Kepgub Protokol COVID Diprotes, Wagub Jabar: Kiai-Pengurus Ponpes Sudah Sepakat
loading...
A
A
A
BANDUNG - Wakil Gubernur Jawa Barat Uu Ruzhanul Umum angkat bicara soal protes yang dilayangkan para pimpinan pondok pesantren (ponpes) terkait protokol kesehatan untuk pencegahan dan pengendalian COVID-19 di lingkungan ponpes.
Menurut Uu, Kepgub Nomor 443/Kep.321-Hukham/2020 yang ditetapkan oleh Gubernur Jabar Ridwan Kamil pada 11 Juni 2020 dalam rangka penerapan adaptasi kebiasaan baru (AKB) tersebut sudah disepakati dan dipahami para kiai dan pengurus ponpes. (BACA JUGA: Jabar Keluarkan Kepgub Atur Protokol Kesehatan di Pondok Pesantren )
Uu mengatakan, kepgub tersebut berisi 15 protokol kesehatan umum, enam protokol kedatangan kiai, santri, asatidz, dan pihak lain, tujuh protokol di masjid, sembilan protokol di tempat belajar, 14 protokol di kobong (penginapan santri), sembilan protokol di tempat makan, delapan protokol di kantin, dan tiga protokol jika ada indikasi COVID-19 di ponpes. (BACA JUGA: Ketua PDIP Jabar Desak Gubernur Cabut Kepgub soal Pencegahan COVID-19 di Pesantren )
"Aturan ini tidak dikeluarkan secara tiba-tiba, tapi sejak dibuat rancangannya, kami terus sampaikan kepada para kiai dan pengurus pesantren di Jabar," kata Uu di Bandung, Senin (15/6/2020). (BACA JUGA: Kepgub Jabar soal Protokol COVID-19 Ponpes Tuai Protes Ustaz dan Kiai )
"Draf Kepgub (yang sudah diperbaiki) pun kami sampaikan kembali sebelum ditandatangani (Gubernur) pada Jumat (12/6/2020). Semua poin dibacakan dan semua diterima (oleh pengurus pesantren)," ujar Uu.
Kepgub mengatur protokol umum yang harus dipenuhi, di antaranya memakai masker, membatasi aktivitas dengan jaga jarak, dan menyediakan tempat cuci tangan dengan air mengalir yang dilengkapi sabun.
Selain itu, pengurus ponpes harus menyediakan media sosialisasi terkait protokol kesehatan, secara rutin menjaga kebersihan fasilitas di ponpes, dan membuat surat pernyataan kesanggupan memenuhi protokol kesehatan yang ditujukan kepada bupati/wali kota masing-masing.
Bagi kiai, santri, asatiz, dan pihak lain yang masuk ke pesantren harus menaati protokol umum dan menunjukkan surat keterangan sehat dari Dinas Kesehatan atau Puskesmas asal. Sebelum beraktivitas di ponpes, mereka juga harus melakukan isolasi selama 14 hari di ponpes tersebut.
Di tempat ibadah, protokol yang harus dijalani bagi pengurus, yakni tidak menggunakan karpet atau sajadah, mukena, dan sarung umum. Saat salat, jamaah pun harus menjaga jarak minimal 1 meter serta menghindari kontak fisik.
Pun di tempat belajar/kelas, jaga jarak minimal 1 meter harus dipenuhi. Selain itu, metode tugas kelompok, praktek olahraga, dan penggunaan sarana prasarana yang digunakan bersama-sama ditiadakan.
Sementara di kobong atau tempat santri menginap, yang harus ditaati selain protokol umum adalah tidak berbagi kasur antara para santri, melarang santri berbagi makanan dan minuman bekas pakai, dan melarang santri menggunakan pakaian, perlengkapan mandi, ibadah, dan alat makan secara bersama-sama.
Jika terdapat orang terindikasi COVID-19, pengurus ponpes harus membawa orang itu ke fasilitas pelayanan kesehatan. Jika dirujuk, pengurus ponpes harus membersihkan tempat tidur dan peralatan orang tersebut. Selain itu, pihak yang kontak dengan orang terindikasi harus melakukan isolasi selama 14 hari.
Uu menegaskan, seluruh protokol dalam kepgub tersebut ditujukan untuk ponpes salafiyah (tidak ada sekolah) maupun khalafiyah (dengan sekolah) di Jabar.
"Karena inti pesantren secara keseluruhan sama, ada santri yang murobatoh (tinggal lama) di pesantren tersebut," katanya.
