Soal Produk Bebas BPA, Komnas PA Desak Badan POM Buat Aturan
loading...
A
A
A
BOGOR - Komisi Nasional Perlindungan Anak ( Komnas PA ) mendesak Kementerian Kesehatan (Kemenkes) selaku regulator agar segera membuat aturan yang tegas untuk pelabelan produk bebas Bisphenol A (BPA). Ini perlu segera dilakukan mengingat masifnya penggunaan bahan kimia BPA dalam pembuatan plastik.
Ketua Komnas Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait mengatakan, pihaknya sangat konsen terhadap perlindungan anak-anak dari bahaya penggunaan bahan kimia BPA bagi kesehatan anak-anak.
“Kami minta agar Badan POM dan Kementerian Kesehatan membuat aturan yang jelas, terkait informasi BPA ini dalam sebuah produk,” Sirait dalam diskusi bertema 'Urgensi Label BPA bagi Kesehatan' yang diselenggarakan secara daring, Selasa (5/10/2021).
Sirait mengatakan, pihaknya khawatir dan ragu produk plastik yang beredar di pasar menyertakan free BPA. Entahkah itu sudah melalui uji klinis di Badan POM. "Pemasangan label free BPA harus dilakukan regulator," pungkasnya.
Sirait meminta agar negara tidak kalah oleh industri. Karena ancaman bahanya BPA bukan saja bagi anak-anak, namun juga bagi masa depan bangsa. Di luar negeri BPA sudah dinyatakan sebagai bahan berbahaya yang dilarang penggunaanya.
“Hasil eksekusi kami terhadap berbagai penelitian di lapangan, regulator diperlukan kehadirannya dalam mengontrol produk plastik berbahan kimia berbahaya,” ujarnya.
Koordinator Nol Sampah Indonesia, Wawan Some mengatakan bahwa penggunaan bahan kima BPA bisa berdampak serius terhadap kesehatan. Dalam kondisi panas, jelas Wawan, struktur kimia yang ada dalam plastik tersebut akan lepas dan bercampur dengan makanan atau minuman yang menjadi isi dari kemasan plastik.
"Jika dikonsumsi sangat berbahaya. Bahan makanan yang berlemak juga semakin meningkatkan resiko terjadinya paparan BPA,” ujar Wawan.
Wawan menyoroti regulator yang tidak jelas dalam mengatur jenis-jenis plastik yang digunakan oleh masyarakat. Misalnya terkait makna angka-angka yang ada di dalam produk plastik dalam bentuk botol yang sekali pakai.
“Ada berbagai macam jenis plastik dari mulai angka 1 sampai 7, angka 1 misalnya seperi air kemasan, soft drink dan sebagainya, itu adalah produk sekali pakai. Ketika dipakai lebih dari satu kali, maka zat kimia didalamnya ikut larut dalam air,” tuturnya.
Menurut Wawam, banyak masyarakat yang tidak paham terkait makna angka itu. Karena bentuk botolnya bagus, masyarakat ingin memakainya lebih dari satu kali. Karena itu, pihaknya meminta agar edukasi terkait bahan kimia berbahaya juga dibarengi dengan melakukan kontrol pada proses produksinya. "Sehingga bisa meminimalisir penggunaan bahan pastik berbahaya tersebut," pungkasnya.
Lihat Juga: 19 SDM Kesehatan Jatim Raih Penghargaan Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan Teladan dari Kemenkes
Ketua Komnas Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait mengatakan, pihaknya sangat konsen terhadap perlindungan anak-anak dari bahaya penggunaan bahan kimia BPA bagi kesehatan anak-anak.
“Kami minta agar Badan POM dan Kementerian Kesehatan membuat aturan yang jelas, terkait informasi BPA ini dalam sebuah produk,” Sirait dalam diskusi bertema 'Urgensi Label BPA bagi Kesehatan' yang diselenggarakan secara daring, Selasa (5/10/2021).
Sirait mengatakan, pihaknya khawatir dan ragu produk plastik yang beredar di pasar menyertakan free BPA. Entahkah itu sudah melalui uji klinis di Badan POM. "Pemasangan label free BPA harus dilakukan regulator," pungkasnya.
Sirait meminta agar negara tidak kalah oleh industri. Karena ancaman bahanya BPA bukan saja bagi anak-anak, namun juga bagi masa depan bangsa. Di luar negeri BPA sudah dinyatakan sebagai bahan berbahaya yang dilarang penggunaanya.
“Hasil eksekusi kami terhadap berbagai penelitian di lapangan, regulator diperlukan kehadirannya dalam mengontrol produk plastik berbahan kimia berbahaya,” ujarnya.
Koordinator Nol Sampah Indonesia, Wawan Some mengatakan bahwa penggunaan bahan kima BPA bisa berdampak serius terhadap kesehatan. Dalam kondisi panas, jelas Wawan, struktur kimia yang ada dalam plastik tersebut akan lepas dan bercampur dengan makanan atau minuman yang menjadi isi dari kemasan plastik.
"Jika dikonsumsi sangat berbahaya. Bahan makanan yang berlemak juga semakin meningkatkan resiko terjadinya paparan BPA,” ujar Wawan.
Wawan menyoroti regulator yang tidak jelas dalam mengatur jenis-jenis plastik yang digunakan oleh masyarakat. Misalnya terkait makna angka-angka yang ada di dalam produk plastik dalam bentuk botol yang sekali pakai.
“Ada berbagai macam jenis plastik dari mulai angka 1 sampai 7, angka 1 misalnya seperi air kemasan, soft drink dan sebagainya, itu adalah produk sekali pakai. Ketika dipakai lebih dari satu kali, maka zat kimia didalamnya ikut larut dalam air,” tuturnya.
Menurut Wawam, banyak masyarakat yang tidak paham terkait makna angka itu. Karena bentuk botolnya bagus, masyarakat ingin memakainya lebih dari satu kali. Karena itu, pihaknya meminta agar edukasi terkait bahan kimia berbahaya juga dibarengi dengan melakukan kontrol pada proses produksinya. "Sehingga bisa meminimalisir penggunaan bahan pastik berbahaya tersebut," pungkasnya.
Lihat Juga: 19 SDM Kesehatan Jatim Raih Penghargaan Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan Teladan dari Kemenkes
(don)