Penguatan Toleransi dan Moderasi Beragama Jadi Prioritas Cegah Intoleransi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Penguatan toleransi dan moderasi beragama bagi masyarakat menjadi prioritas digalakkan pada 2022 ini agar tidak terjadi lagi praktek intoleransi. Caranya dengan membuka musyawarah mufakat, mencari titik temu dalam pemahaman agama secara utuh kepada masyarakat demi mewujudkan perdamaian antar umat beragama.
"Ini membantu seseorang untuk mencintai, menghargai dan menerima perbedaan itu sebagai rahmat. Juga memberikan pemahaman bahwa perbedaan keyakinan tidak membuat jarak, namun justru mempersatukan untuk saling menghargai meskipun berbeda," kata tokoh rohaniawan Katolik, Pastor Antonius Benny Susetyo, Sabtu (8/1/2021).
Menurutnya, persoalan intoleransi kerap terjadi dalam lingkungan masyarakat majemuk dan dipengaruhi oleh kurangnya pemahaman beragama seseorang. Terutama tidak memaknai agama secara utuh.
"Intoleransi persoalan agama dari masing-masing individu yang memahami agama tidak secara utuh, tetapi harus dilihat bahwa ini adalah fakta yang terjadi di berbagai tempat diseluruh belahan dunia," jelas pria yang akrab disapa Romo Benny ini.
Dia prihatin adanya praktik-praktik intoleransi yang salah satunya adalah perenggutan hak untuk beribadah. Karena itu, diharapkan pada tahun ini bisa menjadi awal baru, di mana nilai toleransi sebagai nilai kemanusiaan yang universal dapat tergugah.
"Saya berharap, di tahun 2022 ini toleransi dapat menjadi hal yang mempengaruhi cara berpikir, bertindak dan bernalar. Sehingga kita dapat beragama sesuai jaminan konstitusi di mana semua orang berhak menjalankan agama, dan saya berharap pelarangan (beribadah) itu tidak terjadi lagi," tandasnya.
Romo Benny mengungkapkan pentingnya melakukan pencegahan tindak intoleransi dalam rangka mengembalikan karakter luhur bangsa yang hidup rukun berdampingan dalam bingkai toleransi.
"Saya rasa yang pertama, yaitu perlu ditegakkan regulasi di mana hukum menjadi supremasi. Jadi kalau ada kasus intoleransi yang tidak sesuai dengan UUD 45 dan Pancasila itu harus diproses dan ditindak," ujarnya.
Kedua, penyelesaian melalui musyawarah mufakakat, dialog, saling pengertian dan memahami yang mendorong kesadaran untuk kembali menjadi saudara sebangsa dan setanah air.
"Dengan kesadaran tersebut, akan terbangun kehidupan yang guyub, rukun serta masyarakat dapat meluapkan aksi bela rasa yang lemah dan tersisih, juga menyadari nilai kemanusiaannya," kata pria yang aktif di berbagai dialog antarumat beragama dan kajian-kajian lainnya di Indonesia ini.
Alumni Pasca Sarjana Sekolah Tinggi Filsafat dan Teologi (STFT) Widya Sasana Malang ini juga memandang pentingnya moderasi beragama sebagai jembatan nilai-nilai toleransi. Apalagi moderasi beragama sudah bukan hal baru bagi bangsa ini.
"Moderasi itu sudah tidak asing bagi bangsa Indonesia. Dari moderasi akan menghasilkan umat yang toleran terhadap perbedaan. Moderasi juga menjadi bagian dari ekspresi dari cara berbicara bangsa Indoensia untuk hidup berdampingan," jelas salah satu pendiri Pergerakan Manusia Merdeka bersama alm KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) itu.
Selain itu, perlu program dan upaya yang simultan untuk memaksimalkan program pemerintah terkait moderasi beragama untuk membangun budaya toleransi di tengah masyarakat. Strategi percepatan moderasi beragama dapat dimulai dari lingkup pendidikan.
"Melalui pendidikan, Ini dimulai dari pendidikan keluarga yang mana kita mengenalkan bahwa perbedaan itu indah, dan dikenalkan bahwa Indonesia itu terdiri dari berbagai suku, ras dan agama. Lalu juga melalui pendidikan di sekolah," ujar Romo Benny
Kedua, memaksimalkan potensi dunia digital, yang menurutnya dapat dilakukan dengan cara memperbanyak konten moderasi dan praktik kehidupan beragama serta konten dalam konteks budaya dan Pancasila.
"Sehingga (melalui konten digital), banyak memperkenalkan indahnya keragaman, kerjasama, kolaborasi meskipun berbeda bisa hidup rukun. Banyak praktek positif di berbagai daerah Indonesia yang bisa diangkat," ungkap pria yang juga Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideology Pancasila (BPIP) ini.
Terakhir, Romo Benny juga menyampaikan pentingnya dukungan dan peran dari para tokoh agama maupun tokoh masyarakat untuk ikut bergerak mendorong percepatan moderasi beragama di Indonesia untuk mewujudkan 2022 sebagai tahun toleransi dan moderasi beragama.
"Peran tokoh sangat penting, mereka harus bisa mengaktualisasikan nilai-nilai kemajemukan dan keragaman. Artinya dalam khotbahnya harus memberikan kesejukan, komitmen kepada kutuhan hidup berbangsa dan bernegara."
