Dahsyatnya Rajah Aji Kalacakra saat Syekh Subakir Menumbal Tanah Jawa

Sabtu, 23 Oktober 2021 - 07:00 WIB
loading...
Dahsyatnya Rajah Aji Kalacakra saat Syekh Subakir Menumbal Tanah Jawa
Cerita tentang Syekh Subakir banyak menyimpan mitologi yang sangat luar biasa di kalangan masyarakat Jawa.Foto/Okezone
A A A
Cerita tentang Syekh Subakir banyak menyimpan mitologi yang sangat luar biasa di kalangan masyarakat Jawa. Syekh Subakir merupakan ulama yang dikirim khalifah dari Kesultanan Turki Utsmaniyah untuk membantu menyebarkan agama Islam di wilayah Nusantara atau tanah Jawa.

Syekh Subakir konon adalah seorang ulama besar dari Persia yang telah menumbal tanah Jawa dari pengaruh negatif makhluk halus saat awal penyebaran ajaran Islam di nusantara sekitar abad 14 Masehi.

Dimana kala itu masyarakat Jawa sangat memegang teguh kepercayaannya. Sehingga para ulama yang dikirim mendapatkan halangan karena meskipun berkembang tetapi ajaran Agama Islam hanya dalam lingkungan yang kecil, tidak bisa berkembang secara luas.

Baca juga: Tepat di Usia 70 Tahun Sukmawati Soekarnoputri Jalani Ritual Pindah Agama dari Islam ke Hindu

Sunyoto dalam "Atlas Wali Songo (Buku Pertama yang Mengungkap Wali Songo sebagai Fakta Sejarah)" menyebut agama Kapitayan telah tumbuh dan berkembang sejak zaman paleolithik sampai dengan zaman perunggu dan besi di tanah Jawa. Agama Kapitayan biasa disebut dengan kepercayaan animisme dan dinamisme yaitu mempercayai adanya benda-benda yang memiliki daya sakti dan kepercayaan terhadap arwah leluhur.

Sehingga Syekh Subakir diutus secara khusus menangani masalah-masalah gaib dan spiritual yang dinilai telah menjadi penghalang diterimanya Islam oleh masyarakat Jawa ketika itu.

Dalam buku Melacak Jejak Syeikh Subakir: Riwayat Penumbalan Tanah Jawa dan Walisanga Generasi Pertama karya M Romadhon disebutkan ada tiga titik sentral yang dijadikan prioritas oleh Syekh Subakir untuk ditumbali, yakni timur, barat, dan tengah. "Untuk kawasan bagian tengah ini, dia memilih kawasan Gunung Tidar yang letaknya tidak jauh dengan pusat peradaban Mataram Kuno," tutur Romadhon.

Menurutnya, ini adalah salah satu strategi Syekh Subakir dalam mensyiarkan agama Islam. Syekh Subakir memilih Gunung Tidar dimaksudkan untuk mengislamkan pusat dari kerajaan Hindu-Budha pada masa Dinasti Sailendra.

Selain itu Gunung Tidar terletak di pinggir selatan kota Magelang yang kebetulan berada tepat di bagian tengah Pulau Jawa tersebut memang berbentuk seperti kepala paku, sehingga Gunung Tidar sampai sekarang dikenal dengan nama “pakuning lemah Jawa”.

Muhammad Dhiyauddin Quswandhi dalam bukunya berjudul "Waliyah Zainab Putri Pewaris Syeikh Sitti Jenar-Sejarah Agama dan Peradaban di Pulau Bawean" Syekh Subakir telah meruqyah tanah Jawa. Langkah ini dilakukan sebagai awal pembuka jalan dakwah, dan menghilangkan anasir-anasir jahat akibat dominasi jin dan siluman yang terkait dengan ritual agama dan kepercayaan yang dianut masyarakat setempat sebelum-nya (Kapitayan-Hindu-Buddha).

Selain itu juga untuk membuka hati masyarakat Jawa agar terbuka hatinya terhadap Islam yang akan segera datang di bawah panji Walisongo.

Muhammad Dhiyauddin Quswandhi menyebut, hal ini dilakukan setelah sebelumnya Syekh Subakir juga singgah dan berhasil meruqyah pulau Bawean.

Sementara berdasarkan Babad Tanah Jawa, Syekh Subakir yang menguasai ilmu gaib dan dapat menerawang makhluk halus mengetahui penyebab utama kegagalan para ulama pendahulu dalam menyebarkan ajaran Islam karena dihalangi para jin dan dedemit penunggu tanah Jawa.

