Rehabilitasi Hutan Mangrove Penyelamat Masyarakat Tanjung Pandan Belitung saat PPKM
loading...
A
A
A
BELITUNG - Hasil rehabilitasi hutan mangrove di Desa Juru Seberang, Tanjung Pandang, Belitung, Bangka Belitung menjadi penyelamat ekonomi masyarakat saat PPKM.
Rehabilitasi itu dilakukan di lahan bekas lahan penambangan timah yang membuat dataran hingga lautan rusak. Akibat penambangan itu, ekosistem dan mata pencaharian penduduk yang mayoritas nelayan terganggu. Pada 2013, gagasan untuk merehabilitasi lingkungan mangrove itu muncul dalam bentuk tempat wisata.
Baca juga: Pembibitan Mangrove Untungkan Masyarakat Secara Ekonomi
Seiring diskusi antarwarga, gagasan menyelamatkan mangrove yang rusak justru menguat. "Jadi mayoritas warga berpikir, kalau mangrovenya dibabat, udang, kepiting, suatu hari akan punah. Akhirnya sadar, ada penambang (timah) yang masuk jadi penggiat mangrove," kata Wakil Ketua Kelompok Seberang Bersatu, Jufri dikutip Minggu (15/8/2021).
Baca juga: Swasta Diajak Ikut Rehabilitasi Hutan Mangrove, Luhut: Potensi Ekonominya Tinggi
Kelompok Seberang Bersatu awalnya hanya mengelola 5 hektare lahan. Selama masa awal ini, Jufri dan kawan-kawan mengalami kesulitan. Dari 5.000 bibit mangrove yang coba mereka tanam, mangrove yang tumbuh hanya sekitar 10%. "Waktu itu kita belum dapat ilmunya," ujarnya.
Beranjak dari kegagalan ini, Jufri dan kelompoknya membuat divisi-divisi. Ada kelompok yang khusus membudidayakan, renovasi, dan tukang. Jufri sendiri belajar teknik membudidayakan mangrove hingga ke Karangsong, Indramayu dan Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara. Dari perjalanan ini, Jufri mulai menemukan jawaban masalah budidaya mangrove di kelompoknya.
"Saya terjun ke lapangan, baca buku, buka Google, ternyata bibit yang ditanam kelompok tidak cocok di bekas tambang. Ditemukan jenis Stylosa dan Mucronata dan program sekarang Apiculata," tuturnya.
Perjuangan kelompok ini dalam membudidayakan mangrove mulai terlihat pada 2018. Sekarang, kelompoknya sudah bisa membudidayakan bibit mangrove secara mandiri. "Ketika Stylosa-nya berbuah kita cepat panen dan budidayakan," ujar dia.
Selama proses pembibitan itu, para anggota Seberang Bersatu juga sudah memiliki pemahaman mengenai jenis mangrove apa yang cocok di lokasi tertentu. Seperti saat AirNav Indonesia menggelar penanaman 5.000 mangrove. “Delapan puluh lima persen tumbuh semua,” kata Jufri.
Kelompok Seberang Bersatu kemudian mendapat izin usaha pemanfaatan (IUP) hutan lindung seluas 757 hektare di lahan bekas tambang timah pada 2019. Lahan itu dimanfaatkan sebagai kawasan ekowisata Hutan Kemasyarakatan (HKm) Juru Seberang.
Saat ini, pada masa pandemi COVID-19, Jufri dan kelompoknya memutar otak. Selama Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Kawasan HKm Juru Seberang tak bisa mendapat wisatawan sehingga menyulitkan masyarakat.
Jufri mengatakan, kelompoknya kemudian menjadi pelaksana penanaman mangrove Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) pada tahun ini yang membawa angin segar bagi masyarakat. Warga yang menanam mangrove bisa mendapat upah harian.
"Alhamdulillah rencana kita menanam mangrove sekarang terwujud, juga warga yang tidak mendapat pekerjaan bisa mengais rupiah dari penanaman mangrove," ucap Ketua Kelompok Perhutanan Sosial (KUPS) Penanaman Mangrove ini.
