Mabuk Miras Bersama Dayang-dayang Cantik, Membuat Kertanegara Tak Kuasa Hadapi Serangan Kediri
loading...
A
A
A
Serangan mematikan yang dilakukan Jayakatwang dari dua arah berbeda, terbukti ampuh meluluhlantakkan Kerajaan Singasari. Serangan maut itu, menjadikan Kertanegara menjadi raja terakhir yang bertahta di Kerajaan Singasari.
Saat serangan maut dilancarkan Jayakatwang, ternyata Kertanegara sedang melakukan ritual mabuk minuman keras (miras) bersama dayang-dayang cantiknya di istana Singasari. Akibatnya, Kertanegara tak kuasa menghadapi pemberontakan yang dilancarkan Jayakatwang dari Kediri.
Jayakatwang sendiri memiliki hubungan keluarga dengan penguasa Singasari, Kertanegara yakni sepupu, sekaligus ipar dan besannya. Hal ini dikisahkan dalam buku "Hitam Putih Ken Arok dari Kejayaan hingga Keruntuhan" karya Muhammad Syamsuddin.
Dendam karena penaklukan Kediri oleh Singasari, membuat Jayakatwang akhirnya melakukan pemberontakan. Pemberontakan Jayakatwang ini, diawali dari salah seorang pejabat yang sempat dimutasi oleh Kertanegara yakni Arya Wiraraja. Arya Wiraraja yang saat itu menjadi adipati atau Bupati Sumenep memprovokasi Jayakatwang untuk melakukan pemberontakan.
Arya Wiraraja mempengaruhi Jayakatwang, bahwa ia merupakan keturunan terakhir dari Kertajaya yang memerintah Kerajaan Kediri, sebelum akhirnya dikalahkan Ken Arok, leluhur Kertanegara.
Ulah Arya Wiraraja ini dilakukan karena ia merasa sakit hati, akibat dimutasi menjadi Adipati Sumenep, dan keluar dari istana Kerajaan Singasari. Jayakatwang yang terpengaruh hasutan itu, akhirnya menyusun kekuatan untuk menyerang Kertanegara.
Pasukan Jayakatwang terbagi dalam dua kelompok. Satu kelompok dipimpin oleh Jaran Guyang, bergerak menyerang Singasari dari utara. Sedangkan satu kelompok lagi dipimpin Patih Kebo Mundarang, menyerang Singasari dari sisi selatan.
Menghadapi serangan Jayakatwang, ternyata membuat pemerintahan Kerajaan Singasari kewalahan. Kekuatan militer Kerajaan Singasari disinyalir berkurang jauh, lantaran banyak pasukan yang dikirimkan ke luar Jawa untuk memperluas kekuasaan Kertanegara.
Sebagai upaya untuk menghadapi pemberontakan ini, Kertanegara mengurus kedua menantunya, yakni Raden Wijaya Putra Lembu Tal, dan Ardharaja, putra Jayakatwang untuk melakukan menghadang serangan pasukan Jayakatwang.
Tak hanya itu, ikatan emosional antara Ardharaja dengan ayahnya, membuat pilihannya tak mungkin berpihak ke Kertanegara. Alhasil Ardharaja yang seharusnya diutus melawan Kediri, justru balik menyerang ayah mertuanya sendiri.
Jayakatwang sendiri cukup cerdik dalam mengelola strategi perang. Awalnya pasukan Jaran Guyang hanya untuk pancingan untuk mengosongkan ibu kota. Dengan kehadiran pasukan Jaran Guyang, maka seluruh pasukan Singasari yang berjaga akan keluar dari istana. Sehingga pasukan yang berada di dalam istana ini menjadi kosong.
Maka pasukan Patih Kebo Mundarang bisa masuk dari sisi selatan untuk menduduki istana Kerajaan Singasari. Ironisnya, saat serangan itu datang, Kertanegara tengah mengadakan pesta minuman keras bersama dayang-dayang, sebagai salah satu ritual agamanya, sehingga pasukan Jayakatwang dengan mudah menyerbu masuk ke jantung istana.
Dalam kondisi mabuk dan tak siap, Kertanegara langsung keluar menghadapi serangan musuh. Saat itu pula dengan tanpa kekuatan dan keamanan pasukan yang memadai, Singasari berhasil ditaklukkan oleh Jayakatwang.
Tewasnya Kertanegara, membuat kekuasaan Kerajaan Singasari akhirnya runtuh. Jayakatwang yang bersekongkol dengan para mantan anak buah Kertanegara seperti, Arya Wiraraja, Mpu Raganata, Patih Kebo Anengah, Panji Angragani, dan Wirakreti, akhirnya berkuasa di Kediri.
Pasca tewasnya Kertanegara, dalam naskah Negarakertagama disebutkan, Kertanegara dan istrirnya dicandikan di Sagala sebagai Wairocana dan Locana, dengan lambang arca tunggal Ardhanareswari.
Namun tak semua anggota keluarga Kertanegara tewas, Raden Wijaya yang menjadi pemimpin pasukan melarikan diri dari Singasari. Raden Wijaya melarikan ke Sumenep, hingga akhirnya di Sumenep, diberikan perlindungan oleh Adipati Sumenep, Arya Wiraraja.