"Maka tokoh agama menjadi kekuatan besar untuk mempromosikan moderasi beragama dalam kehidapan sehari-hari," pungkasnya.
"Ini membantu seseorang untuk mencintai, menghargai dan menerima perbedaan itu sebagai rahmat. Juga memberikan pemahaman bahwa perbedaan keyakinan tidak membuat jarak, namun justru mempersatukan untuk saling menghargai meskipun berbeda," kata tokoh rohaniawan Katolik, Pastor Antonius Benny Susetyo, Sabtu (8/1/2021).
Menurutnya, persoalan intoleransi kerap terjadi dalam lingkungan masyarakat majemuk dan dipengaruhi oleh kurangnya pemahaman beragama seseorang. Terutama tidak memaknai agama secara utuh.
"Intoleransi persoalan agama dari masing-masing individu yang memahami agama tidak secara utuh, tetapi harus dilihat bahwa ini adalah fakta yang terjadi di berbagai tempat diseluruh belahan dunia," jelas pria yang akrab disapa Romo Benny ini.
Dia prihatin adanya praktik-praktik intoleransi yang salah satunya adalah perenggutan hak untuk beribadah. Karena itu, diharapkan pada tahun ini bisa menjadi awal baru, di mana nilai toleransi sebagai nilai kemanusiaan yang universal dapat tergugah.
"Saya berharap, di tahun 2022 ini toleransi dapat menjadi hal yang mempengaruhi cara berpikir, bertindak dan bernalar. Sehingga kita dapat beragama sesuai jaminan konstitusi di mana semua orang berhak menjalankan agama, dan saya berharap pelarangan (beribadah) itu tidak terjadi lagi," tandasnya.
Romo Benny mengungkapkan pentingnya melakukan pencegahan tindak intoleransi dalam rangka mengembalikan karakter luhur bangsa yang hidup rukun berdampingan dalam bingkai toleransi.
"Saya rasa yang pertama, yaitu perlu ditegakkan regulasi di mana hukum menjadi supremasi. Jadi kalau ada kasus intoleransi yang tidak sesuai dengan UUD 45 dan Pancasila itu harus diproses dan ditindak," ujarnya.
Kedua, penyelesaian melalui musyawarah mufakakat, dialog, saling pengertian dan memahami yang mendorong kesadaran untuk kembali menjadi saudara sebangsa dan setanah air.
"Dengan kesadaran tersebut, akan terbangun kehidupan yang guyub, rukun serta masyarakat dapat meluapkan aksi bela rasa yang lemah dan tersisih, juga menyadari nilai kemanusiaannya," kata pria yang aktif di berbagai dialog antarumat beragama dan kajian-kajian lainnya di Indonesia ini.
Alumni Pasca Sarjana Sekolah Tinggi Filsafat dan Teologi (STFT) Widya Sasana Malang ini juga memandang pentingnya moderasi beragama sebagai jembatan nilai-nilai toleransi. Apalagi moderasi beragama sudah bukan hal baru bagi bangsa ini.
"Moderasi itu sudah tidak asing bagi bangsa Indonesia. Dari moderasi akan menghasilkan umat yang toleran terhadap perbedaan. Moderasi juga menjadi bagian dari ekspresi dari cara berbicara bangsa Indoensia untuk hidup berdampingan," jelas salah satu pendiri Pergerakan Manusia Merdeka bersama alm KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) itu.
Selain itu, perlu program dan upaya yang simultan untuk memaksimalkan program pemerintah terkait moderasi beragama untuk membangun budaya toleransi di tengah masyarakat. Strategi percepatan moderasi beragama dapat dimulai dari lingkup pendidikan.
"Melalui pendidikan, Ini dimulai dari pendidikan keluarga yang mana kita mengenalkan bahwa perbedaan itu indah, dan dikenalkan bahwa Indonesia itu terdiri dari berbagai suku, ras dan agama. Lalu juga melalui pendidikan di sekolah," ujar Romo Benny
Kedua, memaksimalkan potensi dunia digital, yang menurutnya dapat dilakukan dengan cara memperbanyak konten moderasi dan praktik kehidupan beragama serta konten dalam konteks budaya dan Pancasila.
"Sehingga (melalui konten digital), banyak memperkenalkan indahnya keragaman, kerjasama, kolaborasi meskipun berbeda bisa hidup rukun. Banyak praktek positif di berbagai daerah Indonesia yang bisa diangkat," ungkap pria yang juga Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideology Pancasila (BPIP) ini.
Terakhir, Romo Benny juga menyampaikan pentingnya dukungan dan peran dari para tokoh agama maupun tokoh masyarakat untuk ikut bergerak mendorong percepatan moderasi beragama di Indonesia untuk mewujudkan 2022 sebagai tahun toleransi dan moderasi beragama.
"Peran tokoh sangat penting, mereka harus bisa mengaktualisasikan nilai-nilai kemajemukan dan keragaman. Artinya dalam khotbahnya harus memberikan kesejukan, komitmen kepada kutuhan hidup berbangsa dan bernegara."
"Maka tokoh agama menjadi kekuatan besar untuk mempromosikan moderasi beragama dalam kehidapan sehari-hari," pungkasnya.
(shf)