Kesetiaan Lembu Sora Jadi Alas Duduk dan Gendong Istri Raden Wijaya
loading...
A
A
A
Lembu Sora dikenal sebagai pengikut Raden Wijaya yang sangat setia. Dalam beberapa karya sastra, Lembu Sora dikenal sebagai Mpu Sora, Ken Sora, Andaka Sora, atau Sora. Dikisahkan, Lembu Sora adalah sosok yang turut berjasa besar dalam perjuangan Raden Wijaya dalam mendirikan Kerajaan Majapahit .
Pararatonmengisahkan Lembu Sora ikut mengawalRaden Wijayakala menghindari kejaran pasukanJayakatwangpada tahun1292.Kidung Panji Wijayakramamenyebutkan, Lembu Sora dengan setia memberikan perutnya sebagai tempat duduk Raden Wijaya dan istrinya saat keduanya beristirahat.
Cerita kesetiaan Lembu Sora tidak cukup di situ semata. Lembu Sora diceritakan rela menggendong istri Raden Wijaya saat menyeberangi sungai dan rawa-rawa. Pada tahun1293Raden Wijaya dibantu pasukanMongolmenyerang Jayakatwang diKadiri.
Dalam peperangan tersebut, Lembu Sora bertugas menggempur benteng selatan dan berhasil membunuh patih Kadiri yang bernama Kebo Mundarang. Siasat Raden Wijaya itu berhasil mengusir pasukan Mongol yang sedang berpesta pora merayakan jatuhnya Kadiri.
Nah, Lembu Sora dan keponakannya yang bernamaRanggalawe itulah yang berperan membantai orang-orang Mongol tersebut. Setelah Jayakatwang dikalahkan dan pasukan Mongol yang dipimpin Ike Mese diusir dari Pulau Jawa, Raden Wijaya pun mendirikan mendirikan Kerajaan Majapahit pada tahun 1293. Naskah Pararaton menyebutkan jabatan Sora dalam kerajaan baru tersebut adalah rakryan demung.
Berita di atas kurang tepat karena dalam prasasti Sukamreta tahun 1296, tertulis nama rakryan demung Majapahit adalah Mpu Renteng, sedangkan Mpu Sora menjabat sebagai rakryan patih Daha, atau patih bawahan di Kadiri. Keputusan Raden Wijaya tersebut konon memicu pemberontakan Ranggalawe pada tahun 1295.
Ranggalawe berpendapat bahwa Lembu Sora lebih pantas diangkat sebagai rakryan patih Majapahit daripada Nambi. Namun meskipun Ranggalawe adalah keponakan Lembu Sora, tetapi Lembu Sora justru mendukung Raden Wijaya supaya tetap mempertahankan Mpu Nambi sebagai patih Majapahit.
Cerita kesetiaan Lembu Sora berakhir tragis dicap sebagai pemberontak. Kematian Lembu Sora menurut Pararaton terjadi pada tahun 1300 yang diuraikan panjang lebar dalam Kidung Sorandaka. Menurut Pararaton kematiannya terjadi pada pemerintahan Jayanegara, sedangkan menurut Kidung Sorandaka terjadi pada pemerintahan Raden Wijaya.
Dalam hal ini pengarang Pararaton kurang teliti karena menurut Nagarakretagama Jayanegara naik takhta menggantikan Raden Wijaya baru pada tahun 1309. Lembu Sora ikut serta dalam pasukan Majapahit yang bergerak menumpas pemberontakan Ranggalawe di Tuban tahun 1295.
Dalam pertempuran di Sungai Tambak Beras, Ranggalawe mati di tangan Kebo Anabrang. Diam-diam Lembu Sora merasa sakit hati melihat keponakannya dibunuh secara kejam. Dikisahkan, Lembu Sora berbalik ganti membunuh Kebo Anabrang dari belakang.
Peristiwa pembunuhan terhadap rekan satu pasukan tersebut seolah-olah didiamkan begitu saja. Itu dikarenakan keluarga Kebo Anabrang segan menuntut hukuman pengadilan karena Lembu Sora dianggap sebagai abdi kesayangan Raden Wijaya.
