Wisuda 1.249 Petani Milenial, Ini Impian Ridwan Kamil di Sektor Pertanian Jabar
loading...
A
A
A
BOGOR - Gubernur Jawa Barat , Ridwan Kamil mewisuda 1.249 petani milenial angkatan I dalam program Petani Milenial di kampus Institut Pertanian Bogor (IPB), Kamis (24/3/2022). Petani milenial yang diwisuda ini merupakan peserta program Petani Milenial yang memiliki pendapatan minimal setara upah minimum kabupaten/kota di lokasi usaha.
"Setelah satu tahun dimulai sejak 20 Maret 2021 lalu, hari ini, dari sekian banyak yang mengikuti program Petani Milenial, diwisuda sebanyak 1.249 orang," ujar Ridwan Kamil. Baca juga: Ridwan Kamil Optimistis Pandemi Jadi Endemi 2022, Siap Genjot Infrastruktur
Gubernur yang akrab disapa Kang Emil itu tidak memungkiri, sejak program Petani Milenial diluncurkan, banyak terjadi dinamika hingga sebagian peserta program mengalami kegagalan.
Berbagai dinamika tersebut, di antaranya kendala akses ke perbankan karena tak memenuhi persyaratan, salah komoditas, hingga gagal panen. Namun, kata Kang Emil, ke-1.249 petani milenial yang diwisuda ini membuktikan konsistensinya dan pantang menyerah.
"Mengapa segini (1.249 petani milenial)? Artinya ada yang berhasil ada yang tidak karena menyerah di perjalanan, urusan akses ke perbankannya tidak memadai, ada yang salah komoditas, dan gagal panen. Tapi, yang berhasil ini membuktikan mereka konsisten," tegasnya.
Adapun peserta program Petani Milenial berasal dari berbagai latar belakang, mulai keluarga petani hingga sarjana non-pertanian seperti sarjana psikologi, sastra, mahasiswa, dosen, seniman, bahkan ibu rumah tangga.
"Para petani milenial yang diwisuda sebagian besar peserta laki-laki mencapai 88 persen dan 12 persen sisanya perempuan. Sedangkan dari kategori umur, usia 19-24 tahun sebanyak 19 persen, usia 25-29 tahun 26 persen, dan paling banyak peserta di usia 30-39 tahun yang mencapai 55 persen," paparnya.
Kang Emil menegaskan bahwa Petani Milenial bukanlah program 'karpet merah' yang secara instan bisa langsung menghasilkan keuntungan tanpa rintangan. Sebaliknya, program ini diibaratkan pendakian gunung yang harus selalu didampingi pemerintah lewat pelatihan, anggaran, lahan, teknologi sampai pemasaran.
"Saya bilang program ini bukan program karpet merah yang bisa langsung sukses, melainkan program mendaki gunung yang didampingi pemerintah melalui pelatihan, anggaran, lahan, peralatan, dan pemasaran," tegasnya.
Meski begitu, Kang Emil optimistis, di tahun-tahun berikutnya, jumlah petani milenial yang berhasil dan diwisuda akan semakin bertambah yang tentunya diiringi evaluasi di sejumlah sektor yang dianggap masih kurang.
"Jadi, ada keberhasilan ada juga kekurangsempurnaan yang terus kita perbaiki. Tapi saya optimistis, boleh dicek dengan provinsi lain yang paling produktif melahirkan anak muda kembali bertani di desa adalah Jabar," kata Kang Emil meyakinkan.
Kang Emil sangat berharap, dengan konsistensi program Petani Milenial, ke depan, usia petani di Jabar bisa digantikan oleh generasi muda di bawah usia 40 tahun. Saat ini, tambah Kang Emil, 70 persen petani di Jabar rata-rata lanjut usia.
"Dengan konsistensi, maka usia petani yang saat ini 70 persennya sudah lansia bisa digantikan oleh generasi baru yang di bawah 40 tahun," imbuhnya.
Regenerasi petani pun kini sudah terlihat dari penggunaan teknologi pengolahan pertanian hingga pemasaran yang tak ditemui pada petani lansia. "Saat ini terlihat petani muda sudah mulai pakai teknologi, menyiram tanaman menggunakan handphone, penjualan dengan e-commerce, ini tidak terjadi di generasi orang tuanya," jelasnya.
Penguasaan teknologi pertanian ini menurutnya menjadi bukti bergesernya kesejahteraan yang didominasi perkotaan ke perdesaan."Saya optimistis, program Petani Milenial dipadukan dengan desa digital, kesejahteraan akan bergeser tak hanya didominasi oleh pekerjaan di kota, melainkan juga di desa asal menguasai teknologi," katanya.
Kang Emil menambahkan, untuk program Petani Milenial angkatan II, pihaknya akan kembali membuka pendaftaran lewat kolaborasi dengan pemda kabupaten/kota. Bahkan, Pemda Kabupaten Bogor sudah menyiapkan lahan untuk digarap petani milenial di angkatan II ini.
