Habib Luthfi Tegaskan Indonesia Raya Bukan Sekedar Lagu Tapi Ikrar

Selasa, 28 September 2021 - 04:25 WIB
loading...
Habib Luthfi Tegaskan...
Anggota Watimpres RI, Habib Muhammad Luthfi bin Yahya menyoroti fenomena mengenai melunturnya Kepancasilaan masyarakat. Foto/Ist
A A A
BANTEN - Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Watimpres) RI, Habib Muhammad Luthfi bin Yahya menyoroti fenomena melunturnya Kepancasilaan masyarakat. Kondisi ini akibat derasnya aliran masuk ideologi dan gerakan yang bertentangan dengan inti nilai Pancasila.

Salah satunya dalam pelantunan lagu kebangsaan Indonesia Raya yang secara langsung masyarakat telah berikrar bahwa Indonesia menjadi tanah air dan tumpah darah. Sehingga Indonesia adalah tanah air milik semua suku dan golongan.



"Kita telah berikrar Indonesia tanah airku, buktikan ikrar itu kemanapun kalian (anak bangsa) melangkah, itu bukan hanya sekedar lagu tapi harus tertanam pada diri kita," ujar Habib Luthfi pada kesempatannya di acara Dialog Kebangsaan Kebhinekaan Penyelamat Bangsa bersama Pimpinan Majelis Tinggi Lintas Agama dan jajaran Forkopimda Provinsi Banten dan Kota Tangerang, di Pendopo Trisna Wijaya, Tangerang, Banten, Minggu malam (26/9/2021).

Menurutnya jika ikrar kebangsaan tersebut tertanam pada diri anak cucu generasi bangsa, maka penyakit radikalisme dan intoleransi yang melenceng dari nilai pokok Pancasila ini tentunya tidak akan menjangkiti kerukunan negeri ini.

Tidak hanya itu, Habib Luthfi juga menjelaskan bahwa lambang negara Garuda Pancasila, bendera sang saka Merah Putih juga memiliki makna lain yang harus diketahui oleh para generasi penerus bangsa.



"Bendera merah putih tidak hanya sekedar simbol makna warna merah dan putih, namun lebih dari itu mengandung makna kehormatan, harga diri, dan jati diri bangsa," ucapnya.

Oleh karena itu, menghormati bendera Merah Putih memiliki makna yang mendalam sebagai hormat kepada bangsa ini. Menghormati segala sesuatu dan seluruhnya yang ada pada bangsa ini dengan tidak memandang perbedaan agama, suku dan ras.

"Sejatinya juga, nasionalisme tanpa sejarah tentunya akan rapuh. Orang yang kuat dalam nasionalisme adalah orang yang mengenal sejarah dan tidak melupakan sejarah. Itu sudah sangat pokok," ungkap Habib Luthfi.

Ia menambahkan, dengan tahu dan mengenal sejarah maka masyarakat akan paham bagaimana para pendahulu bangsa ini berjuang dan bagaimana mereka mencintai bangsanya. Generasi penerus bangsa haruslah tahu sejarah perjuangan hingga tegaknya Merah Putih di Nusantara agar tidak pula mudah terjerumus pada radikalisme.

"Bagaimana mengatasinya ? Ya dengan cara kita-kita ini (ulama dan tokoh masyarakat) turun ke bawah menyentuh masyarakat," ujarnya.

Habib Luthfi menganggap kurangnya sentuhan pada masyarakat lapisan bawah terhadap wawasan kebangsaaan, membuat mereka jadi kurang mengenal apa itu radikalisme, apa itu pluralisme, bagaimana hidup dalam kebhinnekaan dan sebagainya.

Ia menganggap, upaya mempertahankan Pancasila sebagai ideologi negara melalui sosialisasi dan menanankan nilai-nilai bukanlah hal mudah. Namun perlu adanya kerjasama berbagai lapisan dan haruslah menyentuh masuk kepada masyarakat langsung seperti melibatkan RT/RW setempat, Bupati/Wali Kota, Camat, Lurah, Kepala Desa maupun tokoh-tokoh di lingkungan setempat.

"Tetapi tetap saja sebelum kita ini memberikan ilmu wawasan kebangsaan dan sebagainya, kita perlu datang dengan baik, menyentuh dahulu, membuat mereka mengenal kita dahulu, lalu masukkan nilai-nilai apa yang ingin kita ajarkan," tuturnya.

Habib Luthfi pun juga berharap bahwasanya acara silaturahmi yang diinisiasi oleh BNPT kepada para ulama, tokoh, dan lapisan masyarakat perlu kesinambungan dan tidak boleh hanya berhenti. Sebagaimana dewasa ini gerakan dan ideologi radikal terus menerus merongrong negeri, maka mengajarkan dan menguatkan nilai-nilai Pancasila merupakan upaya paling ampuh melawan ideologi yang mengancam negeri.

"Jadi tidak hanya bertempat di sini saja, mungkin bisa sampai ke Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung dan sebagainya. Tidak boleh berhenti di sini saja," tegasnya.

Hadir dalam pertemuan tersebut yakni para tokoh agama perwakilan dari Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI), Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti), Al-Ittihadiyah, Persekutan Gereja-Gereja Indonesia (PGI), Perwakilan Umat Budha Indonesia (Walubi), serta Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia (Matakin).
(shf)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.5159 seconds (0.1#10.140)