Warga Aceh kenang korban tsunami

Senin, 26 Desember 2011 - 12:17 WIB
Warga Aceh kenang korban tsunami
Warga Aceh kenang korban tsunami
A A A
Sindonews.com - Keluarga korban bencana tsunami Aceh 26 Desember 2004 silam menangis ketika berdoa dan berdzikir dikuburan massal korban tsunami. Doa dan dzikir tersebut dilakukan dalam mengena tujuh tahun bencana tsunami Ulee Lhue, Banda Aceh.

Tak hanya umat Islam di Aceh yang larut dalam mengenai korban tsunami. Umat Kristen dan Budha juga larut dalam suasana duka mengenai keluarganya yang menjadi korban. Kegiatan mengenang korban juga digelar di Rumah Perahu di Lampulo Banda Aceh dan sejumlah tempat ibadah.

Selain warga, pemerintah daerah Aceh juga ikut mengenang bencana tsunami. Acara doa bersama ini dipusatkan di Lapangan Golf Lhok Nga, Aceh Besar sebagai daerah yang tak luput dari terjangan tsunami. Dalam acara itu, juga hadir 40 delegasi tamu dari Jepang. Mereka berkumpul untuk memanjat doa yang akan dipimpin Ustad Arifin Ilham.

Salah satu keluarga korban tsunami, Haswani, asal Lampaseh, Banda Aceh, mengatakan sengaja datang ke Lapangan Golf Lhok Nga untuk mendoakan para korban. Wanita ini kehilangan suaminya dan beberapa saudara ketika diterpa tsunami. "Saya hingga sekarang masih teringat dengan suami saya, namanya Teuku Irwan," ujar Hasnawi, di sela-sela acara mengenang korban tsunami, Aceh, Senin (26/12/2011).

Dia menceritakan, kisah tujuh tahun yang dialaminya. Saat itu dirinya selamat bersama dua anaknya. "Satu anak saya saat itu baru berumur 50 hari, kami selamat setelah naik ke rumah Pak Amin. Kepala BPD Aceh saat itu," sambungnya.

Sementara itu, suasana haru menyelimuti keluarga Meri Yulanda (15). Pasalnya seorang bocah asal Desa Ujong Baroh, Kecamatan Johan Pahlawan, Meulaboh, Aceh Barat, Nangroe Aceh Darussalam sempat hilang ketika berusia 8 tahun akibat terpaan gelombang tsunami.

Tanpa diduga, pada tanggal 21 Desember kemarin, bocah ini tiba-tiba kembali kepangkuan orangtuanya. Meski lama menghilang, pihak orang tua Meri mengenalinya dari tanda-tanda fisik tahi lalat dan luka kecil di sikunya.

Paska kejadian itu, dia dirawat oleh ibu angkat. Selama dirawat oleh orangtua angkatnya itu, dia pekerjakan sebagai seorang pengemis dan diberi nama Hera Wati.

Perlakuan kasar dari sang orangtua angkat, menyebabkan dia melarikan diri bermaksud mencari kedua orangtuanya yang berada di Meulaboh, Aceh Barat. Proses pelarian itu, Meri ditemukan penduduk Desa Ujong Baroh, yang sedang duduk di sebuah warung.

Saat ditanya, Meri mengaku baru tiba dari Banda Aceh dan berniat pulang ke kampungnya, namun Meri tidak mengetahui bagaimana caranya. Dia hanya ingat nama kakeknya, Ibrahim. Setelah dibantu warga, Meri akhirnya diantar ke tempat sang kakek kemudian dipertemukan kepada orangtuanya.

Mengenai peristiwa ini, Kepolisian tengah melacak keberadaan ibu angkatnya yang telah menyiksa dan memaksa Meri menjadi pengemis selama tujuh tahun terakhir.

Seperti diketahui dalam bencana Tsunami di Aceh telah menewaskan sekira 230 ribu orang, dan 168 ribu orang lainnya dinyatakan hilang.
()
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 4.2064 seconds (0.1#10.140)