Di Tengah Pandemi, Tetap Waspadai Radikalisme dan Terorisme

Rabu, 22 April 2020 - 22:56 WIB
loading...
Di Tengah Pandemi, Tetap Waspadai Radikalisme dan Terorisme
ilustrasi
A A A
SURABAYA - Bangsa Indonesia saat ini dihadapkan pada masalah bersama, yaitu pandemi virus corona atau Covid-19. Hingga saat ini semua melakukan pencegahan, penanggulangan serta memutus mata rantai virus tersebut.

Di tengah kondisi seperti itu, sejumlah kalangan meminta masyarakat tetap waspada terhadap kemungkinan aksi radikalisme dan terorisme.

Beberapa tokoh yang mengingatkan kewaspadaan itu adalah Ketua Forum Komunikasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Provinsi Jawa Timur Dr. Hesti Armiwulan S.H, M. Hum, mantan narapidana teroris (napiter) dan pendiri NII Crisis Center, Ken Setiawan.

Tokoh lainnya peneliti senior Badan Litbang Kementerian Agama, Dr. Abdul Jamil Wahab serta Pengamat Terorisme dari Universitas Indonesia (UI), Aisha Kusumasomantri, S.Sos, MA.

“Saat ini, semua upaya mesti difokuskan untuk penanganan dan pencegahan Covid-19. Meski demikian masyarakat tidak boleh lengah dan selalu waspada terkait kemungkinan adanya aksi radikalisme dan terorisme di tengah wabah pandemi virus corona tersebut,” kata Hesti, dalam rilisnya, Rabu (22/04/2020)

Pengajar Fakultas Hukum Universitas Surabaya ini menyatakan, hasil pantauan Badan Nasional Pencegahan Terorisme menyebutkan Jatim merupakan salah satu wilayah yang memiliki tingkat kerawanan potensi aksi radikalisme dan terorisme.

“Masyarakat mesti semakin bijaksana dan fokus atas penanganan Covid-19 dan jangan terjebak pada isu yang mematik sikap intoleransi, karena sikap intoleransi ini adalah awal munculnya radikalisme. Biasanya sikap intoleransi ini akan diarahkan pada sikap anti pemerintah,” ujarnya.

Sementara itu, Ken Setiawan dan Abdul Jamil Wahab serta Aisha Kusumasomantri saat menjadi narasumber Talkshow Interaktif "Mencegah Radikalisme Berkembang di Tengah Wabah Pandemi Covid-19" yang disiarkan Stasiun Radio Pikiran Rakyat (PRFM) 107,5 FM Bandung, mengungkapkan hal sama.

Menurut Abdul Jamil Wahab, motif gerakan terorisme kebanyakan bermotif keagamaan dan balas dendam. Dia menyatakan gerakan radikalisme ini juga mengikuti perkembangan jaman termasuk dalam kontek komunikasi, meski juga ada yang tetap memilih jalur komunikasi tradisional.

“Era modern jangan dikira para pelaku tidak mengikuti perkembangan jaman termasuk era medsos guna melakukan transformasi faham radikalisme. Kewaspadaan harus dilanjutkan dalam masa pandemi ini. Narasi-narasi yang sifatnya mencerahkan dan membantu masyarakat, harus terus dilakukan,” tegasnya.

Sedangkan Ken Setiawan berkeyakinan pelaku radikalisme tetap melakukan aktivitas di tengah pandemi Covid-19. “Mereka jangankan dengan agama lain, dengan satu agama saja mereka ada pada tahap mengkafirkan. Dalam hal pandemi ini, mereka memojokkan Pemerintah bahwa Pemerintah gagal dalam memberikan rasa aman,” ungkapnya.

Ken Setiawan menyatakan tujuannya agar warga negara tidak percaya lagi kepada pemerintah dengan dalih penanganan covid ini salah. Dia menambahkan, ada data yang menyebutkan saat ini hampir 80% kelompok radikal menguasai medsos.

“Sehingga sejumlah kebijakan pemerintah positif sengaja diplintir agar menimbulkan rasa ketidaknamyanan pada publik yang pada sisi akhir menurunkan kepercayaan publik pada pemerintah. Hal ini juga termasuk pada kebijakan pemerintah dalam penangananan Covid-19,” ujarnya.

Aisha Kusumasomantri mengatakan, pemerintah mengalokasikan segala sumber daya untuk menangani Covid-19. Sedangkan kelompok radikal terus memantau untuk mengkitisi kinerja pemerintah dengan sentimen negatif.

“Kebijakan PSBB dibenturkan dengan kewajiban beribadah dan sistem khilafah. Ini berpotensi menimbulkan distrust atau ketidakpercayaan warganegara kepada pemerintah. Meskipun ada pandemi ini, bahaya radikalisme tidak hilang. Karena walaupun tidak melalui pertemuan-pertemuan tradisional, komunikasi tetap berlanjut melalui chatting di media sosial,” ungkapnya

Lebih jauh Aisha menyatakan mereka munculkan isu bahwa peniadaan bentuk-bentuk kegiatan ibadah merupakan bentuk represi kepada umat Islam. “Padahal pemerintah memberlakukan pembatasan dalam rangka memutus mata rantai sekaligus pencegahan penyebaran wabah Covid-19.”
(msd)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1021 seconds (0.1#10.140)