Pasukan Siluman Kera Huni Stadion Patra Jaya Palembang
loading...
A
A
A
PALEMBANG - Jika suatu hari nanti Anda mengunjungi Kota Palembang, sempatkanlah bertandang ke Stadion Pertamina Patra Jaya. Tentu saja, bukan untuk bermain sepak bola atau berolahraga di sana. Jauh lebih dari itu, untuk mengenang sebuah pertarungan yang melegenda.
Lokasi stadion berada di bagian hulu kota, yang sekarang dikenal dengan nama Plaju. Sesampainya di stadion yang memiliki jumlah kursi penonton yang mencapai 10 ribu kursi ini, Anda akan dibuat tercengang.
Bagaimana tidak, stadion besar yang pernah menjadi markas salah satu tim juara Galatama, Krama Yudha Tiga Berlian, kini terlihat usang. Stadion yang pernah dijadikan arena final antara Jawa Timur melawan Papua pada PON XVI 2004 ini tampak tak terurus. Stadion yang terkesan kusam dan agak berantakan.
Ya, Stadion Pertamina Patra Jaya memang sudah tak lagi “menarik” untuk dijadikan sebagai tempat pelaksanaan ajang-ajang sepak bola, internasional, nasional, bahkan lokal. Stadion ini tak memiliki lampu penerangan di malam hari layaknya venue-venue bergengsi lainnya di Kota Palembang. Ya umpamanya, seperti yang ada di kompleks olahraga Jakabaring Sport City (JSC).
Tak ayal, saat menjelang malam, ketika pertandingan antara Jawa Timur dan Papua belum kelar pada laga pemuncak Pon XVI tadi, maka “pertempuran” kedua tim terpaksa dihentikan di tengah jalan. Kedua tim kemudian ditetapkan sebagai pemenang atau juara bersama. ( Baca: Daeran alias Mat Depok, Pejuang Sekaligus Jawara tanpa Golok )
Saat ini, Stadion Patra Jaya hanya dimanfaatkan warga sekitar yang ingin belajar mengendarai motor atau mobil. Tak jarang juga ada para remaja yang menggunakan lapangan stadion hanya untuk bermain atau sekadar berlatih sepakbola. Tak lebih.
Tak hanya manusia, stadion ini juga menjadi tempat favorit berkumpulnya segerombolan kera. Sebagian masyarakat Palembang percaya bahwa gerombolan kera itu bukan sembarang kera. Bukan kera liar yang yang menginvasi wilayah manusia. Justru kera-kera itulah yang dipercaya sebagai “penghuni awal” stadion dan wilayah sekitarnya.
Konon, kera-kera itu merupakan pasukan Siluman Kera yang pernah bersingasana di wilayah stadion dan sekitarnya. Kera-kera itu merupakan bagian dari kera para penjaga makam Ratu Bagus Kuning. Ya, ada tiga kelompok kera di kawasan Stadion Patrajaya.
Kelompok pertama yang berjumlah sekitar 40 ekor berkeliaran menjaga makam Ratu Bagus Kuning, kelompok kedua berkeliaran di sebelah barat makam, yakni di Stadion Patra Jaya dan barak tentara Zeni Konstruksi, dan kelompok ketiga berkeliaran di arah timur makam di perumahan BUMN migas.
Di kawasan tersebut, termasuk makam dan stadion, memang terdapat cerita rakyat tentang Ratu Bagus Kuning dan Siluman Kera. Menurut cerita turun-temurun dari orang-orang setempat yang berhasil dihimpun, Ratu Bagus Kuning dipercaya sebagai salah satu penyebar ajaran agama Islam di Bumi Sriwijaya.
Lalu apa hubungannya dengan Siluman Kera? Kisahnya bermula tatkala Ratu Bagus Kuning menyebarkan ajaran Islam ke willayah Palembang dan sekitarnya. Di saat Sang Ratu menapaki wilayah perairan Batanghari, dirinya harus berhadapan dengan para pendekar setempat yang berilmu mumpuni.
Sang Ratu tak gentar sama sekali, sebab semua pendekar itu dihadapinya dengan sabar dan yakin bahwa Allah SWT akan menjadi pelindung dan penolong baginya. Dengan semua itu, ditambah dengan kesaktian yang dimilikinya, Sang Ratu mampu menundukkan para pendekar tadi.
Setelah menguasai wilayah Batanghari, Bagus Kuning dan pengikutnya pun melanjutkan perjalanan, memasuki wilayah tengah Kota Palembang. Singgahlah mereka di bagian hulu kota yang sekarang dikenal dengan nama Plaju.
Untuk melepaskan penat dan lelah, rombongan Ratu Bagus Kuning kemudian beristirahat di suatu dataran rendah yang ditumbuhi pohon-pohon besar yang rindang dan teduh. Mereka pun beristirahat dengan nyaman.
