan. Ini sangat meresahkan," ujar Tahir.
Guru besar Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia (UMI), Prof Hambali Thalib, mengatakan pada dasarnya tanah yang secara hukum sudah menjadi hak milik melalui perikatan seperti jual beli maka pemilik lahan atau investor bukan lagi harus diberikan kepastian hukum, tapi harus mendapat perlindungan hukum.
"Investor atau pengusaha yang belum menyetujui atau melakukan perpanjangan PPTI kena intimidasi. Pintu masuk kantor dan pabrik dipasangi beton. Sangat mengganggu aktivitas di pabrik," kata juru bicara Paguyuban Pengusaha KIMA Makassar , M Tahir Arifin, dalam keterangan persnya, Rabu (30/3/2022).
Intimidasi dalam bentuk mengganggu aktivitas berusaha ini dinilai Tahir tidak beralasan. Karena pada dasarnya lokasi tempat berdirinya pabrik sudah merupakan milik perusahaan atau investor. Karena telah ada perjanjian jual beli sejak awal yang dituangkan dalam PPTI.
Tahir menyebutkan, selain melakukan pemasangan batu beton di depan pintu pabrik oleh pihak PT KIMA secara sepihak, di depan pagar pabrik atau kantor dipasang papan bertuliskan bahwa tanah berada dalam pengawasan PT KIMA.
"Hal ini sangat mengganggu kenyamanan dan ketenangan para pelaku usaha di kawasan industri ini. Padahal kami butuh kepastian dan ketenangan berusaha," tegasnya.
Bahkan, Tahir menyebut tindakan dari pihak PT KIMA sampai menyentuh urusan internal perusahaan.
"Kalau pihak perusahaan mengaku tidak mampu membayar biaya perpanjangan PPTI yang sangat tinggi dan memberatkan itu. Mereka sampai akan melakukan audit keuangan pada perusahaan bersangkutan. Ini sangat meresahkan," ujar Tahir.
Guru besar Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia (UMI), Prof Hambali Thalib, mengatakan pada dasarnya tanah yang secara hukum sudah menjadi hak milik melalui perikatan seperti jual beli maka pemilik lahan atau investor bukan lagi harus diberikan kepastian hukum, tapi harus mendapat perlindungan hukum.