Uni Eropa Minta Semua Pasukan Asing di Libya Ditarik
loading...
A
A
A
KAIRO - Uni Eropa (UE) meminta semua pihak yang terlibat dalam konflik Libya untuk mengakhiri operasi militer, dan terlibat dalam pembicaraan damai dalam pernyataan bersama termasuk pasukan asing agar bisa ditarik.
Dukumen kebijakan itu ditandatangani oleh Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Josep Borrell dan menteri luar negeri Perancis, Jerman dan Italia.
Dokumen tersebut juga membahas aktor internasional, mendesak penarikan semua pasukan asing, tentara bayaran, dan peralatan militer yang disediakan.
Suatu prakarsa politik telah disepakati pada hari Sabtu antara Presiden Mesir Abdel-Fattah al-Sisi, ketua parlemen Libya Aquila Saleh yang berpusat di Libya timur dan panglima perang Khalifa Haftar.
Deklarasi Kairo menyerukan gencatan senjata di Libya pada hari Senin dan mengusulkan majelis baru untuk membentuk Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Presiden.
Baik anggota pemerintah Libya yang diakui secara internasional maupun sekutu internasional mereka tidak hadir pada konferensi di Kairo.
Namun, pernyataan Uni Eropa menggambarkan Deklarasi Kairo sebagai komitmen konstruktif untuk menghentikan pertempuran, melanjutkan dialog dan mencapai gencatan senjata di dalam proses Berlin.
Tahun lalu, beberapa pertemuan tingkat tinggi diadakan di ibukota Jerman untuk mengakhiri konflik Libya, dengan partisipasi Perancis, Italia, Jerman dan Inggris.
Negosiasi ini dikenal sebagai proses perdamaian Berlin.
Menurut Uni Eropa , prosedur negosiasi yang didukung PBB ini adalah satu-satunya cara yang dapat diterima karena didasarkan pada pembicaraan damai dan multilateral.
Menyusul penggulingan mendiang penguasa Muammar Gaddafi pada 2011, pemerintah baru Libya didirikan pada 2015 di bawah kesepakatan politik yang dipimpin oleh PBB.
Pemerintah dan bagian barat negara itu telah diserang oleh pasukan Haftar sejak April 2019.
Pada bulan Maret, pemerintah Libya meluncurkan Operasi Badai Perdamaian untuk melawan serangan di ibukota dan baru-baru ini mendapatkan kembali lokasi strategis, termasuk pangkalan udara Al-Watiya dan kota Tarhuna yang strategis.
Dukumen kebijakan itu ditandatangani oleh Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Josep Borrell dan menteri luar negeri Perancis, Jerman dan Italia.
Dokumen tersebut juga membahas aktor internasional, mendesak penarikan semua pasukan asing, tentara bayaran, dan peralatan militer yang disediakan.
Suatu prakarsa politik telah disepakati pada hari Sabtu antara Presiden Mesir Abdel-Fattah al-Sisi, ketua parlemen Libya Aquila Saleh yang berpusat di Libya timur dan panglima perang Khalifa Haftar.
Deklarasi Kairo menyerukan gencatan senjata di Libya pada hari Senin dan mengusulkan majelis baru untuk membentuk Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Presiden.
Baik anggota pemerintah Libya yang diakui secara internasional maupun sekutu internasional mereka tidak hadir pada konferensi di Kairo.
Namun, pernyataan Uni Eropa menggambarkan Deklarasi Kairo sebagai komitmen konstruktif untuk menghentikan pertempuran, melanjutkan dialog dan mencapai gencatan senjata di dalam proses Berlin.
Tahun lalu, beberapa pertemuan tingkat tinggi diadakan di ibukota Jerman untuk mengakhiri konflik Libya, dengan partisipasi Perancis, Italia, Jerman dan Inggris.
Negosiasi ini dikenal sebagai proses perdamaian Berlin.
Menurut Uni Eropa , prosedur negosiasi yang didukung PBB ini adalah satu-satunya cara yang dapat diterima karena didasarkan pada pembicaraan damai dan multilateral.
Menyusul penggulingan mendiang penguasa Muammar Gaddafi pada 2011, pemerintah baru Libya didirikan pada 2015 di bawah kesepakatan politik yang dipimpin oleh PBB.
Pemerintah dan bagian barat negara itu telah diserang oleh pasukan Haftar sejak April 2019.
Pada bulan Maret, pemerintah Libya meluncurkan Operasi Badai Perdamaian untuk melawan serangan di ibukota dan baru-baru ini mendapatkan kembali lokasi strategis, termasuk pangkalan udara Al-Watiya dan kota Tarhuna yang strategis.
(agn)