Makam Ulama Kharismatik Dihantam Abrasi, Pemkab Kotawaringin Timur Tunggu Putusan Zuriat
loading...
A
A
A
SAMPIT - Pemkab Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah siap membantu penanganan kubah atau makam Syekh Abu Hamid bin Syekh Haji Muhammad As`ad Al Banjari ulama asal Kalimantan Selatan di Pantai Ujung Pandaran. Dimana keberadaannya terancam akibat abrasi yang terus menggerus pantai tersebut, namun penanganan masih menunggu keputusan zuriat ulama tersebut.
"Semua itu keputusan ada yayasan zuriat. Mereka yang memutuskan dipindah atau tidak. Ini makam ulama. Kita tidak tahu di makam itu sekarang ada jasadnya atau tidak. Kalau mereka meminta merelokasi maka kita akan bantu," kata Bupati Kotawaringin Timur, Halikinnor didampingi Wakil Bupati Irawati di Sampit, Rabu (18/8/2021).
Lokasi makam berada di Pantai Ujung Pandaran yang berjarak sekitar 85 kilometer dari pusat kota Sampit yang merupakan objek wisata alam andalan Kotawaringin Timur karena pemandangannya yang indah. Di arah timur pantai itulah kubah yang merupakan makam seorang ulama bernama Syekh Abu Hamid bin Syekh Haji Muhammad As`ad Al Banjari berdiri.
Syekh Abu Hamid adalah buyut dari ulama terkenal di Kalimantan Selatan yakni Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari atau lebih dikenal dengan sebutan Datu Kalampayan, dikenal luas dengan kitab karangannya berjudul Sabilal Muhtadin yang hingga kini banyak digunakan di sejumlah negara.
Kubah itu menjadi objek wisata religi dan banyak didatangi peziarah dari luar daerah. Namun kini keberadaannya terancam akibat abrasi yang terus menggerus pantai tersebut.
Jalan menuju kubah sudah terputus oleh abrasi sehingga peziarah harus menggunakan perahu motor. Bahkan mushalla yang berjarak beberapa meter dari kubah tersebut, kini sudah ambruk akibat pondasinya ambles digerus abrasi yang dipicu kuatnya gelombang dari Laut Jawa menghantam pantai tersebut.
Pada Sabtu (10/7) lalu puluhan pegawai dikerahkan bergotong royong melakukan penanganan darurat dengan membuat tanggul dari ratusan karung berisi pasir. Bupati Halikinnor bahkan ikut turun bercebur membuat tanggul darurat tersebut.
Sayangnya upaya itu tidak mampu menahan laju abrasi. Kini setelah sebulan lebih berlalu, abrasi mulai menggerus pondasi bangunan kubah tersebut. Sebagian lantai bahkan terlihat ambles sehingga lantai menjadi berlubang.
Video kerusakan kubah tersebut pun beredar di media sosial sehingga menimbulkan keprihatinan masyarakat. Jika tidak segera ditangani, dikhawatirkan kondisi kubah tersebut akan rusak parah.
Sementara itu Minggu (17/7) lalu rombongan zuriat Datuk Kalampayan Ketua Zuriatul Arsyadiyah Martapura, Hamdani Hamzah sudah bertemu dengan Bupati Halikinnor dan Penjabat Sekretaris Daerah yang juga Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Fajrurrahman di Sampit membahas masalah tersebut.
Halikinnor menegaskan, pihaknya sudah menyampaikan kondisi terakhir kerusakan kubah kepada pihak yayasan zuriat Datu Kalampayan. Dia juga berharap segera ada keputusan dari pihak keluarga sehingga bisa dilakukan penanganan secepatnya.
"Pemerintah daerah prinsipnya mendukung apa keputusan pihak zuriat atau keluarga karena bukan kita pemerintah daerah yang memutuskan. Pemerintah daerah hanya membantu dan memfasilitasi dengan membangun maupun merelokasi," tandas Halikinnor.
"Semua itu keputusan ada yayasan zuriat. Mereka yang memutuskan dipindah atau tidak. Ini makam ulama. Kita tidak tahu di makam itu sekarang ada jasadnya atau tidak. Kalau mereka meminta merelokasi maka kita akan bantu," kata Bupati Kotawaringin Timur, Halikinnor didampingi Wakil Bupati Irawati di Sampit, Rabu (18/8/2021).
Lokasi makam berada di Pantai Ujung Pandaran yang berjarak sekitar 85 kilometer dari pusat kota Sampit yang merupakan objek wisata alam andalan Kotawaringin Timur karena pemandangannya yang indah. Di arah timur pantai itulah kubah yang merupakan makam seorang ulama bernama Syekh Abu Hamid bin Syekh Haji Muhammad As`ad Al Banjari berdiri.
Syekh Abu Hamid adalah buyut dari ulama terkenal di Kalimantan Selatan yakni Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari atau lebih dikenal dengan sebutan Datu Kalampayan, dikenal luas dengan kitab karangannya berjudul Sabilal Muhtadin yang hingga kini banyak digunakan di sejumlah negara.
Kubah itu menjadi objek wisata religi dan banyak didatangi peziarah dari luar daerah. Namun kini keberadaannya terancam akibat abrasi yang terus menggerus pantai tersebut.
Jalan menuju kubah sudah terputus oleh abrasi sehingga peziarah harus menggunakan perahu motor. Bahkan mushalla yang berjarak beberapa meter dari kubah tersebut, kini sudah ambruk akibat pondasinya ambles digerus abrasi yang dipicu kuatnya gelombang dari Laut Jawa menghantam pantai tersebut.
Pada Sabtu (10/7) lalu puluhan pegawai dikerahkan bergotong royong melakukan penanganan darurat dengan membuat tanggul dari ratusan karung berisi pasir. Bupati Halikinnor bahkan ikut turun bercebur membuat tanggul darurat tersebut.
Sayangnya upaya itu tidak mampu menahan laju abrasi. Kini setelah sebulan lebih berlalu, abrasi mulai menggerus pondasi bangunan kubah tersebut. Sebagian lantai bahkan terlihat ambles sehingga lantai menjadi berlubang.
Video kerusakan kubah tersebut pun beredar di media sosial sehingga menimbulkan keprihatinan masyarakat. Jika tidak segera ditangani, dikhawatirkan kondisi kubah tersebut akan rusak parah.
Sementara itu Minggu (17/7) lalu rombongan zuriat Datuk Kalampayan Ketua Zuriatul Arsyadiyah Martapura, Hamdani Hamzah sudah bertemu dengan Bupati Halikinnor dan Penjabat Sekretaris Daerah yang juga Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Fajrurrahman di Sampit membahas masalah tersebut.
Halikinnor menegaskan, pihaknya sudah menyampaikan kondisi terakhir kerusakan kubah kepada pihak yayasan zuriat Datu Kalampayan. Dia juga berharap segera ada keputusan dari pihak keluarga sehingga bisa dilakukan penanganan secepatnya.
"Pemerintah daerah prinsipnya mendukung apa keputusan pihak zuriat atau keluarga karena bukan kita pemerintah daerah yang memutuskan. Pemerintah daerah hanya membantu dan memfasilitasi dengan membangun maupun merelokasi," tandas Halikinnor.
(sms)