"Kita akan buka pendaftaran lagi, tentu kolaborasi dengan pemerintah kabupaten/kota. Contohnya, Pemkab Bogor sudah menyiapkan lahan yang disumbangkan untuk generasi muda dengan konsep petani milenial," tandas Kang Emil.
"Setelah satu tahun dimulai sejak 20 Maret 2021 lalu, hari ini, dari sekian banyak yang mengikuti program Petani Milenial, diwisuda sebanyak 1.249 orang," ujar Ridwan Kamil. Baca juga: Ridwan Kamil Optimistis Pandemi Jadi Endemi 2022, Siap Genjot Infrastruktur
Gubernur yang akrab disapa Kang Emil itu tidak memungkiri, sejak program Petani Milenial diluncurkan, banyak terjadi dinamika hingga sebagian peserta program mengalami kegagalan.
Berbagai dinamika tersebut, di antaranya kendala akses ke perbankan karena tak memenuhi persyaratan, salah komoditas, hingga gagal panen. Namun, kata Kang Emil, ke-1.249 petani milenial yang diwisuda ini membuktikan konsistensinya dan pantang menyerah.
"Mengapa segini (1.249 petani milenial)? Artinya ada yang berhasil ada yang tidak karena menyerah di perjalanan, urusan akses ke perbankannya tidak memadai, ada yang salah komoditas, dan gagal panen. Tapi, yang berhasil ini membuktikan mereka konsisten," tegasnya.
Adapun peserta program Petani Milenial berasal dari berbagai latar belakang, mulai keluarga petani hingga sarjana non-pertanian seperti sarjana psikologi, sastra, mahasiswa, dosen, seniman, bahkan ibu rumah tangga.
"Para petani milenial yang diwisuda sebagian besar peserta laki-laki mencapai 88 persen dan 12 persen sisanya perempuan. Sedangkan dari kategori umur, usia 19-24 tahun sebanyak 19 persen, usia 25-29 tahun 26 persen, dan paling banyak peserta di usia 30-39 tahun yang mencapai 55 persen," paparnya.
Kang Emil menegaskan bahwa Petani Milenial bukanlah program 'karpet merah' yang secara instan bisa langsung menghasilkan keuntungan tanpa rintangan. Sebaliknya, program ini diibaratkan pendakian gunung yang harus selalu didampingi pemerintah lewat pelatihan, anggaran, lahan, teknologi sampai pemasaran.
"Saya bilang program ini bukan program karpet merah yang bisa langsung sukses, melainkan program mendaki gunung yang didampingi pemerintah melalui pelatihan, anggaran, lahan, peralatan, dan pemasaran," tegasnya.
Meski begitu, Kang Emil optimistis, di tahun-tahun berikutnya, jumlah petani milenial yang berhasil dan diwisuda akan semakin bertambah yang tentunya diiringi evaluasi di sejumlah sektor yang dianggap masih kurang.
"Jadi, ada keberhasilan ada juga kekurangsempurnaan yang terus kita perbaiki. Tapi saya optimistis, boleh dicek dengan provinsi lain yang paling produktif melahirkan anak muda kembali bertani di desa adalah Jabar," kata Kang Emil meyakinkan.
Kang Emil sangat berharap, dengan konsistensi program Petani Milenial, ke depan, usia petani di Jabar bisa digantikan oleh generasi muda di bawah usia 40 tahun. Saat ini, tambah Kang Emil, 70 persen petani di Jabar rata-rata lanjut usia.
"Dengan konsistensi, maka usia petani yang saat ini 70 persennya sudah lansia bisa digantikan oleh generasi baru yang di bawah 40 tahun," imbuhnya.
Regenerasi petani pun kini sudah terlihat dari penggunaan teknologi pengolahan pertanian hingga pemasaran yang tak ditemui pada petani lansia. "Saat ini terlihat petani muda sudah mulai pakai teknologi, menyiram tanaman menggunakan handphone, penjualan dengan e-commerce, ini tidak terjadi di generasi orang tuanya," jelasnya.
Penguasaan teknologi pertanian ini menurutnya menjadi bukti bergesernya kesejahteraan yang didominasi perkotaan ke perdesaan."Saya optimistis, program Petani Milenial dipadukan dengan desa digital, kesejahteraan akan bergeser tak hanya didominasi oleh pekerjaan di kota, melainkan juga di desa asal menguasai teknologi," katanya.
Kang Emil menambahkan, untuk program Petani Milenial angkatan II, pihaknya akan kembali membuka pendaftaran lewat kolaborasi dengan pemda kabupaten/kota. Bahkan, Pemda Kabupaten Bogor sudah menyiapkan lahan untuk digarap petani milenial di angkatan II ini.
"Kita akan buka pendaftaran lagi, tentu kolaborasi dengan pemerintah kabupaten/kota. Contohnya, Pemkab Bogor sudah menyiapkan lahan yang disumbangkan untuk generasi muda dengan konsep petani milenial," tandas Kang Emil.
(don)