Untuk mengatasi hal tersebut, konon Syekh Subakir membawa batu hitam dari Arab yang telah dirajah dengan nama Rajah Aji Kalacakra.

Rajah Aji Kalacakra tersebut dipasang di tengah-tengah tanah Jawa yaitu di Puncak Gunung Tidar, Magelang. Karena, Gunung Tidar dipercayai sebagai titik sentral atau pakunya tanah Jawa.

Efek dari kekuatan gaib suci yang dimunculkan oleh batu hitam tersebut menimbulkan gejolak.

Alam yang tadinya cerah dan sejuk, matahari bersinar terang, damai dengan kicau burung. Tiba-tiba berubah drastis selama tiga hari tiga malam.

Cuaca mendung, angin bergerak cepat, kilat menyambar menimbulkan hujan api. gunung-gunung bergemuruh tiada henti.

Lelembut, setan, siluman lari menyelamatkan diri. Jin, peri, banaspati, kuntilanak, jailangkung, semua hanyut dalam air karena tak kuat menahan panasnya pancaran batu hitam tersebut. Makhluk halus yang masih hidup pun mengungsi ke laut Selatan.

Cerita ini sudah sangat melekat di tengah-tengah kepercayaan masyarakat Jawa, khususnya kawasan Mataraman daerah Blitar maupun Tulungagung.

Selain itu sebagian makhluk gaib yang lain ada yang mati akibat hawa panas dari tumbal yang dipasang Syekh Subakir tersebut.

Melihat hal itu, konon Sabda Palon, raja bangsa jin yang telah 9.000 tahun bersemayam di Puncak Gunung Tidar terusik dan keluar mencari penyebab timbulnya hawa panas bagi bangsa jin dan lelembut.

Sabda Palon lalu berhadapan dengan Syekh Subakir. Sabda Palon lalu menanyakan maksud pemasangan batu hitam tersebut.

Sang ulama menyatakan, maksud dia, menancapkan batu hitam itu untuk mengusir bangsa jin dan lelembut yang mengganggu upaya penyebaran ajaran Islam di tanah Jawa oleh para ulama utusan khalifah Turki Utsmaniyah.

Setelah terjadi perdebatan mereka segera mengadu kesaktian. Konon pertempuran antara keduanya terjadi selama 40 hari 40 malam, hingga Sabda Palon yang juga dikenal sebagai Ki Semar Badranaya sang Danyang tanah Jawa ini merasa kewalahan dan menawarkan perundingan.

Sabda Palon mensyaratkan beberapa point dalam upaya penyebaran Islam di tanah Jawa.

Isi kesepakatan antara lain, Sabda Palon memberi kesempatan kepada Syekh Subakir beserta para ulama untuk menyebarkan Islam di Tanah Jawa, tetapi tidak boleh dengan cara memaksa.

Kemudian Sabda Palon juga memberi kesempatan kepada orang Islam untuk berkuasa di tanah Jawa—Raja-raja Islam—namun dengan catatan.

Para Raja Islam itu silahkan berkuasa, namun jangan sampai meninggalkan adat istiadat dan budaya yang ada. Silahkan kembangkan ajaran Islam sesuai dengan kitab yang diakuinya, tetapi biarlah adat dan budaya berkembang sedemikian rupa. Syarat-syarat itu pun akhirnya disetujui Syekh Subakir.

Selain di Puncak Gunung Tidar, Syekh Subakir juga membersihkan beberapa tempat angker di tanah Jawa yang dikuasai para raja jin dan makhluk halus lainnya.

Karena keberhasilannya menumbal tanah Jawa lalu penyebaran Islam oleh Wali Songo periode pertama menjadi menjadi lancar.

Nama Syekh Subakir lalu menjadi sangat terkenal dan dikagumi di kalangan para pendekar, penganut ilmu gaib dan kanuragan, bangsawan serta masyarakat di tanah Jawa ketika itu. Sehingga mereka terkesan mendewakan sang ulama asal Persia tersebut.

Akhirnya, untuk melepaskan kefanatikan masyarakat terhadap Syekh Subakir dan untuk menjaga aqidah umat Islam. Maka pada tahun 1462 Masehi, Syekh Subakir pulang ke Persia, Iran.

Ini dimaksudkan agar kefanatikan tersebut runtuh, dan masyarakat kembali kepada tauhid yang benar.

Selain itu tugas utama Syekh Subakir untuk membersihkan tanah Jawa dari pengaruh negatif makhluk halus telah selesai.

Selanjutnya setelah Syekh Subakir wafat posisinya digantikan oleh Wali Songo lainnya yaitu Sunan Kalijaga
(msd)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.5169 seconds (0.1#10.140)