Peristiwa itu akhirnya dimanfaatkan oleh Mahapati, seorang tokoh licik yang mengincar jabatan rakryan patih. Ia menghasut putra Kebo Anabrang yang bernama Mahisa Taruna supaya berani menuntut pengadilan untuk Lembu Sora. Mahaptih juga melapor kepada Raden Wijaya bahwa para menteri merasa resah karena raja seolah-olah melindungi kesalahan Lembu Sora.
Raden Wijaya tersinggung karena dituduh berlaku tidak adil. Ia pun memberhentikan Lembu Sora dari jabatannya untuk menunggu keputusan lebih lanjut. Mahapati segera mengusulkan supaya Lembu Sora jangan dihukum mati mengingat jasa-jasanya yang sangat besar.
Setelah mempertimbangkan jasa-jasanya, Raden Wijaya pun memutuskan bahwa Lembu Sora dihukum dengan dibuang ke Tulembang. Mahapati menemui Sora di rumahnya untuk menyampaikan surat keputusan raja. Lembu Sora sedih atas keputusan itu. Lembu Sora berniat ke ibu kota meminta hukuman mati daripada harus diusir meninggalkan Tanah Airnya.
Mahapati lebih dulu menghasut Mpu Nambi dengan mengatakan bahwa Lembu Sora datang untuk membuat kekacauan karena tidak puas atas keputusan raja. Setelah mendesak Raden Wijaya, Mpu Nambi pun diizinkan menghadang Lembu Sora yang datang bersama dua orang sahabatnya, yaitu Gajah Biru dan Juru Demung. Maka terjadilah peristiwa di mana Lembu Sora dan kedua temannya itu mati dikeroyok tentara Majapahit di halaman istana.
Cerita dalam Kidung Sorandaka di atas sedikit berbeda dengan Pararaton yang menyebut kematian Juru Demung terjadi pada tahun 1313, sedangkan Gajah Biru pada tahun 1314. Kematian kedua sahabat Lembu Sora tersebut terjadi pada masa pemerintahan Jayanegara putra Raden Wijaya.
Sumber:
Slamet Muljana. 1979. Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya. Jakarta: Bhratara
Slamet Muljana. 2005. Menuju Puncak Kemegahan (terbitan ulang 1965). Yogyakarta: LKIS
Pararatonmengisahkan Lembu Sora ikut mengawalRaden Wijayakala menghindari kejaran pasukanJayakatwangpada tahun1292.Kidung Panji Wijayakramamenyebutkan, Lembu Sora dengan setia memberikan perutnya sebagai tempat duduk Raden Wijaya dan istrinya saat keduanya beristirahat.
Cerita kesetiaan Lembu Sora tidak cukup di situ semata. Lembu Sora diceritakan rela menggendong istri Raden Wijaya saat menyeberangi sungai dan rawa-rawa. Pada tahun1293Raden Wijaya dibantu pasukanMongolmenyerang Jayakatwang diKadiri.
Dalam peperangan tersebut, Lembu Sora bertugas menggempur benteng selatan dan berhasil membunuh patih Kadiri yang bernama Kebo Mundarang. Siasat Raden Wijaya itu berhasil mengusir pasukan Mongol yang sedang berpesta pora merayakan jatuhnya Kadiri.
Nah, Lembu Sora dan keponakannya yang bernamaRanggalawe itulah yang berperan membantai orang-orang Mongol tersebut. Setelah Jayakatwang dikalahkan dan pasukan Mongol yang dipimpin Ike Mese diusir dari Pulau Jawa, Raden Wijaya pun mendirikan mendirikan Kerajaan Majapahit pada tahun 1293. Naskah Pararaton menyebutkan jabatan Sora dalam kerajaan baru tersebut adalah rakryan demung.
Berita di atas kurang tepat karena dalam prasasti Sukamreta tahun 1296, tertulis nama rakryan demung Majapahit adalah Mpu Renteng, sedangkan Mpu Sora menjabat sebagai rakryan patih Daha, atau patih bawahan di Kadiri. Keputusan Raden Wijaya tersebut konon memicu pemberontakan Ranggalawe pada tahun 1295.