Terkait sanksi, Uu meyakinkan, hal tersebut tidak diatur dalam norma protokol, tetapi dalam contoh format surat pernyataan butir ketiga dan merupakan bentuk komitmen ponpes untuk melaksanakan protokol kesehatan, sehingga menjamin keamanan kiai, santri, asatidz, dan pihak lain yang beraktivitas di ponpes.
Adapun bentuk sanksi yang akan diterapkan bila terjadi pelanggaran terhadap protokol kesehatan, kata Uu, ada dalam koridor administratif dalam bentuk teguran lisan atau tertulis.
Uu juga menjelaskan, format surat pernyataan, apalagi contoh format, bukan norma yang bersifat mengikat, sehingga dalam hal pesantren tidak menyepakati butir ketiga dari surat pernyataan kesanggupan, maka butir ketiga bisa dikesampingkan.
Namun, jika berbagai pihak menganggap bahwa butir ketiga itu mengganggu kenyamanan, Uu menyatakan, pihaknya akan melakukan penyesuaian kepgub sebagai bukti bahwa tidak ada muatan apapun dari keberadaan kepgub selain untuk membuat perlindungan terhadap aktivitas di ponpes.
Uu menambahkan, selain mengeluarkan protokol kesehatan, pihaknya juga memperhatikan ponpes dengan menyiapkan bantuan kesehatan, mulai dari masker, vitamin, hingga alat rapid test. Untuk bantuan tunai, dirinya mengatakan hal itu masih dalam tahap pembahasan.
"Jadi, kami mohon pengertian kepada seluruhnya, kehadiran kami di pondok pesantren ini melalui SOP (standar operasional prosedur) dan bantuan, antara lain kami menyediakan masker, handsanitizer, vitamin, tenaga kesehatan, bahkan rapid test. Pesantren bisa mengajukan permintaan bantuan ketika sudah siap melakukan SOP. Untuk bantuan uang, kami masih bahas," paparnya lagi seraya berharap, pemerintah kabupaten/kota pun turut memberikan perhatian.
Uu kembali menegaskan bahwa protokol kesehatan di lingkungan ponpes dibuat untuk kebaikan atau kemaslahatan umat. Dengan adanya protokol kesehatan, pihaknya tak menginginkan ponpes menjadi klaster baru penyebaran COVID-19 di Jabar.
"Yang tidak punya pesantren tidak perlu ikut mengomentari dan membuat gaduh. Semua pesantren menerima dan memahami Pergub ini," tandasnya.
Menurut Uu, Kepgub Nomor 443/Kep.321-Hukham/2020 yang ditetapkan oleh Gubernur Jabar Ridwan Kamil pada 11 Juni 2020 dalam rangka penerapan adaptasi kebiasaan baru (AKB) tersebut sudah disepakati dan dipahami para kiai dan pengurus ponpes. (BACA JUGA: Jabar Keluarkan Kepgub Atur Protokol Kesehatan di Pondok Pesantren )
Uu mengatakan, kepgub tersebut berisi 15 protokol kesehatan umum, enam protokol kedatangan kiai, santri, asatidz, dan pihak lain, tujuh protokol di masjid, sembilan protokol di tempat belajar, 14 protokol di kobong (penginapan santri), sembilan protokol di tempat makan, delapan protokol di kantin, dan tiga protokol jika ada indikasi COVID-19 di ponpes. (BACA JUGA: Ketua PDIP Jabar Desak Gubernur Cabut Kepgub soal Pencegahan COVID-19 di Pesantren )
"Aturan ini tidak dikeluarkan secara tiba-tiba, tapi sejak dibuat rancangannya, kami terus sampaikan kepada para kiai dan pengurus pesantren di Jabar," kata Uu di Bandung, Senin (15/6/2020). (BACA JUGA: Kepgub Jabar soal Protokol COVID-19 Ponpes Tuai Protes Ustaz dan Kiai )
"Draf Kepgub (yang sudah diperbaiki) pun kami sampaikan kembali sebelum ditandatangani (Gubernur) pada Jumat (12/6/2020). Semua poin dibacakan dan semua diterima (oleh pengurus pesantren)," ujar Uu.
Kepgub mengatur protokol umum yang harus dipenuhi, di antaranya memakai masker, membatasi aktivitas dengan jaga jarak, dan menyediakan tempat cuci tangan dengan air mengalir yang dilengkapi sabun.
