76 Tahun Indonesia Merdeka, 3 Perempuan di Rembang Hidup Memprihatinkan di Tengah Hutan
loading...
A
A
A
REMBANG - Di tengah lebatnya hutan jati, Rumpi bersama putrinya yang baru kelas 1 SMP, Suntari, dan ibunya yang sudah berusia lanjut, Sarikem, tinggal dalam rumah serba sederhana . Sejak duaminya meninggal dunia, Rumpi harus berjuang sendirian untuk menyambung hidup sehari-hari.
Ketiga perempuan itu, merupakan warga Dusun Ngotoko, Desa Pasedan, Kecamatan Bulu, Kabupaten Rembang. Dusun ini, menyandang status dusun paling terpencil di Kabupaten Rembang. Lokasinya berada di tengah hutan, perbatasan antara Kabupaten Rembang, dengan Kabupaten Blora.
Di Ngotoko terdapat sekitar 60 keluarga. Untuk menuju ke kampung tersebut, sebagian besar harus melewati jalan terjal berbatu . Sebagian lainnya sudah dibeton, hasil bantuan program Tentara Manunggal Membangun Desa (TMMD). Kanan kiri jalan, diapit hutan lebat, wilayah Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Mantingan.
Sampai di kawasan Banyubang-Ngotoko, rumah sederhana yang ditempati Rumpi, sangat menarik perhatian. Rumah berdinding bambu itu, posisinya terpisah dari permukiman penduduk. Rumah ini menyendiri di dataran rendah, berhimpitan dengan lebatnya pohon jati.
Rumah berlantaikan tanah ini ditempati Rumpi, bersama anak dan ibunya. Wanita berusia 43 tahun tersebut berprofesi sebagai pencari kayu bakar atau rencek di dalam hutan. Setelah kayu terkumpul banyak, kemudian diambil oleh pengepul. Satu truk kayu bakar dihargai Rp600 ribu.
Ia mengaku melakoni pekerjaan berat itu, karena tidak ada pekerjaan lain. "Ya buat belanja kebutuhan hidup uangnya. Hari ini tidak ada pekerjaan, selain cari kayu bakar dan merumput untuk pakan ternak," ungkapnya, Selasa (17/8/2021).
Sang anak, Suntari memilih melanjutkan bersekolah di SMPN I Bulu, nantinya sambil mengenyam ilmu agama di Pondok Pesantren Kemadu, Sulang. Maklum, jarak rumah dengan sekolah sangat jauh , sehingga kurang memungkinkan jika harus ditempuh setiap hari.
Kebetulan pembelajaran tatap muka belum berjalan efektif, sehingga Suntari masih berada di rumah, sambil membantu pekerjaan ibunya. Mulai bersih-bersih pekarangan, memasak, menemani neneknya hingga merawat ternak. "Biar beban ibu, agak ringan," tuturnya lirih.
Suntari sudah terbiasa berteman sepi dan kesunyian, terutama pada malam hari. Ia bersyukur aliran listrik PLN sudah masuk ke Dusun Ngotoko, sehingga agak leluasa mendengarkan radio, sekedar sebagai sarana hiburan di rumahnya.
Kelak, Suntari ingin bisa sekolah tinggi dan membahagiakan ibundanya . Bagi Suntari, sang ibu adalah pahlawan. "Cita-cita saya ingin jadi dokter. Apapun nantinya, saya cuma ingin membahagiakan ibu dan nenek saya," imbuhnya.
Ketiga perempuan itu, merupakan warga Dusun Ngotoko, Desa Pasedan, Kecamatan Bulu, Kabupaten Rembang. Dusun ini, menyandang status dusun paling terpencil di Kabupaten Rembang. Lokasinya berada di tengah hutan, perbatasan antara Kabupaten Rembang, dengan Kabupaten Blora.
Di Ngotoko terdapat sekitar 60 keluarga. Untuk menuju ke kampung tersebut, sebagian besar harus melewati jalan terjal berbatu . Sebagian lainnya sudah dibeton, hasil bantuan program Tentara Manunggal Membangun Desa (TMMD). Kanan kiri jalan, diapit hutan lebat, wilayah Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Mantingan.
Sampai di kawasan Banyubang-Ngotoko, rumah sederhana yang ditempati Rumpi, sangat menarik perhatian. Rumah berdinding bambu itu, posisinya terpisah dari permukiman penduduk. Rumah ini menyendiri di dataran rendah, berhimpitan dengan lebatnya pohon jati.
Rumah berlantaikan tanah ini ditempati Rumpi, bersama anak dan ibunya. Wanita berusia 43 tahun tersebut berprofesi sebagai pencari kayu bakar atau rencek di dalam hutan. Setelah kayu terkumpul banyak, kemudian diambil oleh pengepul. Satu truk kayu bakar dihargai Rp600 ribu.
Ia mengaku melakoni pekerjaan berat itu, karena tidak ada pekerjaan lain. "Ya buat belanja kebutuhan hidup uangnya. Hari ini tidak ada pekerjaan, selain cari kayu bakar dan merumput untuk pakan ternak," ungkapnya, Selasa (17/8/2021).
Sang anak, Suntari memilih melanjutkan bersekolah di SMPN I Bulu, nantinya sambil mengenyam ilmu agama di Pondok Pesantren Kemadu, Sulang. Maklum, jarak rumah dengan sekolah sangat jauh , sehingga kurang memungkinkan jika harus ditempuh setiap hari.
Kebetulan pembelajaran tatap muka belum berjalan efektif, sehingga Suntari masih berada di rumah, sambil membantu pekerjaan ibunya. Mulai bersih-bersih pekarangan, memasak, menemani neneknya hingga merawat ternak. "Biar beban ibu, agak ringan," tuturnya lirih.
Baca Juga
Suntari sudah terbiasa berteman sepi dan kesunyian, terutama pada malam hari. Ia bersyukur aliran listrik PLN sudah masuk ke Dusun Ngotoko, sehingga agak leluasa mendengarkan radio, sekedar sebagai sarana hiburan di rumahnya.
Kelak, Suntari ingin bisa sekolah tinggi dan membahagiakan ibundanya . Bagi Suntari, sang ibu adalah pahlawan. "Cita-cita saya ingin jadi dokter. Apapun nantinya, saya cuma ingin membahagiakan ibu dan nenek saya," imbuhnya.
(eyt)