Ranggalawe berpendapat bahwa Lembu Sora lebih pantas diangkat sebagai rakryan patih Majapahit daripada Nambi. Namun meskipun Ranggalawe adalah keponakan Lembu Sora, tetapi Lembu Sora justru mendukung Raden Wijaya supaya tetap mempertahankan Mpu Nambi sebagai patih Majapahit.
Cerita kesetiaan Lembu Sora berakhir tragis dicap sebagai pemberontak. Kematian Lembu Sora menurut Pararaton terjadi pada tahun 1300 yang diuraikan panjang lebar dalam Kidung Sorandaka. Menurut Pararaton kematiannya terjadi pada pemerintahan Jayanegara, sedangkan menurut Kidung Sorandaka terjadi pada pemerintahan Raden Wijaya.
Dalam hal ini pengarang Pararaton kurang teliti karena menurut Nagarakretagama Jayanegara naik takhta menggantikan Raden Wijaya baru pada tahun 1309. Lembu Sora ikut serta dalam pasukan Majapahit yang bergerak menumpas pemberontakan Ranggalawe di Tuban tahun 1295.
Dalam pertempuran di Sungai Tambak Beras, Ranggalawe mati di tangan Kebo Anabrang. Diam-diam Lembu Sora merasa sakit hati melihat keponakannya dibunuh secara kejam. Dikisahkan, Lembu Sora berbalik ganti membunuh Kebo Anabrang dari belakang.
Peristiwa pembunuhan terhadap rekan satu pasukan tersebut seolah-olah didiamkan begitu saja. Itu dikarenakan keluarga Kebo Anabrang segan menuntut hukuman pengadilan karena Lembu Sora dianggap sebagai abdi kesayangan Raden Wijaya.
Peristiwa itu akhirnya dimanfaatkan oleh Mahapati, seorang tokoh licik yang mengincar jabatan rakryan patih. Ia menghasut putra Kebo Anabrang yang bernama Mahisa Taruna supaya berani menuntut pengadilan untuk Lembu Sora. Mahaptih juga melapor kepada Raden Wijaya bahwa para menteri merasa resah karena raja seolah-olah melindungi kesalahan Lembu Sora.
Raden Wijaya tersinggung karena dituduh berlaku tidak adil. Ia pun memberhentikan Lembu Sora dari jabatannya untuk menunggu keputusan lebih lanjut. Mahapati segera mengusulkan supaya Lembu Sora jangan dihukum mati mengingat jasa-jasanya yang sangat besar.
Baca Juga
Setelah mempertimbangkan jasa-jasanya, Raden Wijaya pun memutuskan bahwa Lembu Sora dihukum dengan dibuang ke Tulembang. Mahapati menemui Sora di rumahnya untuk menyampaikan surat keputusan raja. Lembu Sora sedih atas keputusan itu. Lembu Sora berniat ke ibu kota meminta hukuman mati daripada harus diusir meninggalkan Tanah Airnya.
Mahapati lebih dulu menghasut Mpu Nambi dengan mengatakan bahwa Lembu Sora datang untuk membuat kekacauan karena tidak puas atas keputusan raja. Setelah mendesak Raden Wijaya, Mpu Nambi pun diizinkan menghadang Lembu Sora yang datang bersama dua orang sahabatnya, yaitu Gajah Biru dan Juru Demung. Maka terjadilah peristiwa di mana Lembu Sora dan kedua temannya itu mati dikeroyok tentara Majapahit di halaman istana.
Cerita dalam Kidung Sorandaka di atas sedikit berbeda dengan Pararaton yang menyebut kematian Juru Demung terjadi pada tahun 1313, sedangkan Gajah Biru pada tahun 1314. Kematian kedua sahabat Lembu Sora tersebut terjadi pada masa pemerintahan Jayanegara putra Raden Wijaya.
Sumber:
Slamet Muljana. 1979. Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya. Jakarta: Bhratara
Slamet Muljana. 2005. Menuju Puncak Kemegahan (terbitan ulang 1965). Yogyakarta: LKIS
(aww)