Selain itu, pengurus ponpes harus menyediakan media sosialisasi terkait protokol kesehatan, secara rutin menjaga kebersihan fasilitas di ponpes, dan membuat surat pernyataan kesanggupan memenuhi protokol kesehatan yang ditujukan kepada bupati/wali kota masing-masing.
Bagi kiai, santri, asatiz, dan pihak lain yang masuk ke pesantren harus menaati protokol umum dan menunjukkan surat keterangan sehat dari Dinas Kesehatan atau Puskesmas asal. Sebelum beraktivitas di ponpes, mereka juga harus melakukan isolasi selama 14 hari di ponpes tersebut.
Di tempat ibadah, protokol yang harus dijalani bagi pengurus, yakni tidak menggunakan karpet atau sajadah, mukena, dan sarung umum. Saat salat, jamaah pun harus menjaga jarak minimal 1 meter serta menghindari kontak fisik.
Pun di tempat belajar/kelas, jaga jarak minimal 1 meter harus dipenuhi. Selain itu, metode tugas kelompok, praktek olahraga, dan penggunaan sarana prasarana yang digunakan bersama-sama ditiadakan.
Sementara di kobong atau tempat santri menginap, yang harus ditaati selain protokol umum adalah tidak berbagi kasur antara para santri, melarang santri berbagi makanan dan minuman bekas pakai, dan melarang santri menggunakan pakaian, perlengkapan mandi, ibadah, dan alat makan secara bersama-sama.
Jika terdapat orang terindikasi COVID-19, pengurus ponpes harus membawa orang itu ke fasilitas pelayanan kesehatan. Jika dirujuk, pengurus ponpes harus membersihkan tempat tidur dan peralatan orang tersebut. Selain itu, pihak yang kontak dengan orang terindikasi harus melakukan isolasi selama 14 hari.
Uu menegaskan, seluruh protokol dalam kepgub tersebut ditujukan untuk ponpes salafiyah (tidak ada sekolah) maupun khalafiyah (dengan sekolah) di Jabar.
"Karena inti pesantren secara keseluruhan sama, ada santri yang murobatoh (tinggal lama) di pesantren tersebut," katanya.
Terkait sanksi, Uu meyakinkan, hal tersebut tidak diatur dalam norma protokol, tetapi dalam contoh format surat pernyataan butir ketiga dan merupakan bentuk komitmen ponpes untuk melaksanakan protokol kesehatan, sehingga menjamin keamanan kiai, santri, asatidz, dan pihak lain yang beraktivitas di ponpes.
Adapun bentuk sanksi yang akan diterapkan bila terjadi pelanggaran terhadap protokol kesehatan, kata Uu, ada dalam koridor administratif dalam bentuk teguran lisan atau tertulis.
Uu juga menjelaskan, format surat pernyataan, apalagi contoh format, bukan norma yang bersifat mengikat, sehingga dalam hal pesantren tidak menyepakati butir ketiga dari surat pernyataan kesanggupan, maka butir ketiga bisa dikesampingkan.
Namun, jika berbagai pihak menganggap bahwa butir ketiga itu mengganggu kenyamanan, Uu menyatakan, pihaknya akan melakukan penyesuaian kepgub sebagai bukti bahwa tidak ada muatan apapun dari keberadaan kepgub selain untuk membuat perlindungan terhadap aktivitas di ponpes.
Uu menambahkan, selain mengeluarkan protokol kesehatan, pihaknya juga memperhatikan ponpes dengan menyiapkan bantuan kesehatan, mulai dari masker, vitamin, hingga alat rapid test. Untuk bantuan tunai, dirinya mengatakan hal itu masih dalam tahap pembahasan.
"Jadi, kami mohon pengertian kepada seluruhnya, kehadiran kami di pondok pesantren ini melalui SOP (standar operasional prosedur) dan bantuan, antara lain kami menyediakan masker, handsanitizer, vitamin, tenaga kesehatan, bahkan rapid test. Pesantren bisa mengajukan permintaan bantuan ketika sudah siap melakukan SOP. Untuk bantuan uang, kami masih bahas," paparnya lagi seraya berharap, pemerintah kabupaten/kota pun turut memberikan perhatian.
Uu kembali menegaskan bahwa protokol kesehatan di lingkungan ponpes dibuat untuk kebaikan atau kemaslahatan umat. Dengan adanya protokol kesehatan, pihaknya tak menginginkan ponpes menjadi klaster baru penyebaran COVID-19 di Jabar.
"Yang tidak punya pesantren tidak perlu ikut mengomentari dan membuat gaduh. Semua pesantren menerima dan memahami Pergub ini," tandasnya.
(awd)