Kisah Tragis Mahapatih Nambi, Difitnah Pejabat Majapahit hingga Tewas sebagai Pemberontak
loading...
A
A
A
Fitnah-fitnah keji, sering kali berseliweran di tataran elit Kerajaan Majapahit, utamanya di masa-masa peralihan kepemimpinan dari Raden Wijaya ke puteranya Jayanegara. Fitnah keji itu, salah satunya menghampiri Mahapatih Nambi.
Nyawa Mahapatih Nambi melayang, akibat fitnah keji dari internal pejabat istana Kerajaan Majapahit, kepada Raja Jayanagara. Sosok yang mendalangi fitnah ke Nambi pada naskah Pararaton, dan Kidung Sorandaka, disebut bernama Mahapati.
Penyebutan nama Mahapati dalam naskah-naskah kuno tersebut, menjadi penunjuk pelakunya merupakan orang berkuasa di istana Kerajaan Majapahit. Istilah maha bermaka besar, sedangkan pati bermakna penguasa.
Nama Mahapati sebagai sosok tokoh yang memfitnah Nambi, juga dapat diartikan bukanlah nama asli seseorang, melainkan nama julukan. Nama Mahapati itu tidak dijumpai dalam prasasti apapun, sehingga diduga merupakan nama ciptaan pengarang Pararaton.
Dalam bukunya yang berjudul "Sandyakala di Timur Jawa 1042 - 1527 M Kejayaan dan Keruntuhan Kerajaan Hindu dari Mataram Kuno II hingga Majapahit" , penulis Prasetya Ramadhan menyebut, Nagarakertagama hanya mengisahkan kematian Mahapatih Nambi secara singkat, tanpa ada penjelasan mengenai penyebabnya.
Tetapi beberapa sejarawan termasuk Slamet Muljana percaya, bahwa Mahapati yang menghasut Raja Jayanagara untuk melaksanakan serangan ke Nambi, adalah Dyah Halayudha. Sosok itu adalah nama patih Majapahit yang tertulis pada Prasasti Sidateka pada tahun 1323.
Apabila dugaan itu benar, tokoh Mahapati atau Halayudha bukan orang biasa, tetapi masih keluarga bangsawan. Hal ini dikarenakan gelar yang dia pakai adalah Dyah, setara dengan raden pada zaman berikutnya. Misalnya pendiri Majapahit dalam Negarakertagama disebut Dyah Wijaya, sedangkan dalam Pararaton disebut Raden Wijaya.
Sementara itu Nambi dan Lembu Sora, pada Prasasti Sukamreta hanya bergelar Empu. Maka dapat dipahami keduanya bukan dari golongan bangsawan, namun memperoleh kedudukan tinggi masing-masing sebagai Patih Majapahit dan Patih Daha. Mahapati diduga melancarkan aksi fitnah dan adu domba, sehingga satu-persatu para pahlawan pendiri kerajaan tersingkir.
Bahkan di masa Raja Jayanagara, diceritakan sang raja kerap kali dipengaruhi oleh Dyah Halayudha atau sering disebut sebagai Mahapati dalam kitab kuno. Mahapati dikenal sebagai patih licik yang menghalalkan segala cara.
Kebijakan-kebijakan raja banyak dipengaruhi oleh hasutan Dyah Halayudha. Sehingga para pejabat Majapahit banyak yang sengsara pada zaman ini. Pejabat-pejabat yang berseberangan dengan Dyah Halayudha, satu-persatu dibunuh atas nama kerajaan. Tuduhannya macam-macam ada yang dianggap tidak becus bertugas, sampai pada dituduh memberontak.
Boleh jadi Mahapati artinya orang yang menyebabkan kematian yang besar, atau penyebab matinya orang-orang besar. Peran Mahapati inilah yang menyebabkan akhirnya Raja Jayanagara melakukan serangan ke Lamajang, tempat tinggal Mahapatih Nambi yang saat itu tengah cuti pasca meninggalnya sang ayah Arya Wiraraja. Kebetulan sebelumnya Nambi telah cuti terlebih dahulu saat mendengar ayahnya sakit keras.
Mahapati yang datang ke Lamajang mengucapkan rasa duka cita ke Nambi, ternyata memiliki misi lain untuk menggulingkan jabatan Nambi. Maka ketika Mahapati meminta Nambi untuk menambah cutinya karena meninggalnya sang ayah, Nambi tak merasa curiga sama sekali. Bahkan Mahapati sendiri yang berujar akan menyampaikan ke Raja Jayanagara bahwa Nambi tengah dirundung duka cita, pasca meninggalnya sang ayah.
Namun sekembalinya ke ibu kota Majapahit, dan menghadap Jayanagara, Mahapati menyampaikan hal berbeda. Di mana ia menyampaikan bahwa Nambi tak mau kembali ke ibu kota, karena tengah mempersiapkan pemberontakan.
Hasutan ini membuat Jayanagara marah besar dan akhirnya mengerahkan pasukan menyerang Lamajang, tempat tinggal Nambi. Kelicikan Mahapati ini juga dianggap menjadi penyebab matinya Ranggalawe, Lembu Sora, hingga Nambi. Setelah kematian Nambi, Prabu Jayanagara kemudian mengangkat Mahapati sebagai Patih Majapahit, hal ini sesuai yang dicita-citakan dan direncanakan.
