6 Tahun Kumpul Kebo, Wanita Manado Mengadu Dianiaya Kekasihnya Warga Negara Swiss
loading...
A
A
A
"Makanya kami akan melaporkan ke Mabes Polri untuk persoalan ini. Selain itu kami juga sudah melaporkan ke Imigrasi Manado, mengenai adanya pelanggaran undang-undang oleh WNA. Saya sempat berdiskusi dengan pimpinan di Imigrasi Manado, dan mereka menyatakan harus ada keputusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap. Hingga kini tidak ada tindak lanjutnya di Imigrasi Manado," terangnya.
Oleh karena itu, Vebry mengaku akan melaporkan kasus tersebut sampai ke Presiden, Dirjen Imigrasi pusat, dan juga ke Kementrian PPA, karena kasus yang dialami JM termasuk kekerasan terhadap perempuan.
"Apa yang dialami bukan hanya itu. Sampai minggu lalu, JM didatangi oleh oknum polisi yang mengatasnamakan MPW. Sudah dua kali datang, tadinya tidak mengaku sebagai polisi tapi sebagai pengusaha tambang. Tapi ternyata terungkap dia seorang oknum polisi, bahkan sempat bicara dengan saya lewat telepon, dan dia menawari untuk berdamai," terang Vebry.
"Sayarat perdamaian itu, JM ditawari untuk diberikan rumah sebagian dari harta itu, dan mobil. Namun kata saya, rumah dan mobil itu milik JM. Itu bukan perdamaian, karena apa yang dia lakukan dari akhir 2020, JM mengalami tekanan batin karena sering didatangi orang suruhan MPW di rumahnya," jelas Vebry.
Untuk itu kata Vebry, persoalan tersebut tidak bisa dibiarkan begitu saja oleh penegak hukum. Dia mengajak aparat kepolisian untuk dudukkan secara objektif persoalan tersebut, karena pelaku membawa parang bisa kena undang-undang tentang kekerasan, serta undang-undang darurat, tapi anehnya persoalan tersebut tidak berlanjut ke proses hukum.
"Demikian juga bagi imigrasi, dengan adanya laporan ke imigrasi, seharusnya pihak imigrasi juga melihat bahwa ada undang-undang imigrasi yang mengatur bahwa WNA ketika melanggar peraturan perundang-undangan di Indonesia harusnya ditindak. Tapi dipanggil saja untuk dipertemukan dengan pihak kami, tidak pernah dilakukan oleh pihak Imigrasi Manado. Makanya kami akan melaporkan ini sampai ke pemerintah pusat," pungkas Vebry.
Lihat Juga: Tuntut Proses Hukum Kasus Penusukan Santri Krapyak, Ribuan Santri Gelar Aksi di Mapolda DIY
Oleh karena itu, Vebry mengaku akan melaporkan kasus tersebut sampai ke Presiden, Dirjen Imigrasi pusat, dan juga ke Kementrian PPA, karena kasus yang dialami JM termasuk kekerasan terhadap perempuan.
"Apa yang dialami bukan hanya itu. Sampai minggu lalu, JM didatangi oleh oknum polisi yang mengatasnamakan MPW. Sudah dua kali datang, tadinya tidak mengaku sebagai polisi tapi sebagai pengusaha tambang. Tapi ternyata terungkap dia seorang oknum polisi, bahkan sempat bicara dengan saya lewat telepon, dan dia menawari untuk berdamai," terang Vebry.
"Sayarat perdamaian itu, JM ditawari untuk diberikan rumah sebagian dari harta itu, dan mobil. Namun kata saya, rumah dan mobil itu milik JM. Itu bukan perdamaian, karena apa yang dia lakukan dari akhir 2020, JM mengalami tekanan batin karena sering didatangi orang suruhan MPW di rumahnya," jelas Vebry.
Untuk itu kata Vebry, persoalan tersebut tidak bisa dibiarkan begitu saja oleh penegak hukum. Dia mengajak aparat kepolisian untuk dudukkan secara objektif persoalan tersebut, karena pelaku membawa parang bisa kena undang-undang tentang kekerasan, serta undang-undang darurat, tapi anehnya persoalan tersebut tidak berlanjut ke proses hukum.
"Demikian juga bagi imigrasi, dengan adanya laporan ke imigrasi, seharusnya pihak imigrasi juga melihat bahwa ada undang-undang imigrasi yang mengatur bahwa WNA ketika melanggar peraturan perundang-undangan di Indonesia harusnya ditindak. Tapi dipanggil saja untuk dipertemukan dengan pihak kami, tidak pernah dilakukan oleh pihak Imigrasi Manado. Makanya kami akan melaporkan ini sampai ke pemerintah pusat," pungkas Vebry.
Lihat Juga: Tuntut Proses Hukum Kasus Penusukan Santri Krapyak, Ribuan Santri Gelar Aksi di Mapolda DIY
(eyt)