Luasan areal penanaman bibit mangrove yang akan dilakukan kelompok bersama 40 warga desa sekitar 20 hektare. Sejauh ini, telah dilakukan penanaman pada areal seluas 10 hektare, "10 hektare sudah kita tanami," tutur Jufri.
Akses ke lokasi penanaman, kata dia, memiliki tantangan tersendiri karena berada di bibir pantai dan berlumpur. Juga, penanaman pada musim kemarau potensi layu dan mati cukup besar, belum lagi adanya hantaman ombak laut. Tapi, dia menargetkan bibit mangrove yang ditanam bisa tumbuh 70-80%. "Mangrove yang mati nanti kita sulam kembali," ujarnya.
Selain menanam mangrove, selama PPKM Kelompok Seberang Bersatu juga merehabilitasi lahan kritis dengan penanaman tanaman buah-buahan. Jufri berharap selepas pandemi, buah-buahan itu bisa menjadi agrowisata baru. "Sekarang kita kembali menjalankan perencanaan yang belum terealisasi," ungkapnya.
Selain budidaya tanaman buah, kelompoknya juga membangun Silvofishery dengan membudidayakan ikan, kepiting, dan kerapu di areal seluas 4 hektare. Jufri menyebut upaya ini didirikan untuk mengatasi sepinya pengunjung ditengah pandemi.
Jufri mengatakan kerja sama dengan BRGM ini dapat berlanjut untuk merehabilitasi lahan bekas tambang. Dia berharap sinergi itu bisa dikembangkan untuk mengembangkan mangrove jenis avicennia marina dan avicennia alba yang sangat baik untuk lahan berpasir.
Dia juga ingin, ekosistem mangrove kembali berfungsi dengan penanaman santigi (phempis acidula) dan terantum (lumnitzera racemosa). Dengan penanaman dua tumbuhan ini, dia berharap warga bisa menghasilkan peternakan lebah madu mangrove. "Wisata untuk masa depan budidaya lebah madu," katanya.
Tak hanya itu, untuk mengenalkan mangrove ke masyarakat, dia juga ingin menjadikan santigi sebagai buah tangan, tetapi tidak sebagai bonsai. Santigi yang dibeli wisatawan akan dicatat dan perkembangannya dilaporkan ke wisatawan. "Kami harapkan pengunjung bisa mengadopsi pohon itu," ujarnya.
Rehabilitasi itu dilakukan di lahan bekas lahan penambangan timah yang membuat dataran hingga lautan rusak. Akibat penambangan itu, ekosistem dan mata pencaharian penduduk yang mayoritas nelayan terganggu. Pada 2013, gagasan untuk merehabilitasi lingkungan mangrove itu muncul dalam bentuk tempat wisata.
Baca juga: Pembibitan Mangrove Untungkan Masyarakat Secara Ekonomi
Seiring diskusi antarwarga, gagasan menyelamatkan mangrove yang rusak justru menguat. "Jadi mayoritas warga berpikir, kalau mangrovenya dibabat, udang, kepiting, suatu hari akan punah. Akhirnya sadar, ada penambang (timah) yang masuk jadi penggiat mangrove," kata Wakil Ketua Kelompok Seberang Bersatu, Jufri dikutip Minggu (15/8/2021).
Baca juga: Swasta Diajak Ikut Rehabilitasi Hutan Mangrove, Luhut: Potensi Ekonominya Tinggi
Kelompok Seberang Bersatu awalnya hanya mengelola 5 hektare lahan. Selama masa awal ini, Jufri dan kawan-kawan mengalami kesulitan. Dari 5.000 bibit mangrove yang coba mereka tanam, mangrove yang tumbuh hanya sekitar 10%. "Waktu itu kita belum dapat ilmunya," ujarnya.
Beranjak dari kegagalan ini, Jufri dan kelompoknya membuat divisi-divisi. Ada kelompok yang khusus membudidayakan, renovasi, dan tukang. Jufri sendiri belajar teknik membudidayakan mangrove hingga ke Karangsong, Indramayu dan Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara. Dari perjalanan ini, Jufri mulai menemukan jawaban masalah budidaya mangrove di kelompoknya.