Lihat Juga: Kisah Cinta Dyah Pitaloka Citraresmi, Pilih Hayam Wuruk dan Tak Mau Dinikahkan dengan Sesama Sunda
Baca Juga
Nyawa Mahapatih Nambi melayang, akibat fitnah keji dari internal pejabat istana Kerajaan Majapahit, kepada Raja Jayanagara. Sosok yang mendalangi fitnah ke Nambi pada naskah Pararaton, dan Kidung Sorandaka, disebut bernama Mahapati.
Penyebutan nama Mahapati dalam naskah-naskah kuno tersebut, menjadi penunjuk pelakunya merupakan orang berkuasa di istana Kerajaan Majapahit. Istilah maha bermaka besar, sedangkan pati bermakna penguasa.
Nama Mahapati sebagai sosok tokoh yang memfitnah Nambi, juga dapat diartikan bukanlah nama asli seseorang, melainkan nama julukan. Nama Mahapati itu tidak dijumpai dalam prasasti apapun, sehingga diduga merupakan nama ciptaan pengarang Pararaton.
Dalam bukunya yang berjudul "Sandyakala di Timur Jawa 1042 - 1527 M Kejayaan dan Keruntuhan Kerajaan Hindu dari Mataram Kuno II hingga Majapahit" , penulis Prasetya Ramadhan menyebut, Nagarakertagama hanya mengisahkan kematian Mahapatih Nambi secara singkat, tanpa ada penjelasan mengenai penyebabnya.
Tetapi beberapa sejarawan termasuk Slamet Muljana percaya, bahwa Mahapati yang menghasut Raja Jayanagara untuk melaksanakan serangan ke Nambi, adalah Dyah Halayudha. Sosok itu adalah nama patih Majapahit yang tertulis pada Prasasti Sidateka pada tahun 1323.
Apabila dugaan itu benar, tokoh Mahapati atau Halayudha bukan orang biasa, tetapi masih keluarga bangsawan. Hal ini dikarenakan gelar yang dia pakai adalah Dyah, setara dengan raden pada zaman berikutnya. Misalnya pendiri Majapahit dalam Negarakertagama disebut Dyah Wijaya, sedangkan dalam Pararaton disebut Raden Wijaya.
Sementara itu Nambi dan Lembu Sora, pada Prasasti Sukamreta hanya bergelar Empu. Maka dapat dipahami keduanya bukan dari golongan bangsawan, namun memperoleh kedudukan tinggi masing-masing sebagai Patih Majapahit dan Patih Daha. Mahapati diduga melancarkan aksi fitnah dan adu domba, sehingga satu-persatu para pahlawan pendiri kerajaan tersingkir.
Bahkan di masa Raja Jayanagara, diceritakan sang raja kerap kali dipengaruhi oleh Dyah Halayudha atau sering disebut sebagai Mahapati dalam kitab kuno. Mahapati dikenal sebagai patih licik yang menghalalkan segala cara.
Kebijakan-kebijakan raja banyak dipengaruhi oleh hasutan Dyah Halayudha. Sehingga para pejabat Majapahit banyak yang sengsara pada zaman ini. Pejabat-pejabat yang berseberangan dengan Dyah Halayudha, satu-persatu dibunuh atas nama kerajaan. Tuduhannya macam-macam ada yang dianggap tidak becus bertugas, sampai pada dituduh memberontak.
Boleh jadi Mahapati artinya orang yang menyebabkan kematian yang besar, atau penyebab matinya orang-orang besar. Peran Mahapati inilah yang menyebabkan akhirnya Raja Jayanagara melakukan serangan ke Lamajang, tempat tinggal Mahapatih Nambi yang saat itu tengah cuti pasca meninggalnya sang ayah Arya Wiraraja. Kebetulan sebelumnya Nambi telah cuti terlebih dahulu saat mendengar ayahnya sakit keras.
Mahapati yang datang ke Lamajang mengucapkan rasa duka cita ke Nambi, ternyata memiliki misi lain untuk menggulingkan jabatan Nambi. Maka ketika Mahapati meminta Nambi untuk menambah cutinya karena meninggalnya sang ayah, Nambi tak merasa curiga sama sekali. Bahkan Mahapati sendiri yang berujar akan menyampaikan ke Raja Jayanagara bahwa Nambi tengah dirundung duka cita, pasca meninggalnya sang ayah.
Namun sekembalinya ke ibu kota Majapahit, dan menghadap Jayanagara, Mahapati menyampaikan hal berbeda. Di mana ia menyampaikan bahwa Nambi tak mau kembali ke ibu kota, karena tengah mempersiapkan pemberontakan.
Hasutan ini membuat Jayanagara marah besar dan akhirnya mengerahkan pasukan menyerang Lamajang, tempat tinggal Nambi. Kelicikan Mahapati ini juga dianggap menjadi penyebab matinya Ranggalawe, Lembu Sora, hingga Nambi. Setelah kematian Nambi, Prabu Jayanagara kemudian mengangkat Mahapati sebagai Patih Majapahit, hal ini sesuai yang dicita-citakan dan direncanakan.
Lihat Juga: Kisah Cinta Dyah Pitaloka Citraresmi, Pilih Hayam Wuruk dan Tak Mau Dinikahkan dengan Sesama Sunda
(eyt)