Syahwat Terlarang La Pateddungi, Raja Wajo yang Gemar Gauli Istri dan Anak Gadis Rakyatnya

Rabu, 10 November 2021 - 07:02 WIB
loading...
Syahwat Terlarang La...
Rumah ada Kabupaten Wajo, yang merupakan istana Batara Wajo. Foto: Istimewa
A A A
Di bagian timur semenanjung Sulawesi Selatan berdirilah kerajaan bersuku Bugis pada abad ke-15 Masehi. Rakyatnya tentram dan makmur di bawah pimpinan Raja Wajo yang disebut Batara Wajo I dan berlanjut ke Batara Wajo II.

Namun sayang, kemakmuran dan ketentraman rakyat mendadak sirna saat kedua raja itu mangkat.

Adalah La Pate'dungi To Samallangi yang ditunjuk sebagai raja selanjutnya yang kemudian dikenal Batara Wajo III, sebagai sebab rakyat tak lagi tentram dan Makmur.



Batara Wajo III memimpin secara sewenang-wenang, dia bahkan dianggap tidak bermoral karena perangainya yang buruk.

Dia gemar menculik dan mengambil istri dan anak gadis rakyatnya hingga digaulinya, bahkan kadang persetubuhannya dilakukan dengan terang-terangan.

Sifat tak terpuji Batara Wajo III itu diceritakan dalam buku karya Andi Zainal Abidin. Wajo Abad XV – XVII, yang ditulis berdasarkan Lontara Kuno.

Konon, saat malam tiba, Batara Wajo III La Pateddungi To Samallangi berkeliling kampung dengan alasan menjaga negerinya. Namun ternyata sang raja mencari ‘mangsa’ untuk melampiaskan nafsu bejatnya.

Mendengar keluhan warga, paman sang raja, Arung Saotanre maka ia dinasehati oleh pamannya, Arung Saotanre, didengarnya jua nasehat sanaknya, namun tidak diubahnya juga perbuatannya.



Akhirnya Batara Wajo La Pateddungi To Samallangi menyuruh gantung kelambu pada hari pasar dan menyuruh untuk mencari perempuan orang-orang Wajo yang disukainya lalu diperkosa.

“Jangan engkau lakukan perbuatan yang demikian yang tidak disukai oleh orang-orang Wajo dan dibenci oleh Dewata Yang Esa, bila engkau hendak mengambil perempuan, yang gadis saja engkau ambil untuk diperistrikan,.

Mendengar nasehat sang paman, awalnya Batara Wajo III akan menurutinya, namun ternyata itu cuma akal bulus agar sang paman tidak lagi menasehatinya. Dia bahkan akan memberi tanda kepada para wanita baik yang bersuami maupun tidak.

"Baiklah disuruh tandai diri orang-orang yang bersuami supaya bertapong dan bertopi. Maka memakai Tapong dan bertopilah wanita-wanita yang bersuami, namun tidak diubahnya juga perbuatan Batara Wajo, baik yang bertapong maupun yang bertopi diambilnya juga. Berganti-gantilah para arung di Wajo menasehatinya dan datang pula Arung Penrang di Wajo menasehati cucunya tetapi tidak diubahnya, sebab takdir Dewata yang Esa.

Saat itu, wanita-wanita tinggal di rumah dan suami mereka yang pergi ke pasar. Yang diperbuat lagi Batara Wajo, ialah menyuruh untuk mengambil secara diam-diam perempuan di rumahnya.

Jikalau ada orang yang menyembunyikan perempuannya, maka sang raja sendiri pergi mengambilnya. Maka banyaklah orang yang pindah dan pergi ke Penrang, ada pula yang menyeberang ke Pammana.



Setelah Arung Saotanre melihat orang-orang Wajo berpindahan, dikumpulkannyalah yang masih ada. Setelah orang-orang Wajo berkumpul, berkata Arung Saotanre :

"Aku lihat engkau sekalian orang-orang Wajo sangat enggan mempertuan Batara Wajo La Pateddungi To Samanglangi. Tetapi aku telah memecatnya dari jabatan Arung. Barulah kelak aku mengangkatkan Arung untuk kalian, jikalau kalian mengiakan kataku".

Akibat perbuatan bejat sang raja, sebagian besar rakyatnya marah dan dendam, akan tetapi mereka tak berani melawan raja, merekapun kemudian melaporkan kelakuan buruk rajanya itu kepada Paman Sang Raja, berkali-kali pamannya menasehati keponakanya untuk sadar dan taubat, namun nasihat pamanya itu hanya didengar saja

Batara Wajo III tetap pada perbuatan buruknya, ia tetap melakukan perbuatan tak bermoralnya mengambil anak gadis maupun wanita-wanita bersuami untuk melampiaskan nafsunya.

Sementara pamannya sendiri sudah muak dengan kelakukan keponakanya, dan akhirnya Rakyat Wajo kemudian bersekutu dengan Paman Batara Wajo III untuk melakukan kudeta.

Bersama rakyat para Petinggi Kerajaan Wajo mengusir Batara Wajo III, Raja pun kemudian terusir, dan dalam perjalanan pengusiran tersebut Batara Wajo III kemudian dibunuh dengan cara kejam. (Sumber: Wikipedia.org/ buku karya Andi Zainal Abidin. Wajo Abad XV – XVII)
(nic)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2874 seconds (0.1#10.140)