Terbentur Perda, Warga Bantaran dan Pesisir di Kobar Kesulitan Melegalisasi Aset
loading...
A
A
A
KOTAWARINGIN BARAT - Warga yang tinggal di kawasan bantaran sungai maupun pantai di Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar), Kalteng kesulitan untuk memperoleh legalisasi aset mereka. Hal ini disebabkan terbentur aturan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2018 tentang Rencana Tata Ruang.
Menyikapi hal ini Anggota DPRD Kobar, Rizky Aditya Putra berharap Perda Nomor 1 Tahun 2018 tentang Rencana Tata Ruang agar direvisi.
"Warga terbentur aturan kawasan sempadan yang menyebutkan jarak maksimal 100 meter dari tepi sungai maupun pantai, maka pemerintah daerah perlu mengambil kebijakan untuk mengakomodir keinginan masyarakat, dan hal yang perlu direvisi adalah RTRWK 2018 itu masalah pasal, masalah jarak antar bibir sungai dan sempadan," katanya, Jumat (18/3/ 2022).
Ia menegaskan, pemerintah daerah juga perlu mengkaji kearifan lokal, mengingat mayoritas pemukiman penduduk berawal dari kawasan bantaran sungai dan pantai.
"Hal ini ada kaitannya dengan lokal wisdom, bagaimana kekayaan daerah, budaya, kearifan lokal. Ini yang perlu jadi perhatian agar keinginan masyarakat bisa terakomodir," jelasnya. Baca: Polda Sulut Amankan 9 Motor Curian, Seorang Pelaku Ditembak.
Harus ada perbedaan pemberlakuan aturan sempadan sungai untuk wilayah permukiman dan hutan, sehingga tidak menimbulkan kendala ke depannya.
"Kalo memang wilayah permukiman jangan pakai radius, karena memang dari awal masyarakat sudah bermukim di sana. Kalo memang wilayah hutan itu tetap perlu sempadan," sebutnya.
Selain itu perlu dilakukan kaji ulang penetapan kawasan RTH, pertanian dan permukiman agar disesuaikan dengan kondisi di lapangan. "Kalo memang bukan RTH atau kawasan pertanian harus diubah, karena keduanya penetapan duduk. Jadi supaya jelas dengan kondisi di lapangan," pungkasnya.
Menyikapi hal ini Anggota DPRD Kobar, Rizky Aditya Putra berharap Perda Nomor 1 Tahun 2018 tentang Rencana Tata Ruang agar direvisi.
"Warga terbentur aturan kawasan sempadan yang menyebutkan jarak maksimal 100 meter dari tepi sungai maupun pantai, maka pemerintah daerah perlu mengambil kebijakan untuk mengakomodir keinginan masyarakat, dan hal yang perlu direvisi adalah RTRWK 2018 itu masalah pasal, masalah jarak antar bibir sungai dan sempadan," katanya, Jumat (18/3/ 2022).
Ia menegaskan, pemerintah daerah juga perlu mengkaji kearifan lokal, mengingat mayoritas pemukiman penduduk berawal dari kawasan bantaran sungai dan pantai.
"Hal ini ada kaitannya dengan lokal wisdom, bagaimana kekayaan daerah, budaya, kearifan lokal. Ini yang perlu jadi perhatian agar keinginan masyarakat bisa terakomodir," jelasnya. Baca: Polda Sulut Amankan 9 Motor Curian, Seorang Pelaku Ditembak.
Harus ada perbedaan pemberlakuan aturan sempadan sungai untuk wilayah permukiman dan hutan, sehingga tidak menimbulkan kendala ke depannya.
"Kalo memang wilayah permukiman jangan pakai radius, karena memang dari awal masyarakat sudah bermukim di sana. Kalo memang wilayah hutan itu tetap perlu sempadan," sebutnya.
Selain itu perlu dilakukan kaji ulang penetapan kawasan RTH, pertanian dan permukiman agar disesuaikan dengan kondisi di lapangan. "Kalo memang bukan RTH atau kawasan pertanian harus diubah, karena keduanya penetapan duduk. Jadi supaya jelas dengan kondisi di lapangan," pungkasnya.
(nag)