Ketika gelap mulai menyelimuti, ketika sinar matahari berganti cahaya bulan, Ratu Bagus Kuning menyadari bahwa tempat tersebut memiliki penghuni lain. Tempat yang berada di tepian sungai Musi itu ternyata merupakan wilayah Kerajaan Siluman Kera.
Kehadiran Ratu Bagus Kuning dan para pengikutnya itu telah mengusik kenyamanan Siluman Kera dan tentaranya. Agar Ratu Bagus Kuning mengenyahkan diri dari wilayah itu, Siluman Kera dan pasukannya mencoba menakut-nakuti.
Dengan kesaktiannya, Ratu Bagus Kuning kemudian bertegur sapa dengan Siluman Kera. Sang Ratu menjelaskan bahwa persinggahannya hanya untuk sementara, hingga rasa lelah mereka hilang. Jadi tak ada niat jahat dari Sang Ratu terhadap Siluman Kera dan pasukannya.
Ternyata, Sang Siluman tak mau peduli dengan penjelasan Ratu Bagus. Dia tetap menghendaki agar Sang Ratu beserta rombongan segera angkat kaki. Siluman Kera bahkan mengancam akan membunuh Sang Ratu dan pengikutnya.
Pertarungan pun tak terelakan antara Ratu Bagus Kuning dan rombongannya dengan Siluman Kera beserta pasukannya. Sang Ratu kemudian melihat bahwa pertarung mereka akan menimbulkan korban jiwa yang tidak diperlukan. Maka kemudian, Sang Ratu pun membuat kesepakatan dengan Sang Siluman.
Kedua pemimpin itu kemudian membuat kesepakatan. Siapa pun yang kalah dalam pertarungan, hendaknya tunduk pada titah sang pemenang. Sang Ratu dan Sang Siluman kemudian bertarung.
Lama sekali mereka saling adu kesaktian. Sampai-sampai bumi bergetar-getar. Pohon-pohon berdoyong kena hembusan angin pertarungan. Akhirnya Sang Ratu Bagus Kuning memenangi pertarungan. Tunduklah Siluman Kera dan pasukannya.
Siluman Kera yang kalah kemudian menjadi anak buah Ratu Bagus Kuning. Bahkan, sampai saat Ratu Bagus Kuning meninggal, makamnya pun dijaga oleh pasukan Siluman Kera tersebut hingga saat ini.
Makam Ratu Bagus Kuning saat ini masih ada di dekat Stadion Patra Jaya. Dan percaya atau tidak, sampai saat ini ratusan gerombolan kera yang ada di kawasan Stadion Patra Jaya tersebut merupakan pengikut Siluman kera yang ditugaskan menjaga makam Ratu Bagus Kuning.
Lokasi stadion berada di bagian hulu kota, yang sekarang dikenal dengan nama Plaju. Sesampainya di stadion yang memiliki jumlah kursi penonton yang mencapai 10 ribu kursi ini, Anda akan dibuat tercengang.
Bagaimana tidak, stadion besar yang pernah menjadi markas salah satu tim juara Galatama, Krama Yudha Tiga Berlian, kini terlihat usang. Stadion yang pernah dijadikan arena final antara Jawa Timur melawan Papua pada PON XVI 2004 ini tampak tak terurus. Stadion yang terkesan kusam dan agak berantakan.
Ya, Stadion Pertamina Patra Jaya memang sudah tak lagi “menarik” untuk dijadikan sebagai tempat pelaksanaan ajang-ajang sepak bola, internasional, nasional, bahkan lokal. Stadion ini tak memiliki lampu penerangan di malam hari layaknya venue-venue bergengsi lainnya di Kota Palembang. Ya umpamanya, seperti yang ada di kompleks olahraga Jakabaring Sport City (JSC).
Tak ayal, saat menjelang malam, ketika pertandingan antara Jawa Timur dan Papua belum kelar pada laga pemuncak Pon XVI tadi, maka “pertempuran” kedua tim terpaksa dihentikan di tengah jalan. Kedua tim kemudian ditetapkan sebagai pemenang atau juara bersama. ( Baca: Daeran alias Mat Depok, Pejuang Sekaligus Jawara tanpa Golok )
Saat ini, Stadion Patra Jaya hanya dimanfaatkan warga sekitar yang ingin belajar mengendarai motor atau mobil. Tak jarang juga ada para remaja yang menggunakan lapangan stadion hanya untuk bermain atau sekadar berlatih sepakbola. Tak lebih.
Tak hanya manusia, stadion ini juga menjadi tempat favorit berkumpulnya segerombolan kera. Sebagian masyarakat Palembang percaya bahwa gerombolan kera itu bukan sembarang kera. Bukan kera liar yang yang menginvasi wilayah manusia. Justru kera-kera itulah yang dipercaya sebagai “penghuni awal” stadion dan wilayah sekitarnya.
