Program Pupuk Bersubsidi Kementan Tekan Biaya Produksi Petani Porang
loading...
A
A
A
SURABAYA - Tanaman umbi porang kini menjadi komoditas andalan Jawa Timur (Jatim). Data Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Jatim menunjukkan, pada 2018 volume ekspor porang mencapai 5.516.382 kilogram (kg) atau setara Rp270 miliar.
Tahun 2019 volumenya naik menjadi 6.064.947 kg atau setara Rp297 miliar. Angka terus pada tahun 2020 melonjak tajam menjadi 10.319.458 kg atau setara Rp499 miliar. Negara tujuan ekspor adalah ke China, Belgia, Thailand, Myanmar, Jepang, Vietnam, India, Taiwan, Singapura, Bulgaria, Korea Selatan, Perancis dan Amerika Serikat.
Baca juga: Kaya Nutrisi, Ini Manfaat Buah Jamblang yang Kian Langka
Guna mendongkrak industri porang, Kementerian Pertanian (Kementan) menggelar program pupuk porang bersubsidi.
Menurut Yuliarta Darma Suganda, petani porang asal Plandaan, Kabupaten Jombang, mengaku, program pupuk bersubsidi yang dijalankan Kemeterian Pertanian (Kementan) sangat membantu petani porang di daerahnya.
Program tersebut dirasanya dapat membantu meningkatkan kualitas porang yang dihasilkan sekaligus meringankan biaya produksi.
"Pupuk bersubsidi sangat membantu, soalnya memang porang sendiri butuh nutrisi yang banyak untuk membesarkan umbinya. Kalau kita pakai yang non subsidi ya pasti biaya lebih besar juga kan. Ada bantuan dari pemerintah itu sendiri sangat membantu," kata Suganda, Rabu (22/9/2021).
Baca juga: Hari Ini, Jalur Pendakian ke Puncak Gunung Penanggungan Dibuka
Dia mengatakan, sebelum tersentuh program pupuk bersubsidi, para petani porang di daerahnya harus mengeluarkan biaya lebih besar. Padahal, kata dia, untuk pertama kali menanam porang, membutuhkan waktu sekitar dua tahun bisa dipanen. "Jadi kalau pakai yang non subsidi itu habisnya pasti banyak, otomatis biaya untuk penanaman semakin banyak, Jadi memang kalahnya petani-petani porang itu di situ. Karena masa tanamannya lama," ujarnya.
Tahun ini, imbuhnya, merupakan tahun keempat dirinya menanam porang. Dari empat tahun tersebut, Suganda baru sekali memanen porang dengan umbi basah yang dihasilkan sekitar tiga ton.
"Untuk harga dari Porang itu masih naik turun kisaran untuk per kilonya masih sekitar Rp7.000-Rp8.000, tergantung kita masukkan di pabrik mananya," kata dia.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo meminta kepada Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo agar terus mengembangkan industri porang dari hulu hingga hilir di Indonesia. Permintaan itu pun langsung direspons Syahrul dan jajarannya yang berkomitmen terus mengembangkan industri porang tanah air.
“Ada dua pilihan Bapak Presiden untuk didorong maksimal, antara lain komoditi porang dan yang kedua sarang burung walet. Hari ini, tentu saja seperti harapan Bapak Presiden, budi daya porang kita kembangkan,” ujar Syahrul.
Sementara itu, Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa menerbitkan Peraturan Gubernur tentang Pengawasan Peredaran Benih Porang di wilayah setempat. Pergub yang dikeluarkan berisi larangan ekspor bibit porang. Dengan adanya peraturan tersebut, yang boleh diekspor hanya hasil panen atau olahan porang.
"Pelarangan ekspor bibit porang tersebut sebagai perlindungan agar tidak ada pihak yang mengeksploitasi bibit porang dan agar tanaman porang bisa dimaksimalkan penanamannya di dalam negeri," kata Khofifah
Tahun 2019 volumenya naik menjadi 6.064.947 kg atau setara Rp297 miliar. Angka terus pada tahun 2020 melonjak tajam menjadi 10.319.458 kg atau setara Rp499 miliar. Negara tujuan ekspor adalah ke China, Belgia, Thailand, Myanmar, Jepang, Vietnam, India, Taiwan, Singapura, Bulgaria, Korea Selatan, Perancis dan Amerika Serikat.
Baca juga: Kaya Nutrisi, Ini Manfaat Buah Jamblang yang Kian Langka
Guna mendongkrak industri porang, Kementerian Pertanian (Kementan) menggelar program pupuk porang bersubsidi.
Menurut Yuliarta Darma Suganda, petani porang asal Plandaan, Kabupaten Jombang, mengaku, program pupuk bersubsidi yang dijalankan Kemeterian Pertanian (Kementan) sangat membantu petani porang di daerahnya.
Program tersebut dirasanya dapat membantu meningkatkan kualitas porang yang dihasilkan sekaligus meringankan biaya produksi.
"Pupuk bersubsidi sangat membantu, soalnya memang porang sendiri butuh nutrisi yang banyak untuk membesarkan umbinya. Kalau kita pakai yang non subsidi ya pasti biaya lebih besar juga kan. Ada bantuan dari pemerintah itu sendiri sangat membantu," kata Suganda, Rabu (22/9/2021).
Baca juga: Hari Ini, Jalur Pendakian ke Puncak Gunung Penanggungan Dibuka
Dia mengatakan, sebelum tersentuh program pupuk bersubsidi, para petani porang di daerahnya harus mengeluarkan biaya lebih besar. Padahal, kata dia, untuk pertama kali menanam porang, membutuhkan waktu sekitar dua tahun bisa dipanen. "Jadi kalau pakai yang non subsidi itu habisnya pasti banyak, otomatis biaya untuk penanaman semakin banyak, Jadi memang kalahnya petani-petani porang itu di situ. Karena masa tanamannya lama," ujarnya.
Tahun ini, imbuhnya, merupakan tahun keempat dirinya menanam porang. Dari empat tahun tersebut, Suganda baru sekali memanen porang dengan umbi basah yang dihasilkan sekitar tiga ton.
"Untuk harga dari Porang itu masih naik turun kisaran untuk per kilonya masih sekitar Rp7.000-Rp8.000, tergantung kita masukkan di pabrik mananya," kata dia.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo meminta kepada Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo agar terus mengembangkan industri porang dari hulu hingga hilir di Indonesia. Permintaan itu pun langsung direspons Syahrul dan jajarannya yang berkomitmen terus mengembangkan industri porang tanah air.
“Ada dua pilihan Bapak Presiden untuk didorong maksimal, antara lain komoditi porang dan yang kedua sarang burung walet. Hari ini, tentu saja seperti harapan Bapak Presiden, budi daya porang kita kembangkan,” ujar Syahrul.
Sementara itu, Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa menerbitkan Peraturan Gubernur tentang Pengawasan Peredaran Benih Porang di wilayah setempat. Pergub yang dikeluarkan berisi larangan ekspor bibit porang. Dengan adanya peraturan tersebut, yang boleh diekspor hanya hasil panen atau olahan porang.
"Pelarangan ekspor bibit porang tersebut sebagai perlindungan agar tidak ada pihak yang mengeksploitasi bibit porang dan agar tanaman porang bisa dimaksimalkan penanamannya di dalam negeri," kata Khofifah
(msd)