Tapi Raden Wijaya tak mengetahui bila Arya Wiraraja inilah yang memprovokasi pemberontakan Jayakatwang kepada Singasari. Namun lambat laun justru Arya Wiraraja yang balik mendukung Raden Wijaya untuk menaklukkan Jayakatwang, dengan bantuan tentara Kekaisaran Mongol.
Baca Juga
Saat serangan maut dilancarkan Jayakatwang, ternyata Kertanegara sedang melakukan ritual mabuk minuman keras (miras) bersama dayang-dayang cantiknya di istana Singasari. Akibatnya, Kertanegara tak kuasa menghadapi pemberontakan yang dilancarkan Jayakatwang dari Kediri.
Jayakatwang sendiri memiliki hubungan keluarga dengan penguasa Singasari, Kertanegara yakni sepupu, sekaligus ipar dan besannya. Hal ini dikisahkan dalam buku "Hitam Putih Ken Arok dari Kejayaan hingga Keruntuhan" karya Muhammad Syamsuddin.
Dendam karena penaklukan Kediri oleh Singasari, membuat Jayakatwang akhirnya melakukan pemberontakan. Pemberontakan Jayakatwang ini, diawali dari salah seorang pejabat yang sempat dimutasi oleh Kertanegara yakni Arya Wiraraja. Arya Wiraraja yang saat itu menjadi adipati atau Bupati Sumenep memprovokasi Jayakatwang untuk melakukan pemberontakan.
Arya Wiraraja mempengaruhi Jayakatwang, bahwa ia merupakan keturunan terakhir dari Kertajaya yang memerintah Kerajaan Kediri, sebelum akhirnya dikalahkan Ken Arok, leluhur Kertanegara.
Ulah Arya Wiraraja ini dilakukan karena ia merasa sakit hati, akibat dimutasi menjadi Adipati Sumenep, dan keluar dari istana Kerajaan Singasari. Jayakatwang yang terpengaruh hasutan itu, akhirnya menyusun kekuatan untuk menyerang Kertanegara.
Pasukan Jayakatwang terbagi dalam dua kelompok. Satu kelompok dipimpin oleh Jaran Guyang, bergerak menyerang Singasari dari utara. Sedangkan satu kelompok lagi dipimpin Patih Kebo Mundarang, menyerang Singasari dari sisi selatan.
Menghadapi serangan Jayakatwang, ternyata membuat pemerintahan Kerajaan Singasari kewalahan. Kekuatan militer Kerajaan Singasari disinyalir berkurang jauh, lantaran banyak pasukan yang dikirimkan ke luar Jawa untuk memperluas kekuasaan Kertanegara.
Sebagai upaya untuk menghadapi pemberontakan ini, Kertanegara mengurus kedua menantunya, yakni Raden Wijaya Putra Lembu Tal, dan Ardharaja, putra Jayakatwang untuk melakukan menghadang serangan pasukan Jayakatwang.
Tak hanya itu, ikatan emosional antara Ardharaja dengan ayahnya, membuat pilihannya tak mungkin berpihak ke Kertanegara. Alhasil Ardharaja yang seharusnya diutus melawan Kediri, justru balik menyerang ayah mertuanya sendiri.
Jayakatwang sendiri cukup cerdik dalam mengelola strategi perang. Awalnya pasukan Jaran Guyang hanya untuk pancingan untuk mengosongkan ibu kota. Dengan kehadiran pasukan Jaran Guyang, maka seluruh pasukan Singasari yang berjaga akan keluar dari istana. Sehingga pasukan yang berada di dalam istana ini menjadi kosong.
Maka pasukan Patih Kebo Mundarang bisa masuk dari sisi selatan untuk menduduki istana Kerajaan Singasari. Ironisnya, saat serangan itu datang, Kertanegara tengah mengadakan pesta minuman keras bersama dayang-dayang, sebagai salah satu ritual agamanya, sehingga pasukan Jayakatwang dengan mudah menyerbu masuk ke jantung istana.
Dalam kondisi mabuk dan tak siap, Kertanegara langsung keluar menghadapi serangan musuh. Saat itu pula dengan tanpa kekuatan dan keamanan pasukan yang memadai, Singasari berhasil ditaklukkan oleh Jayakatwang.
Tewasnya Kertanegara, membuat kekuasaan Kerajaan Singasari akhirnya runtuh. Jayakatwang yang bersekongkol dengan para mantan anak buah Kertanegara seperti, Arya Wiraraja, Mpu Raganata, Patih Kebo Anengah, Panji Angragani, dan Wirakreti, akhirnya berkuasa di Kediri.
Pasca tewasnya Kertanegara, dalam naskah Negarakertagama disebutkan, Kertanegara dan istrirnya dicandikan di Sagala sebagai Wairocana dan Locana, dengan lambang arca tunggal Ardhanareswari.
Namun tak semua anggota keluarga Kertanegara tewas, Raden Wijaya yang menjadi pemimpin pasukan melarikan diri dari Singasari. Raden Wijaya melarikan ke Sumenep, hingga akhirnya di Sumenep, diberikan perlindungan oleh Adipati Sumenep, Arya Wiraraja.
Tapi Raden Wijaya tak mengetahui bila Arya Wiraraja inilah yang memprovokasi pemberontakan Jayakatwang kepada Singasari. Namun lambat laun justru Arya Wiraraja yang balik mendukung Raden Wijaya untuk menaklukkan Jayakatwang, dengan bantuan tentara Kekaisaran Mongol.
(eyt)