Konon, kera-kera itu merupakan pasukan Siluman Kera yang pernah bersingasana di wilayah stadion dan sekitarnya. Kera-kera itu merupakan bagian dari kera para penjaga makam Ratu Bagus Kuning. Ya, ada tiga kelompok kera di kawasan Stadion Patrajaya.
Kelompok pertama yang berjumlah sekitar 40 ekor berkeliaran menjaga makam Ratu Bagus Kuning, kelompok kedua berkeliaran di sebelah barat makam, yakni di Stadion Patra Jaya dan barak tentara Zeni Konstruksi, dan kelompok ketiga berkeliaran di arah timur makam di perumahan BUMN migas.
Di kawasan tersebut, termasuk makam dan stadion, memang terdapat cerita rakyat tentang Ratu Bagus Kuning dan Siluman Kera. Menurut cerita turun-temurun dari orang-orang setempat yang berhasil dihimpun, Ratu Bagus Kuning dipercaya sebagai salah satu penyebar ajaran agama Islam di Bumi Sriwijaya.
Lalu apa hubungannya dengan Siluman Kera? Kisahnya bermula tatkala Ratu Bagus Kuning menyebarkan ajaran Islam ke willayah Palembang dan sekitarnya. Di saat Sang Ratu menapaki wilayah perairan Batanghari, dirinya harus berhadapan dengan para pendekar setempat yang berilmu mumpuni.
Sang Ratu tak gentar sama sekali, sebab semua pendekar itu dihadapinya dengan sabar dan yakin bahwa Allah SWT akan menjadi pelindung dan penolong baginya. Dengan semua itu, ditambah dengan kesaktian yang dimilikinya, Sang Ratu mampu menundukkan para pendekar tadi.
Setelah menguasai wilayah Batanghari, Bagus Kuning dan pengikutnya pun melanjutkan perjalanan, memasuki wilayah tengah Kota Palembang. Singgahlah mereka di bagian hulu kota yang sekarang dikenal dengan nama Plaju.
Untuk melepaskan penat dan lelah, rombongan Ratu Bagus Kuning kemudian beristirahat di suatu dataran rendah yang ditumbuhi pohon-pohon besar yang rindang dan teduh. Mereka pun beristirahat dengan nyaman.
Ketika gelap mulai menyelimuti, ketika sinar matahari berganti cahaya bulan, Ratu Bagus Kuning menyadari bahwa tempat tersebut memiliki penghuni lain. Tempat yang berada di tepian sungai Musi itu ternyata merupakan wilayah Kerajaan Siluman Kera.
Kehadiran Ratu Bagus Kuning dan para pengikutnya itu telah mengusik kenyamanan Siluman Kera dan tentaranya. Agar Ratu Bagus Kuning mengenyahkan diri dari wilayah itu, Siluman Kera dan pasukannya mencoba menakut-nakuti.
Dengan kesaktiannya, Ratu Bagus Kuning kemudian bertegur sapa dengan Siluman Kera. Sang Ratu menjelaskan bahwa persinggahannya hanya untuk sementara, hingga rasa lelah mereka hilang. Jadi tak ada niat jahat dari Sang Ratu terhadap Siluman Kera dan pasukannya.
Ternyata, Sang Siluman tak mau peduli dengan penjelasan Ratu Bagus. Dia tetap menghendaki agar Sang Ratu beserta rombongan segera angkat kaki. Siluman Kera bahkan mengancam akan membunuh Sang Ratu dan pengikutnya.
Pertarungan pun tak terelakan antara Ratu Bagus Kuning dan rombongannya dengan Siluman Kera beserta pasukannya. Sang Ratu kemudian melihat bahwa pertarung mereka akan menimbulkan korban jiwa yang tidak diperlukan. Maka kemudian, Sang Ratu pun membuat kesepakatan dengan Sang Siluman.
Kedua pemimpin itu kemudian membuat kesepakatan. Siapa pun yang kalah dalam pertarungan, hendaknya tunduk pada titah sang pemenang. Sang Ratu dan Sang Siluman kemudian bertarung.
Lama sekali mereka saling adu kesaktian. Sampai-sampai bumi bergetar-getar. Pohon-pohon berdoyong kena hembusan angin pertarungan. Akhirnya Sang Ratu Bagus Kuning memenangi pertarungan. Tunduklah Siluman Kera dan pasukannya.
Siluman Kera yang kalah kemudian menjadi anak buah Ratu Bagus Kuning. Bahkan, sampai saat Ratu Bagus Kuning meninggal, makamnya pun dijaga oleh pasukan Siluman Kera tersebut hingga saat ini.
Makam Ratu Bagus Kuning saat ini masih ada di dekat Stadion Patra Jaya. Dan percaya atau tidak, sampai saat ini ratusan gerombolan kera yang ada di kawasan Stadion Patra Jaya tersebut merupakan pengikut Siluman kera yang ditugaskan menjaga makam Ratu Bagus Kuning.
(ihs)