Melihat Tradisi Nyadran Sambut Ramadhan di Desa Bener Semarang

Senin, 21 Maret 2022 - 13:12 WIB
loading...
Melihat Tradisi Nyadran Sambut Ramadhan di Desa Bener Semarang
Menjelang Ramadhan, masyarakat muslim di Kabupaten Semarang menggelar ritual nyadran di tempat pemakaman umum dan masjid. SINDOnews/Angga
A A A
SEMARANG - Menjelang Ramadhan , masyarakat muslim di Kabupaten Semarang menggelar ritual nyadran di tempat pemakaman umum dan masjid. Ini merupakan tradisi turun temurun yang memiliki tujuan untuk meningkatkan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta memperat tali silaturahmi masyarakat.

Tradisi ini dilaksanakan oleh sebagian besar desa di Kabupaten Semarang. Tak terkecuali warga Desa Bener, Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang.

Pada Minggu (20/3/2022), ratusan warga Desa Bener dan daerah lainnya yang mempunyai ahli kubur di pemakaman Cengklik atau Makam Nyai Ageng Kebo Kanigoro nyadran di makam yang berada di Dusun Tugu itu.

Mereka dengan khusyuk mengikuti proses nyadran dan memanjatkan doa untuk arwah anggota keluarganya yang telah meninggal dunia agar diampuni semua dosanya oleh Tuhan yang Maha Esa.

"Nyadran ini sebagai penginggat agar mereka yang masih hidup ingat dengan yang sudah meninggal serta bersedia ke makam. Apalagi hal ini merupakan kegiatan rutin yang dilakukan setahun dua kali, yakni setiap bulan Maulud dan menjelang datangnya bulan Suci Ramadhan," kata Kepala Dusun Krajan Purwanto, Senin (21/3/2022).

Menurutnya, nyadran juga sebagai sarana untuk mempererat tali silaturahmi warga antar dusun maupun antara daerah lain. Sebab dalam acara nyadran, warga yang jarang bertemu bisa berkumpul dalam acara tersebut. "Ini juga untuk menguatkan ukuwah islamiah," ujarnya.

Sementara itu, salah seorang warga Arief Sarifudin mengatakan, nyadran merupakan tradisi untuk mengingatkan masyarakat, khususnya muslim bahwa semua makhluk hidup termasuk manusia tidak bisa hidup kekakal di dunia. Baca: Kembali Dibuka untuk Umum, Peziarah Sunan Kalijaga Membeludak.

Karena itu, harus selalu meningkatkan ketakwaan, iman dan amal kebaikan agar pada saat waktu kematian tiba , bisa meninggal dalam kondisi baik.

"Kita sebagai manusia harus selalu ingat akan mati, karena apapun yang hidup di dunia suatu saat akan mati. Untuk itu, kita harus mempersiapkan diri agar benar-benar siap menjalani kematian," ujarnya. Baca Juga: Jelang Ramadhan, Minyak Goreng Curah Hilang di Pasaran Majalengka.

Dia mengatakan, tradisi nyadran harus dilestarikan karena termasuk budaya yang memiliki nilai positif dalam kehidupan masyarakat. "Sifat gotong-royong, menghormati leluhur merupakan bagian dari tradisi yang harus terus dilestarikan. Ini sekaligus nguri-nguri (melestarikan) budaya di Jawa Tengah," pungkasnya.
(nag)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2654 seconds (0.1#10.140)