"Saya terjun ke lapangan, baca buku, buka Google, ternyata bibit yang ditanam kelompok tidak cocok di bekas tambang. Ditemukan jenis Stylosa dan Mucronata dan program sekarang Apiculata," tuturnya.
Perjuangan kelompok ini dalam membudidayakan mangrove mulai terlihat pada 2018. Sekarang, kelompoknya sudah bisa membudidayakan bibit mangrove secara mandiri. "Ketika Stylosa-nya berbuah kita cepat panen dan budidayakan," ujar dia.
Selama proses pembibitan itu, para anggota Seberang Bersatu juga sudah memiliki pemahaman mengenai jenis mangrove apa yang cocok di lokasi tertentu. Seperti saat AirNav Indonesia menggelar penanaman 5.000 mangrove. “Delapan puluh lima persen tumbuh semua,” kata Jufri.
Kelompok Seberang Bersatu kemudian mendapat izin usaha pemanfaatan (IUP) hutan lindung seluas 757 hektare di lahan bekas tambang timah pada 2019. Lahan itu dimanfaatkan sebagai kawasan ekowisata Hutan Kemasyarakatan (HKm) Juru Seberang.
Saat ini, pada masa pandemi COVID-19, Jufri dan kelompoknya memutar otak. Selama Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Kawasan HKm Juru Seberang tak bisa mendapat wisatawan sehingga menyulitkan masyarakat.
Jufri mengatakan, kelompoknya kemudian menjadi pelaksana penanaman mangrove Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) pada tahun ini yang membawa angin segar bagi masyarakat. Warga yang menanam mangrove bisa mendapat upah harian.
"Alhamdulillah rencana kita menanam mangrove sekarang terwujud, juga warga yang tidak mendapat pekerjaan bisa mengais rupiah dari penanaman mangrove," ucap Ketua Kelompok Perhutanan Sosial (KUPS) Penanaman Mangrove ini.
Luasan areal penanaman bibit mangrove yang akan dilakukan kelompok bersama 40 warga desa sekitar 20 hektare. Sejauh ini, telah dilakukan penanaman pada areal seluas 10 hektare, "10 hektare sudah kita tanami," tutur Jufri.
Akses ke lokasi penanaman, kata dia, memiliki tantangan tersendiri karena berada di bibir pantai dan berlumpur. Juga, penanaman pada musim kemarau potensi layu dan mati cukup besar, belum lagi adanya hantaman ombak laut. Tapi, dia menargetkan bibit mangrove yang ditanam bisa tumbuh 70-80%. "Mangrove yang mati nanti kita sulam kembali," ujarnya.
Selain menanam mangrove, selama PPKM Kelompok Seberang Bersatu juga merehabilitasi lahan kritis dengan penanaman tanaman buah-buahan. Jufri berharap selepas pandemi, buah-buahan itu bisa menjadi agrowisata baru. "Sekarang kita kembali menjalankan perencanaan yang belum terealisasi," ungkapnya.
Selain budidaya tanaman buah, kelompoknya juga membangun Silvofishery dengan membudidayakan ikan, kepiting, dan kerapu di areal seluas 4 hektare. Jufri menyebut upaya ini didirikan untuk mengatasi sepinya pengunjung ditengah pandemi.
Jufri mengatakan kerja sama dengan BRGM ini dapat berlanjut untuk merehabilitasi lahan bekas tambang. Dia berharap sinergi itu bisa dikembangkan untuk mengembangkan mangrove jenis avicennia marina dan avicennia alba yang sangat baik untuk lahan berpasir.
Dia juga ingin, ekosistem mangrove kembali berfungsi dengan penanaman santigi (phempis acidula) dan terantum (lumnitzera racemosa). Dengan penanaman dua tumbuhan ini, dia berharap warga bisa menghasilkan peternakan lebah madu mangrove. "Wisata untuk masa depan budidaya lebah madu," katanya.
Tak hanya itu, untuk mengenalkan mangrove ke masyarakat, dia juga ingin menjadikan santigi sebagai buah tangan, tetapi tidak sebagai bonsai. Santigi yang dibeli wisatawan akan dicatat dan perkembangannya dilaporkan ke wisatawan. "Kami harapkan pengunjung bisa mengadopsi pohon itu," ujarnya.
(shf)